9. Akan Selalu Ada

125 24 6
                                    









"Qia!"

Pemuda itu menoleh, menatap teman sekelasnya-Junghwan yang memanggilnya dengan deru napas tak beraturan.

"Ya?"

Mereka kini ada dibelakang sekolah, lebih tepatnya Qia bersantai dengan teman satu organisasinya. Hanya sekedar beristirahat, bukan yang lain.

"Ada apa?" Tanyanya lagi, pasalnya Junghwan tidak kunjung membalas sahutannya.

"Adikmu!"

Minuman yang awalnya hendak ia nikmati kembali ia taruh, segera beranjak pergi. Berlari meninggalkan teman-temannya juga Junghwan yang masih mengatur napasnya.

Adiknya nomor satu!

"Permisi... Maaf permisi"

Tak sekali dua kali ia menabrak bahu orang disepanjang jalan. Yang terpenting ia sudah permisi.

BRAKK!

Semua orang berbalik, menatap Qia yang baru saja membuka pintu kelas belakang dengan tidak santai.

"Minggir"

Wajah itu begitu terlihat khawatir, seiring dengan langkahnya yang menyingkirkan beberapa orang guna mendekat pada adiknya.

"Hey lihat aku"

Wajah manis adiknya kini ia tangkup, memberikan arahan saat napas adiknya terus tercekat.

Disela-sela itu maniknya melirik, menangkap banyak buku yang terbuka dihadapan adiknya, juga botol obat yang telah terbuka.

Dalam hati ia menggeram, merasa kesal dengan apa yang ada dalam pikirannya.

"Tarik... Buang. Sudah ku bilang jangan paksa dirimu"

"Tapi-"

"Jangan pedulikan!"

Keempat manik itu bertemu, seolah berbicara lewat telepati.

Qia menggeleng, terus memberikan arahan pada adiknya itu walau hatinya sebenarnya tak sanggup untuk melihat.

Tak lama suara dobrakan pintu kembali terdengar, menampilkan Mingrui dengan Junghwan dibelakang.

"Guru sudah siap, kerumah sakit sekarang"

Dengan cekatan Qia berdiri, menyelipkan kedua tangannya dan membawa adiknya itu pergi dari kelas.

Ingin rasanya Qia menangis melihat napas adiknya itu yang kini kian tercekat.

Lagi dan lagi. Itu kata orang-orang yang melihat mereka disepanjang koridor. Mereka tahu Sada lemah dan penyakitan, juga dengan penyakitnya yang tidak bisa ditangani hanya sebatas di UKS.

Saat sudah berada diarea parkiran Qia semakin berlari kencang, sebab rintihan sang adik kini tak terdengar lagi.

Tubuh adiknya yang terbilang sangat ringan kian mendingin, pula dengan jantungnya yang terpacu lebih cepat dari sebelumnya.

Melihat pintu mobil yang dibukakan untuknya ia segera masuk, mendekap adiknya dengan tangan bergetar.

"Pak tolong cepat!"

Mobil milik kepala sekolah itu melaju, membelah jalanan kota dengan lampu darurat juga klakson yang sesekali berbunyi.

Jemari bergetarnya bergerak, mengusap wajah adiknya yang terlihat begitu pucat nan dingin. Air matanya kini tumpah, seiring dengan cairan merah yang keluar dari hidung adiknya.
















Segalanya || GuanRen 2Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang