4. Sada

302 41 14
                                    













"Jaem"

"Sebentar lagi"

Pria bermarga Lee itu berlutut, berniat untuk membujuk sang kekasih agar lekas beranjak pergi dari sana.

"Ayo, Ayah sudah mencari" Bujuknya memberitahu, mengingat baru saja tadi Ayah dari kekasihnya itu menghubungi lewat pesan.

Langit gelap, suhu udara menurun.

Jeno mendongak, menatap langit yang semakin mendung seiring waktu berjalan.

Tak terasa air hujan kini menetes satu demi satu, membuat Jeno dengan cepat melepas jaketnya dan menutupi kepala Jaemin yang masih terdiam, diam menatap figura sang kakak didepan sana.

"Hujan, kau akan sakit"

Dengan terpaksa akhirnya pemuda itu bangkit, menatap sebentar foto disana kemudian pergi dengan lesu.

Tiga tahun tidak bisa membuat perasaan kehilangannya perlahan lenyap, malah semakin bertambah.

Ia kira sudah cukup Bunda mereka yang diambil begitu cepat, ternyata sang Kakak begitu pula. Pergi dengan cara yang sama, sakit.

Didunia ini sisa dirinya juga Ayahnya, yang untungnya ada sang kekasih yang selalu merengkuhnya di segala kondisi.

"Kita memang tak bisa melupakan, cukup untuk dipendam dan ingat saat-saat bahagia bersamanya dulu" Tenang Jeno disepanjang jalan yang mulai basah akibat hujan.
















"Nenek"

"Iya?"

"Ini... Siapa?" Tunjuk Sada pada seseorang didalam foto.

Iya, mereka kini tengah bersantai diruang tengah dengan melihat-lihat album foto.

Nyonya Lai terdiam, tersenyum dan mengelus surai Sada setelahnya. Hanya Sada, Qia sudah tertidur beberapa saat yang lalu tepat didepan mereka, dan Ayah mereka pamit pergi sebentar.

Sada sedari tadi tidak ingin tidur, katanya tidak mengantuk. Jadi lebih baik Nyonya Lai memperlihatkan koleksi fotonya pada si cucu.

"Ini adalah Ibu mu" Jawab Nyonya Lai lembut, masih sembari mengelus lembut surai yang sama persis dengan menantunya yang telah tiada.

"Bunda?" Tanya Sada mendongak, Nenek mengangguk.

"Cantik" Puji Sada kembali memperhatikan foto-foto disana.

Foto saat pernikahan kedua orang tuanya.

Menurut Sada Bundanya begitu tampak cantik bersinar, dengan senyum tipis yang ia tidak tahu bahwa itu adalah senyum palsu, senyum yang begitu terpaksa.

Lelaki kecil itu terus asik dengan dunianya, membuka lembar demi lembar dengan girang dengan sesekali bergumam kata cantik.

Sementara Nyonya Lai hanya dapat terdiam, memperhatikan wajah cucu bungsunya itu yang membuatnya serasa ingin menangis.

"Begitu sama persis dengan mu Ren, maafkan Ibu tidak bisa mendidik Guanlin... Maafkan Ibu, maaf"











"Halo sobat, ada apa?" Tanya Mingyu bersalaman dengan Guanlin yang duduk pada bangku taman.

"Tidak, hanya ingin mengajakmu bersantai"

"Ooooh" Sahut Mingyu kemudian duduk, ikut memperhatikan apa yang Guanlin lihat.

"Kalau kau ingin bercerita silakan"

Ternyata Mingyu adalah teman yang siap mendengarkan, ia juga tahu jika seperti ini biasanya pria semampai itu akan bercerita padanya. Entah itu tentang rasa penyesalannya, kesalahannya, atau bahkan anak-anaknya.

Segalanya || GuanRen 2Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang