•ꩇׁׅ֪݊ ɑׁׅᥣׁׅ֪ɑׁׅ݊ꪀᧁׁ• ᥱ⍴s xᴠɪɪ

10 6 5
                                    

ʜᴀᴘᴘʏ ᴇɴᴊᴏʏ.

***

Sementara saat masa kini, tepatnya dengan Inarya di rumah sakit, ia baru saja mendapat kabar tentang dirinya dari dokter yg selalu memeriksa penyakitnya.

Bahwasanya kanker yg diidapnya sebentar lagi akan menyebar menjadi banyak, dan jika hal itu terjadi, nantinya akan menciptakan suatu kanker ganas, dan menyebabkan kematian.

Mengapa hal barusan terjadi, karena dirinya yg jarang bahkan hampir tidak pernah lagi mengunjungi rumah sakit untuk kontrolannya setiap minggu atau minimal setiap bulannya.

Jadilah seperti ini, ia pun menangisinya, hal yg akan merenggut nyawanya mungkin akan terjadi jika ia selalu disibukkan oleh pemberian luka yg di berikan orang-orang. Bukan hanya pada penyakit otaknya, beserta juga dengan gangguan mentalnya.

"Hiks, hiks" isak ia dengan sesekali yg menjadi-jadi, ia tidak percaya bahwa penyakit otak dapat membuatnya seperti ini, bahkan setelah ia menerima ucapan dokter padanya.

Dokter pun berusaha terus untuk merujuk Inarya agar dapat segera memberikan tahu orang-orang terdekatnya, namun, Inarya tetap Inarya, ia begitu keras ketika dimohon.

Serasa lelah terus diberi permohonan sehingga seorang dokter pun menuruti untuk tidak dahulu mengasih tahu penyakit yg diidap Inarya kini.

Disana seseorang Fidelya mendekati sahabatnya yg terdengar seperti menangis dengan isakannya yg terdengar jelas.

"Naya, lo kenapa lagi? Setiap lo masuk rumah sakit, setiap lo udah di tangani sama dokter, lo selalu kayak gini, ada masalah apa sebenarnya, cerita dong ke gue" tanya Fidelya yg beruntun, dan seketika Inarya menghapus air matanya serta menghentikan isakan tangisnya.

Inarya menggeleng untuk menyatakan jawabannya, "gue gak apa-apa kok" ucapnya sambil mengukirkan senyumnya yang jelas berbohong.

"Kalo ada masalah cerita, gue itu sahabat lo, apa gunanya gue sebagai sahabat kalau lo selalu mendam segala hal yg seharusnya di selesaiin bersama" ungkap Fidelya karena ia mulai curiga, karena setiap ia masuk rumah sakit yg di sampaikan dokter hanya baik dan harus banyak istirahat dan lainnya, tetapi saat dengan Inarya sendiri, perempuan itu seperti mengidap penyakit parah.

"Udah gue bilang, gue gak apa-apa, it's oke" cakap kembali Inarya yg sangat banyak luka di balik 'it's oke'.

Kini Fidelya hanya mampu menganggukkan kepalanya, "tapi, kalo lo ada masalah cerita, ya, gue sebagai sahabat lo siap dengerin cerita lo, dan kalo bisa ada yg mampu gue bantu, insyaallah gue bantuin lo."

Inarya mengangguk paham, ia tersenyum atas perlakuan sahabatnya terhadap dirinya, ia sangat beruntung mempunyai sahabat seperti Fidelya yg sangat sulit didapatkan dari dunia yg penuh kebahayaan ini.

"Makasih, ya, gue salut sama lo, gue ngerasa beruntung punya sahabat kayak lo" Inarya tidak dapat mengatakan apa-apa lagi dengan kebaikan sahabatnya itu pada dirinya selama ini.

"Buat apaan sih makasih, gue juga sering kali nyusahin lo, kali-kali lo nyusahin gue" Inarya terkekeh pada ucapan sang sahabatnya.

"Eh, iya, lo udah tau kalo di sekolah kita ada murid baru"  cakap Fidelya mulai mengalihkan pembicaraan pada topik yg baru.

Tetapi, disaat bersamaan seseorang datang dari balik pintu dan mendekati keduanya yg sedang asyik mengobrol.

"Murid baru atau murid bau" tanya seseorang itu menanyakan pada si Fidelya.

"Lo yg murid bau!" ketus Fidelya menjawab soal tersebut seraya menatap malas cowok tersebut.

"Lo tau gak, kalau gak salah waktu kemarin dia masuknya" Fidelya kembali melanjutkan pembicaraannya yg sempat di hentikan akan kedatangan cowok tersebut kawannya Felix yaitu Olindo yg saat ini duduk di kursi.

MALANGTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang