•ꩇׁׅ֪݊ ɑׁׅᥣׁׅ֪ɑׁׅ݊ꪀᧁׁ• ҽթs ɪ

147 109 15
                                    

Aloha Oi readers, pada malam sekian ini, update kembali story bertajuk "MALANG", khusus hari ini up dua part.

Kalau begitu selamat menikmati hidangan yg tersaji, semoga tidak banyak salahnya.
***

Matanya yg mengeluarkan cairan bening yg kini berada dalam sandaran sahabat lain dari kemarin saat ia kecewa.

Pagi-pagi buta sekali, Inarya atau Aya, Naya, mengunjungi rumah sahabat yg pun sahabatnya itu masih belum selesai dengan dunia di bawah sadarnya.

Bahkan kedua orangtua kawan Inarya-Fidelya, pun baru saja bangun dan terduduk di sofa ruang keluarga.

Menanyakan pagi-pagi sekali ini ada hal apa gerangan yg membikin Inarya sendiri berkunjung ke rumah mereka.

Dengan sopan, Inarya menjawab kalau ia tidak ada keperluan apa-apa, namun hanya ingin bertemu dengan Fidelya sahabatnya.

Kedua orangtua Fidelya pun mengijinkan seorang sahabat bertemu dengan sahabatnya, walau kini si Fidelya sendiri masih molor yg pulas di atas kasur yg nikmat.

"Del! Bangun, ada dongeng bagus nih yg harus lo denger" ucap Inarya pelan nan lembut sambil menggoyangkan tubuh Fidelya pelan-pelan.

"Dongeng apaan sih, ini masih shubuh, lo ganggu aja ah" dengus Fidelya tak mau diganggu dengan kantuknya yg menyerang dirinya dengan dashyat.

"Lo kalau tidur gak pernah bisa inget waktu" ujar kembali Inarya yg tak di gubris oleh Fidelya.

Dirinya hanya mampu kini menghembuskan nafas kasar. "Del, bangun, ini ada dongeng bagus, seru, baru pertama kali rilis, tayang perdana lagi" tutur Inarya lagi dengan lembut.

"Del, Fidelya!" seru ia namun masih dengan pelan.

Karena berisik, Fidelya pun terpaksa harus bangun dan menuruti apa yg di mau sahabatnya yg menjengkelkan baginya sekarang.

"Apa, hah? Dongeng apa, kancil? Mr bean? Beruang?" ucap Fidelya dengan wajah kesalnya yg terpasang.

Inarya menatap muka sang sahabatnya cukup lama, "gue gak bakal mulai kalau lo gak senyum"

Fidelya dibuat bernafas berat oleh tingkah kawannya yg satu ini, namun ia harus benar-benar sabar dengan kekesalan ini.

Perempuan bernama Fidelya kini tersenyum, meski dengan terpaksa, namun setelah ia tersenyum pun keadaan masih hening.

Inarya yg akan bercerita pun tidak tahu harus mengawalinya dengan kata-kata seperti apa, Inarya hanya memandang lurus kosong dan kembali menatap sahabatnya yg masih tersenyum.

Setetes air turun dari pelupuk matanya, mampu menjadikan senyum Fidelya pun meluruh pudar.

"Lo kenapa malah nangis" tanya Fidelya sungguh keheranan karena perilaku Inarya yg tiba-tiba itu.

Inarya menggeleng lemah, "Rakeena hancurin persahabatan kita, dia khianatin kita, dia juga hancurin hubungan kekeluargaan gue sama bokap gue, hikss, hikss" ujar Inarya bersama isakan.

Menangkap penuturan yg diucapkan Inarya kini Fidelya sendiri melongo mendengarnya, sungguh tidak percaya, sangat tidak mengerti, mengapa semua ini bisa terjadi, malahan kemarin persahabatan mereka baik-baik saja.

"Kenapa bisa?" Inarya menggeleng lemah kembali.

Dari sana Inarya menceritakan semuanya yg sewaktu kemarin dengan harinya yg ia jalani begitu pedih, dari awal hingga akhir.

Fidelya berpikir keras, dengan apa yg telah ia dengar dari mulut Inarya, namun ujungnya ia tak mampu menghasilkan semua jawaban yg ia ajukan sendiri.

"Udah, udah, sini, lo jangan nangis" kata Fidelya memeluk sahabatnya untuk mendapat ketenangan yg harus dilakukan Fidelya.

MALANGTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang