•ꩇׁׅ֪݊ ɑׁׅᥣׁׅ֪ɑׁׅ݊ꪀᧁׁ• ҽթs ɪɪɪ

122 104 10
                                    

sᥲᥣᥲm kᥲkᥲk, ᥴᥱrі𝗍ᥲᥒᥡᥲ ძі ᥣᥲᥒȷᥙ𝗍kᥲᥒ ᥣᥲgі.
ᥲᥡ᥆, mᥱrᥲ⍴ᥲ𝗍 ᥙᥒ𝗍ᥙk mᥱmᑲᥲᥴᥲᥒᥡᥲ.

᥎᥆mᥱᥒ𝗍 ᥲᥒძ 𝖿᥆ᥣᥣ᥆ᥕ sᥱᑲᥱᥣᥙm ᥲᥒძ sᥱsᥙძᥲһ ᑲᥲᥴᥲ.

sᥱᥣᥲmᥲ𝗍 mᥱᥒіkmᥲ𝗍і
***

Setiba di halaman rumah, sang ayah-Sadam keluar mobil dengan mencekal anaknya dengan keras lalu menghempaskannya kasar.

Wajah sang ayah begitu menyeramkan, penuh ketajaman dan kebencian dari matanya.

"Apa lagi salah aku, ayah??" tanya si gadis dengan ketakutan.

"Soal kemarin, saya belum menghukummu!!" ucap Sadam cukup seram sekali.

Hati gadis itu kini kacau-balau dengan apa yg dikatakan orang tersayangnya, orang tuanya yg ia cintai sedari ia membuka mata dulu kala yg kini malah mau menyiksanya.

Sedetik dari itu air mata keluar, dan wajahnya begitu iba untuk dilihat, "ayah.. luka batin kemarin aja belum kering, kenapa ayah tega nyakitin fisik Naya lagi?" Kata Inarya pedih menyaksikan ayahnya berbuat jahat pada dirinya sendiri.

"Diam kamu!! Gak usah ngebantah ucapan orangtua!!" hardik orangtuanya dengan suara keras, kemudian Sadam mengambil sebuah rotan panjang dan mulai menyiksanya habis-habisan tanpa henti.

Yg ditimpanya hanya mampu mengeluarkan kata rintihan dan meringis dengan kencang, karena rasa sakit yg didapatnya.

Nafasnya naik-turun, dengan sekuatnya untuk mengeluarkan tenaga berbicara, ia mengatakan. "Ayah-"

"Diam!! Saya bilang diam, ya diam!! Jangan mengeluarkan sepatah kata apapun lagi, jika kamu ingin makan" berang ayahnya kembali, Inarya kini diam tak berucap seusai keinginan ayahnya, walau sakit yg ia rasa sekarang.

Telah termengah-mengah nafasnya, sekarang Sadam menghentikan pukulan-pukulannya yg diberikan pada anak satu-satunya ini.

"Gara-gara kamu saya pengap, dan tenaga saya juga habis, sekarang cepat masakin makanan buat saya" titah sang ayah membentak.

Namun, Inarya masih diam ditempat, mungkin dia juga sama masih terengah-engah nafasnya akan desakkan dan pendaman hatinya yg perih itu.

"AYO!!! CEPATT!!" Inarya tersentak kaget, ia sesegera mungkin berdiri melangkah menuju dapur dengan rasanya yg tidak enak dan menyakitkan.

Banyak darah dan lebam yg terdapat dalam bagian-bagian anggota tubuhnya, penyiksaan kali ini cukup sakit dibanding tempo lalu.

***

Setelah usai dari memasaknya, ia sajikan makanan dibuatnya di meja makan yg telah lama terbengkalai tak ada yg menempatinya secara dua orang lebih.

"Lama banget, cuma bikin makanan aja" cibir Sadam kesal, padahal lama apanya, ia memasak hanya dua puluh menit lebih, apakah itu cukup lama?

"Maaf ayah" kata gadis itu lembut bak kain sutra.

Dimakannya masakannya Inarya itu dengan cukup lahap oleh sang ayah yg menciptakan gadis itu tersenyum.

"Apa kamu senyum-senyum, saya cuma lapar bukan suka" kata ayahnya sinis dan kini senyum Inarya memudar perlahan dan di mengerti oleh Inarya sendiri.

Ketika suapan terakhir telah habis, dan seteguk air putih masuk ke perut sang ayah, kini ayahnya beranjak berdiri.

"Sekarang saya pergi, gak mau lama-lama disini, wahai anak tak diuntung!" seru Sadam mencaci sang anak.

"Iya, ayah" anaknya sungguh penurut, namun sayang, mungkin kini hati sang ayah telah tertutup rapat memakai lem, sehingga tidak menyadari dan merenung diri.

MALANGTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang