•ꩇׁׅ֪݊ ɑׁׅᥣׁׅ֪ɑׁׅ݊ꪀᧁׁ• ᥱ⍴s xᴠɪ

15 9 0
                                    

ɪ'ᴍ sᴏʀʀʏ ɪғ ᴛʜᴇʀᴇ ᴀ ᴍɪsᴛᴀᴋᴇs
ʜᴀᴘᴘʏ ᴇɴᴊᴏʏ.

***

Sejam telah di laluinya untuk menunggu kabar dari dokter atas kondisi yg sedang terjadi dari Inarya.

Saat sekarang ia masih di belenggu dengan tangisan yg membuatkan sembab pada matanya, dan tidak melupakan juga tatapan tajam terhadap Felix seorang.

Sesaat Felix berdiri tepat dihadapannya, ia pun menengadah menatap sosok seorang pria tersebut yg pun menatap dirinya tajam.

"Ngapain lo disini, orang gila kayak lo gak pantes ada disini," ucapnya penuh dengan penekanan yg begitu tajam.

"Gak boleh, gue nungguin cewek gue, gitu" ungkap Felix yg baru pertama Fidelya dengar, kalau Felix mengakui Inarya sebagai kekasihnya.

"Hah? Cewek lo? Menurut gue, cewek baik kayak Naya itu gak pantes buat lo, yg wujudnya manusia, tapi, sifatnya kayak hewan" cerca kembali Fidelya dengan sangat sinis.

"Kalau gue jalang, terus bedanya lo apa, lo kan keluarga gue, berarti sama, sama-sama jalang" balas Felix tidak terima atas cercaan barusan.

"Iya, gue emang jalang, sampe-sampe gue gak bisa misahin temen gue yg lagi di cakar sama hewan lain" bentak Fidelya berlalu pergi dari hadapan Felix.

Terkecuali dengan Felix, orang tersebut diam ditempat dengan perkataan yg sepupunya masukan ke dalam otak dirinya dan pun beberapa hal menyangkut di pikirannya.

Sewaktu itu, dokter yg menangani Inarya menampakkan dirinya dengan sigap untuk menyampaikan kabar dari dalam sedari tadi.

"Dengan keluarga pasien" tanya dokter tersebut yg diangguki Fidelya sesaat dengan cepat-cepat mendekat dokter begitu Felix, ia hanya menoleh saja.

"Gimana keadaan Naya, dok?" tanya Fidelya terlihat ingin cepat mendengar kabar.

"Keadaan pasien saat ini kritis, dan membutuhkan donor darah AB dan saat ini golongan darah itu sedang kosong di rumah sakit ini" ucap dokter menyampaikan pada Fidelya ataupun Felix.

Fidelya mendekat pada Felix, "Felix kali ini lo harus donorin darah lo buat Naya, lo harus kasih obat ke Naya setelah lo sakitin dia."

Cowok tersebut menggeleng cepat, "gue gak mau, donorin darah gue buat cewek itu."

"Naya kayak gitu juga gara-gara lo, andai aja lo gak sakitin dia, gak bakal gue minta lo donorin darah" cibir Fidelya tidak mau mendengar penolakan dari mulut Felix.

"Kasih dia obat, setelah sekian panjangnya lo sakitin dia, kasih dia nafas, gue mohon" mohon kembali wanita itu memelas pada Felix.

Namun, tak ada jawaban dari Felix, ia pun menoleh pada dokter, "dok, apa ada cara lain untuk dapetin darah buat Naya?"

"Ada, tapi, itu akan memakan waktu lama, sebabnya darah itu cukup langka, apalagi kondisi pasien kini sangat diambang kematian" jelas dokter kembali membuat Fidelya menggeleng cepat.

"Felix, gue mohon, kasih kesempatan Naya buat hidup" Fidelya berlutut dihadapan cowok itu memohon memberikan darahnya untuk sang sahabat.

Lelaki tersebut tidak memedulikan sikap cewek itu yg berlutut didepannya dengan mengucap kata-kata mohon dan permohonan.

"Felix, gue mohon, gue mau kalau Naya masih ada di dunia ini, gue yakin, pasti lo juga mau kan kalau Naya masih ada disini, kalau emang nggak, gue gak peduli, tapi gue mohon-"

"Dimana dok ruangannya" potong Felix pada dokter yg ternyata menerima hal tersebut.

Fidelya mengangkat wajahnya dan mengembangkan senyumnya, sementara Felix ia tidak mengekspresikan gambaran wajah apapun.

***

Saat disisi lain, kini bersama sosok manusia berambut cukup panjang dengan mata yg selalu ditampakkan kelicikan dan tajam.

Siapa jika ia bukan Rakeena, sosok yg kini baru saja menyaksikan akan sakaratnya Inarya, dan kesenangan baginya.

Ia akan merayakan hal itu dengan merencanakan sesuatu lagi, jika nanti Inarya masih hidup ia sudah membuatkan suatu luka yg siap menjadi tontonan dan olok-olokan orang-orang disekitar Inarya.

Ia merogoh saku celananya dan mulai menghubungi seseorang, "halo, malam ini kita pesta seng ku" lalu ia pun mematikan kembali telpon tersebut.

Dan masih mengulang-ulang hal menyenangkan seperti tadi di benaknya dengan senyum yg diukir begitu senang hati memikirkan kedepannya dan harapan.

"Seneng deh hari ini, makasih Naya udah mau sakarat buat gue bisa senyum disini" senyum mirisnya kembali mengembang.

Belum pergi dari tempat tersebut, yg berada di dekat rumah sakit atau lebih tepatnya di trotoar jalanan menuju rumah sakit, malah masih terus-terusan tersenyum dan tersenyum.

"Ke bar, mau rencanain apa, ya? Apa, buat rencana busuk yg bisa bikin harga diri Naya turun?? Ya, ide bagus, Rakeena" senyum liciknya terukir lagi dan lagi.

***

Waktu berlalu menjadi suatu rembulan mengganti matahari bertugas menyinari seluruh jagat raya ini yg di lengkapi oleh taburan jutaan bintang di awan gelap sana.

Begitu saat sekarang, perempuan bernama Rakeena tengah berada di suatu bar yg tak cukup jauh jaraknya dengan dirinya bertempat tinggal.

Saat seketika ia meminum suatu alkohol, sosok seorang lelaki mendekati dirinya.

"Nay, lo ngapain disini" tanya si cowok tersebut terheran akan seorang Inarya yg dilihatnya meminum minuman seperti itu.

Rakeena yg disebut Inarya oleh pria tersebut menoleh pada teman-temannya yg pun sama sedang di meja yg sama.

"Siapa?" tanya Rakeena tanpa suara kepada kawannya dengan wajah yg berusaha ditutupi untuk tidak dicurigai oleh cowok itu.

"Satu sekolah sama Naya" bisik salah satu temannya yg ada didekat dirinya.

Rakeena mengangguk pelan, "lo ngapain disini" tanya Rakeena basa-basi.

"Gue emang suka kesini, tapi kadang-kadang, gak sering, lo sering kesini" ucap si sosok orang tersebut.

"Gue kadang-kadang, kalau lagi pengen sama nafsu aja kalau mau kesini" ujar Rakeena bertujuan untuk memperburuk Inarya didepan orang tersebut.

"Yaudah, gue kesini dulu, ya" Rakeena mengangguk dengan tersenyum pada cowok tersebut.

Ketika pria tersebut pergi, Rakeena tetap menatap belakang punggungnya.

"Tumben lo bisa ngomong baik sama orang" celetuk sosok salah satu dari beberapa kawanannya itu, yg seperti biasanya, Rakeena hanya bisa ketus atau berbicara tanpa ada senyuman pada orang siapapun itu.

"Pencitraan, biar Naya ada harga, setelah itu, gue hancurin dan jatuhin harga dirinya, dan pengen gue, dia dirundung, dikerumuni orang-orang sambil injek kepalanya, sambil caci-maki dia" tajamnya begitu indah hanya dengan membayangkannya apalagi jika itu adalah kenyataan.

"Ihhh, takut gue, kejam banget sih lo" cakap kawannya lagi dengan bergidik ngeri kearah Rakeena yg malah tersenyum miring.

"Terserah gue, karena dia, Felix anggap gue temennya, gara-gara dia, Fidelya lebih banyak lirik Naya ketimbang gue, dan gara-gara dia, hidup gue jauh beda dari yg dulu, gue menderita selama ini" curah Rakeena mengenang masa-masa ia kesulitan untuk melanjutkan hidupnya.

"Dan, apa salahnya gue liat Naya menderita seperti waktu itu gue kehilangan adik gue gara-gara harus nolongin dia dulu ketimbang keluarga gue sendiri, dan Naya harus juga ngerasain apa yg gue rasain, atau bahkan lebih dari itu" ujarnya lagi masih tajam dan sinis.

***
ᴛʙᴄ

ᴛʜᴀɴᴋs ғᴏʀ ʀᴇᴀᴅɪɴɢ.

MALANGTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang