...Happy Reading...
Ray menatap kesal ke arah Arga, entah mengapa sendari tadi Neo enggan berintraksi kepada semua orang bahkan dengan Rian dan si kembar Jian dan Juan, dan Ray yakin ini ada sangkut pautnya dengan sang ayah. Bahkan anak itu memilih bermain dan berbicara dengan boneka kodok hijau yang bahkan hanya sebuah benda mati.
"Cil, gw bawa buku gambar loh, yok main.. mau nggak?" Neo menatap Juan yang berusaha mebujuknya.
"Nooo.. Neo mainnya sama Koko."
"Yakin, nggak mau main sama babang ganteng? Rugi loh." Neo menggeleng tanpa menoleh membuat Juan tersenyum masam.
Jian yang melihat menepuk punggung Juan yang mendadak tak bertenaga dengan niat memberi semangat, Juan kan ingin main sama Neo.
"Bang Neo," Neo tak menghiraukan Jian yang memanggilnya, bahkan Jian sudah membuat wajah memelas semelas melasnya agar Neo mau berbicara dengannya."Ayah sana kerja, Ray mau nemenin Neo." Arga yang mendengar hanya berdiam diri bak patung, ia ingin melihat reaksi Neo walau sia-sia, Neo bahkan lebih memilih bercanda dengan benda mati kesayangannya itu daripada melihatnya.
"Yah!"
"Hihihi.. Koko lucu, kaya Neo makanya Neo sayang Koko. Koko punyanya Neo."
"Iya.. iya.. ayah pergi." Arga menghela nafas panjang, oke ia kalah dari sebuah boneka lagipula apakah Neo benar-benar marah padanya? Biasanya jika Arga akan pergi Neo pasti berusaha mencegahnya, anak itu ingin sang ayah tetap bersamanya.
Neo diam saat Arga benar-benar pergi. Rasa ingin menoleh dan berteriak agar pria itu tetap bersamanya harus Neo tahan.
"Neo-"
"Adek," Ray terhenti, Ray yang melihat Neo menahan tangis dengan cepat memeluknya, membenamkannya ke perut Ray yang terbaluti seragam sekolah.
Juan dan Jian saling pandang sedangkan Rian memalingkan pandangannya, ia teringat mendiang saudaranya, kepribadian Neo yang membuatnya teringat sosok yang pernah membuatnya iri.
"Keluar, biarin mereka berdua dulu."
Si kembar menurut, mereka bertiga keluar membiarkan dua anak adam saling mendekap dalam balutan kesunyian, hanya suara racauan tak jelas keluar dari bibir pucat yang perlahan menunjukan ronanya kembali.
"Adek.. Yayah nakal, yayah bukan punya Neo hiks.."
"Yayah nakal.. hiks.. adek."
Ray yang mendengar tidak tahu harus berbuat dan mengatakan apa, sebagai gantinya ia mengelus lembut surai belakang Neo dengan lembut ia teringat wajah Neo yang tegang saat pertama kali potong rambut, sangat lucu dan candu.
"Hiks.."
"Mau ke taman?" Neo mendongak menatap Ray lalu tersenyum dan mengangguk membuat Ray gemas menciumi pipi Neo.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kenapa Harus Neo? [END]
AcakNeo itu berbeda, hati Neo akan selalu menjadi hati anak kecil. Penuh kejujuran di dunia yang luas ini. Saat berusia 5 tahun perkembangan saraf otak Neo melambat. Dan di diagnosis mengalami disabilitas intelektual. Mereka yang disekeliling Neo hanya...