Part 15 - Bubu

884 48 0
                                    

Happy Reading

🥂🥂





Caca lega saat menemukan handphonenya yang sempat tertinggal di kelas. Dengan cepat, dia meninggalkan ruang kelas yang sunyi menuju halte bus yang biasa ia tunggu bersama Luna setiap hari. Namun, ketika ia tiba di halte, kegelisahannya mulai merayap. Luna tidak ada di sana seperti biasanya. Dia memeriksa sekeliling dengan cepat, berharap akan melihat rambut panjang dan wajah cerah sahabatnya itu di antara kerumunan orang.

"Lo kemana sih Lun." gumam Caca dalam hati, seraya berjalan ke arah salah satu bangku di halte untuk duduk sejenak.

Namun, saat itulah telinganya menangkap suara tawa nyaring dari seberang jalan. Caca memandang ke arah sumber suara, dan hatinya hampir berhenti berdetak. Di seberang jalan, ia melihat sekelompok siswi dari kelas lain dan dayang-dayangnya, sedang asyik tertawa terbahak-bahak.

"Lo kenapa, Ca?" tanya seorang teman sekolah yang lewat di sebelahnya, menyadari ekspresi cemas di wajah Caca.

"Lo lihat Luna?" tanya Caca terburu-buru, tetapi temannya hanya menggelengkan kepala dan melanjutkan perjalanan.

Matanya tertuju pada sebuah tas dengan motif unicorn yang khas merah muda jelas itu milik Luna hanya Luna yang memakai tas anak kecil seperti itu tas favoritnya yang dia bawa ke mana pun. Tetapi di mana Luna? Pemilik tas itu tidak terlihat di dekatnya.

Ketakutan menggelayut di hatinya. Tanpa ragu, Caca menyeberang jalan dengan hati-hati, hatinya berdebar keras dalam kegelisahan. Dia mencoba memanggil nama Luna, tetapi tidak ada respons.

Saat dia mendekati kelompok siswa yang masih tertawa-tawa, pandangannya kembali tertuju pada tas unicorn itu yang tergeletak di tanah. Tanpa memperdulikan siswa-siswa yang sedang tertawa itu, Caca berjalan lebih dekat.

Dan di sanalah dia melihatnya. Luna bersimpuh di tanah, memeluk sesuatu dengan erat di dadanya. "LUNA!" teriak Caca dengan suara penuh kekhawatiran, lalu dengan cepat ia mendekatinya.

Siswi-siswi yang sebelumnya tertawa itu terkejut dan terdiam saat melihat Caca dengan ekspresi serius dan cemas.

"LO DIEM!" bentak Caca kepada salah satu dari mereka yang hendak mengocehkannya. Tidak ada yang bisa menghalanginya untuk mendekati Luna yang terluka.

Astaga

Dengan cepat, Caca berlutut di samping Luna.

Lihatlah tampang Luna sekarang seperti anak kucing kehilangan induknya. sudah cemong air matanya meluruh membasahi pipinya, baju kotor, kedua lutut dan tangannya terluka. Berdarah.

"Lo kenapa bisa gini sih lun, Lo diapain sama mereka?" tanya Caca dengan suara khawatir sambil menunjuk ke arah siswi tadi.

Luna, menggeleng tidak menjawab. Dia hanya memeluknya erat kucing kecil dipelukannya.

Caca menghela napas panjang, mencoba menenangkan diri di tengah kekhawatiran yang melanda. Oke, sekarang bukan saatnya untuk mencercoki pertanyaan gumamnya dalam hati. Yang terpenting adalah membawa Luna pulang dengan cepat dari tempat ini.

"Bisa berdiri atau mau gue gendong?" tanya Caca dengan suara lembut, matanya memandang Luna dengan penuh kekhawatiran.

Luna menggeleng pelan sambil menjawab dengan suara polos."Luna berat, makannya banyak nanti tulangnya Caca patah."

"Ck, gak bakalan patah gue kuat, ayo naik." ucap Caca sambil membelakangi Luna, memberikan isyarat agar Luna bisa naik ke punggungnya.

Luna menyimpan kucing kecil yang ada di dalam kantong almamaternya, merangkul leher Caca dengan kedua lengannya secara perlahan-lahan.

Crazy ObsessionTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang