Helaan nafas keluar dari mulut Harris saat sang empu baru saja mendudukkan dirinya di sofa.
Gin menoleh pada saudaranya. “Kenapa?”
Dengan punggung yang bersandar pada kepala sofa, Harris kembali menghela nafas. “Kerjaan.”
Hanya satu kalimat saja, dapat membuat Gin paham apa yang dimaksud oleh Harris. “Istirahat.”
“Runa belum pulang...” lirih si pemuda bersurai merah.
“Bentar lagi juga datang.” Ujar Gin seraya melirik ke arah pintu utama. Tidak ada jawaban, Harris mulai menutup wajahnya menggunakan tangan dan menutup mata.
“Kenapa Ris?” Souta tiba dan langsung mendudukkan dirinya di sofa tunggal samping Harris.
“Enggak...” jawab Harris pelan, masih mempertahankan posisinya. Souta beralih menatap Gin, sang empu yang ditatap, hanya bisa menggeleng kecil seolah bukan masalah besar.
Souta mengangguk, ia kembali berdiri dan mulai berjalan menuju dapur.
“Ke mana?” tanya Gin, tanpa menoleh Souta menjawab. “Ngambil minuman.”
Atensi Gin kembali beralih pada televisi, bahkan sekarang ia bisa mendengar dengkuran halus di sampingnya.
Harris sepertinya sudah terlelap, dan ia tak akan mengganggu pemuda itu.
Selang beberapa saat, pintu terbuka cukup kencang, menampakkan seorang gadis dengan wajah ceria dan siap berteriak.
“RUNA PUL- Hmp!”
Belum sempat Runa berteriak, sebuah lengan menutupi mulutnya. “Berisik bocil.” Bisik Souta yang baru kembali dari dapur dan berpapasan dengan sang adik.
“Kenapa?” Arion tiba di belakang mereka, menatap keduanya bingung.
“Jangan berisik, Harris lagi tidur.” Ucap Souta pelan pada Arion.
Lirikan Arion beralih pada Harris yang sudah terlelap di sofa, kemudian beralih pada Gin yang juga tengah menatapnya.
“Mmp! Hmp!” Runa coba melepaskan lengan Souta dari mulutnya, yang tentu saja sukses membuat perhatian sang pemuda kembali beralih padanya.
“Makannya jangan berisik.”-Souta
Lengan terlepas, Runa menghirup udara sebanyak-banyaknya karena hidungnya sempat terhalang jari sang empu.
“Runa kan gak tau!” protesnya dengan suara pelan.
“Udah, kalian malah berantem.” Arion mulai berjalan memasuki rumah, disusul oleh Souta dan Runa.
Runa menatap sosok Harris yang masih terlelap, kemudian beralih menatap Gin. “Dari tadi kah Ayis tidur?” bisiknya.
“Baru aja.” Balas Gin sama berbisik. Sang adik mengangguk paham, ia kemudian mulai berjalan menjauhi area sofa.
“Eh! Jus jeruk! Bagi~” Runa mendekat ke arah Souta. Dengan segera pemuda itu menjauhkan minuman miliknya.
“Gak mau, wlee~”
“Bagi dong, Runa juga mau.”
“Ih, bikin sendirilah.”
“Malas...”
“Ya Souta juga males.”
“Dikit aja.”
“Dikit sampe abis?”
“Enggaklah!”
“Nih, es batunya aja mau?” Souta terkekeh seraya menunjukkan es batu di dalam minuman.
Runa menatap datar sang kakak. “Itu mah makanan Souta.”
“Makanan kamu tuh.”
“Souta-"
“Em? Runa udah pulang kah?”
Mereka menoleh ke arah Harris yang mulai bangun, pertengkaran antara Runa dan Souta terhenti.
“Kak...”
“Runa mau jus jeruk? Biar Harris bikinin ya?” Sang empu bangkit dari duduknya, dan berjalan menuju dapur dengan sedikit rasa lelah.
“Hayo loh, kasian Harris.”-Souta
“Runa kan gak nyuruh Ayis bikin minuman.”-Runa
“Dia sendiri yang mau kayaknya."-Gin
Tanpa pikir lama, Runa segera menyusul kakaknya ke dapur, guna menghentikan aksi si pemuda.
“Sayang banget kayaknya...” ucap Arion begitu melihat Runa yang mulai menjauh.
“Kita juga sayang kan sama Runa.”-Souta
Gin mengangguk. “Siapa yang gak sayang? Adik cewek satu-satunya.” Kali ini Arion yang mengangguk setuju.
“Tapi, kasian Harris anjir. Kenapa dia gak istirahat aja di kamar?”-Souta
“Tadi dia mau nungguin Runa pulang di sini.” Jelas Gin.
“Terus? Sekarang kan Runanya udah pulang.”-Arion
Gin mengangkat bahunya, seraya menggeleng. Ketiga pemuda itu terdiam dan mulai mengalihkan atensi kembali pada televisi.
~~~
“Ayis ngantuk banget kah?”
Harris mengangguk pelan, ia memeluk erat sang adik. Runa mengusap surai kakaknya pelan.
Posisinya, Runa bersandar pada kepala ranjang, dengan Harris yang memeluknya dari samping.
Jus jeruk tak jadi dibuat karena Runa memutuskan untuk menyuruh kakaknya beristirahat.
“Gimana sekolahnya?” Harris bertanya, nada suaranya terdengar berat, sudah mulai mengantuk.
“Ayis inget gak sama anak kecil yang nyelametin Runa pas di mall?”
“Hmm, inget.”-Harris
“Nah, tadi Runa seneng banget bisa ketemu dia lagi.”
“Iya kah? Siapa namanya...?”
“Rubi.”
“Ah iya...Rubi...” mata Harris mulai menutup saat merasakan nyaman elusan di rambutnya.
Runa tersenyum manis. “Ternyata kita satu kelas, cuman karena tadi Runa datengnya telat. Runa gak tau kalo sekelas sama Rubi.”
Pemuda itu mengangguk untuk menanggapi adiknya. “Tadi pas Runa mau keluar buat istirahat, dikepung sama siswi buat kenalan. Tapi tiba-tiba Rubi di belakang nyuruh mereka minggir, pas liat rambut sama warna mata Rubi, Runa langsung nyusul Rubi.”
“Eumm, terus...?”
“Runa nyusul Rubi ke kantin, terus Runa nanya langsung ke Rubi, kayak ‘kamu inget aku gak? Anak kecil yang dulu kesasar di mall' gitu kan.”
“Terus Rubi awalnya bilang ‘Enggak tau' atau ‘No', Runa masih curiga, tapi yaudah Runa gak mau maksa Rubi. Eh beberapa detik, Rubi malah ngenalin namanya ke Runa. Dari sana ketauan deh kalo itu beneran Rubi.” Sang gadis tersenyum manis setelah menceritakan semuanya.
“Ah bagus kalo gitu...” lirih Harris, rasa kantuk sudah mulai menyuruhnya untuk segera tidur.
“Runa seneng banget, gak nyangka bisa ketemu lagi sama Rubi. Runa bakal lakuin kata kakak, nyari temen dan jadi temen yang setia!”
Harris terkekeh gemas melihat antusiasme adiknya.
“Tapi buat sekarang, Runa mau nemenin Ayis dulu. Maaf Runa malah cerita-cerita ke kakak.”
“Enggak kok, Ayis seneng kalo Runa cerita, jadi dongeng buat Ayis.”
Senyuman Runa kembali terukir, ia senang dengan respon kakaknya. Elusan di rambut Harris tak terhenti, gadis itu ingin memberikan rasa nyaman pada sang kakak.
-TBC-
Arigato minna^^
KAMU SEDANG MEMBACA
MY LITTLE SISTER [Reader's×Sol.4ce]
FanfictionPara kakak yang masih sangat menyayangi adiknya, bahkan saat sang adik sudah beranjak remaja. Memberikan kasih sayang, dengan 'sedikit' rasa protektif. Tentu saja para kakak yang berbeda kepribadian, namun hanya dengan satu cara mereka memberikan ka...