Ghava baru saja melakukan konseling dengan Dokter Kama. Kali ini, ia keluar dengan membawa satu bungkus permen jelly. Lelaki itu menghampiri sang ayah yang menunggunya di kursi tunggu. Lantas ia memperlihatkan permen jelly kesukaannya yang diberikan oleh Dokter Kama.
"Dikasih jelly, Ayah mau?"
Satya tersenyum, mengacak rambut anaknya dengan gemas. Ia senang karena semakin ke sini, Ghava semakin terlihat baik. Biasanya, ia harus menyaksikan Ghava yang berwajah sendu setiap kali selesai konseling. Tapi kini, wajah anak itu terlihat masih berbinar seperti saat berangkat tadi.
"Buat Ghava aja." Satya lantas merangkul Ghava, membawa anak itu untuk menebus obat lebih dulu sebelum pulang. "Ghava jadi tambah tinggi apa, ya?" ucap Satya yang menyadari jika tinggi badan Ghava terasa bertambah.
"Iya, kah? Seru kalo gitu, apalagi kalo tambah lagi."
"Ayah yang enggak seru. Sensasinya jadi beda kalo Ayah peluk. Ayah maunya kamu segini aja, udah pas."
"Males, Ghava mau lebih tinggi lagi. Ngelebihin Ayah kalo bisa."
"Nggak ada, ntar Ayah teken lagi kamunya biar kembali ke ukuran awal."
"Enak aja. Nggak gede-gede dong." Ghava membuka bungkus permen jelly. Ia mengambil sebuah jelly berbentuk beruang, menekan-nekannya dengan gemas, sebelum ia masukkan ke mulut.
"Biarin, jadi bayi lagi juga Ayah mau. Jangan cepet-cepet gedenya, ah."
Ghava hanya mendengkus. Ia menunggu ayahnya menebus obat dengan duduk di kursi tunggu. Lelaki itu menyalakan paket data usai mendapat ponsel yang semula ia titipkan pada sang ayah. Sekarang, Ghava memang lebih diawasi oleh orang tuanya dalam menggunakan handphone. Takut jika ada hal buruk yang bisa men-trigger Ghava, terutama terkait interaksinya di sosial media.
Ghava mengernyit ketika ada sebuah pesan masuk, dari seorang dengan foto profil bergambar kucing. Seingatnya, ia sudah tak pernah berkirim pesan dengan siapa pun. Ia juga sudah keluar dari grup kelasnya, meski grup itu belum ia hapus. Dengan sedikit ragu, Ghava membuka pesan itu.
+6285875....
Halo Ghavaaa😝😝😝
Ini gue, Resya. Gue dulu yg masukin lo ke gc kelas disuruh Bu Hima,,, jadinya gue sev nomer lo. Sev bek yach Gav😇😇😇😇Ghava diam-diam tersenyum. Chat itu dikirimkan sudah tiga hari lalu, tapi ia baru membukanya. Ghava mengetikkan balasan setelah memikirkannya beberapa waktu.
Saya
Ok.Ghava menuruti pinta Resya untuk menyimpan nomor gadis itu. Setelah selesai, ia terbelalak ketika pesannya tadi langsung mendapatkan dua centang biru---tanda telah dibaca. Tak lama, tampak notifikasi jika Resya sedang mengetik.
Resya
Lo habis dari goaa kahhhh😨😨😨😨
Gw chat dari kapan hari😭😭😭😭
Tp mksiwwww,,, lo lgi aph Gav?😋"Tiba-tiba banget," gumam Ghava yang tak mengira bahwa Resya tiba-tiba menanyakan hal yang sedang ia lakukan. Ghava berpikir untuk membalas dengan kalimat seperti apa. Tak mungkin ia berkata jika sedang ada di rumah sakit. Gengsi sekali.
Saya
Lg main PSGhava sempat menatap ketikan tangannya sebelum mengirimkan pada Resya. Ia pikir itu sudah benar. Biasanya kan anak laki-laki suka bermain PS? Setidaknya itu lebih keren daripada jujur bahwa dirinya baru saja konsultasi soal masalah kejiwaan. Jangan sampai Resya merasa ilfil padanya.
Resya
Ouchhh,,, main PS. Lgi diwarnet yach???Saya
Gk, di rumah
KAMU SEDANG MEMBACA
How to Say "Goodbye"?✔️
Подростковая литература[Brothership/Sicklit/Slice of Life] ● Prekuel dari Se(lara)s ● ⚠️mental illness, suicidal tought, crime, violence ● Trigger Warning: Beberapa konten dalam cerita ini mungkin dapat memicu emosional Anda tentang pengalaman traumatis. So, be wise *** G...