Ghazy tadinya sedang duduk-duduk santai di koridor bersama teman sekelasnya. Namun, ia dikejutkan oleh suara ribut dari kelas sebelah, beriringan dengan beberapa siswa-siswi yang berlarian menuju kelas Ghava.
"Eh, ada apaan ya?" Ghazy sudah bangkit dari duduk. Disusul dengan teman-temannya.
"Ada yang berantem keknya deh, lihat yuk!" Yasha, salah satu teman Ghazy mengajak yang lain untuk ikut dalam kerumunan siswa di kelas sebelah.
Perasaan Ghazy tiba-tiba tidak enak. Benar saja, saat ia masuk ke kelas Ghava, ia disuguhkan dengan dua orang yang sedang beradu sengit. Ghava tampak sangat marah dan berucap dengan nada tinggi di depan Hegar. Ghazy juga bisa melihat tugas proyek pembuatan rekayasa bangunan yang beberapa hari terakhir mati-matian Ghava buat, kini sudah tak berbentuk di atas lantai.
"Lo sengaja kan?! Iri lo sama gue, ha?!" Ghava berteriak di depan Hegar dengan wajah memerah dan rahang mengeras menahan amarah. Ia naik pitam usai Hegar membuat karya yang ia kerjakan dengan susah payah, hancur begitu saja. Ghava menganggap jika Hegar pasti iri karena karyanya tadi mendapat pujian guru sebagai karya terbaik.
"Apaan sih? Cuma kesenggol doang, gue nggak sengaja!"
Ghava tak percaya. Ia melihat dengan mata kepalanya sendiri kalau Hegar sengaja. Bahkan ini bukan pertama kali Hegar melakukannya. Seringkali, jika lelaki itu merasa kalah saing dengan Ghava, dia pasti akan mencari gara-gara.
"Gue bakal laporin guru biar nilai lo dikurangi. Liat aja!" Ghava sudah hendak berbalik dan keluar, tetapi Hegar menarik kerah seragamnya dan mendorong tubuhnya dengan keras hingga menghantam tembok.
"Nggak usah bawa-bawa guru, deh! Manja banget lo sampe bawa-bawa guru." Hegar memandang Ghava dengan alis menukik tajam. Ia sangat kesal dengan lelaki itu yang sangat mudah mengadu pada guru. Padahal ini hanyalah hal kecil yang tak seberapa penting.
"Lo kali yang manja. Nilai kalah dikit aja langsung nggak terima. Lo pikir di sini cuma lo yang boleh pinter? Nggak ada gunanya juga pinter kalo nggak punya etika! Orang tua lo juga ngajarin itu kan sama lo?"
Bugh
Hegar dengan semena-mena memukul pipi Ghava hingga membuatnya sedikit terhuyung. Semua orang yang menyaksikan itu langsung memekik dan terkejut bukan main. Sisanya justru senang, seolah sedang menonton pertunjukan action secara gratis.
Hegar menarik kerah seragam Ghava, mendorong tubuh itu hingga bersentuhan dengan tembok. "Orang tua gue nggak ngajarin itu ke gue. Kenapa, ha?! Mau pamer orang tua juga sekarang? Atau mau sekalian pamerin kembaran lo yang najis dan sok jago itu? Pamerin aja semuanya, gue nggak akan iri sama lo, brengsek!"
Ghava sudah mengepalkan erat kedua tangannya. Dan setelah Hegar mengucapkan kalimat tidak pantas tadi, Ghava membalas pukulan Hegar dengan hantaman yang lebih kuat. Ia tak akan terima pada mulut siapa pun yang berani menghina saudara kembarnya.
"Jaga omongan lo!"
"Anjing!" Hegar yang semula tersungkur kini bangkit. Ia kembali melakukan perlawanan hingga terjadi baku hantam antara keduanya.
Ghazy yang semula menjadi penonton mulai panik saat suasana semakin memanas. "Eh, pisahin dong! Cepetan bantu pisahin!" Ia memandang kanan kiri, melempar tatapan memohon agar beberapa teman membantunya untuk memisahkan perkelahian itu.
"Gue bantu panggil guru!" Yasha langsung keluar untuk memanggil guru.
Ghazy kemudian berlari mendekati Ghava dan Hegar, berusaha memisahkan mereka yang saling mendorong dan memukul satu sama lain.
"Va, udah udah!" Ghazy berdiri di hadapan Ghava, menahan kembarannya yang tampak masih dikuasai amarah. Ia hendak membawa Ghava menjauh, tetapi tiba-tiba seseorang menarik bajunya dari belakang.
KAMU SEDANG MEMBACA
How to Say "Goodbye"?✔️
Ficção Adolescente[Brothership/Sicklit/Slice of Life] ● Prekuel dari Se(lara)s ● ⚠️mental illness, suicidal tought, crime, violence ● Trigger Warning: Beberapa konten dalam cerita ini mungkin dapat memicu emosional Anda tentang pengalaman traumatis. So, be wise *** G...