12 : Reality

26 3 0
                                    

"Teman baru?"

Kernyitan terpampang nyata di dahi sang detektif. Sementara Hyera mengangguk, sengaja menarik lengan pemuda disana dan memperkenalkan pada Wonwoo.

"Kak Wonwoo sudah pernah bertemu dengannya bukan?"

Arah pandangnya lurus pada seorang pemuda yang terlihat menghindari eye contact. Dia mengangguk kemudian membalas dengan suara pelan, "Ya, kami pernah bertemu."

"Apa yang membuatnya datang kesini? Kau memberitahunya?"

Hyera memicingkan mata, merasa detektif itu mulai menginterogasi lagi, "Tidak, kami bertemu di pintu masuk tadi."

Wonwoo menatap pemuda itu, ada begitu banyak pertanyaan yang ingin dia lontarkan tapi memilih diam.

Tetap mengatupkan bibir bahkan untuk beberapa jam ke depan. Dia meraih ponsel yang berbunyi. Beranjak untuk menjauh sedikit seraya menjawab panggilan.

"Saya tidak bisa jika malam ini. Maaf, saya janji besok akan langsung kesana."

Menarik nafas dan menatap ke arah depan. Tangannya meremat ponsel di genggaman. Ada gurat ragu yang tercipta. Indurasmi malam ini terlihat indah tapi tetap saja tidak mampu mengubah suasana gelisah dalam hati.

Dia mengusap wajah, frustasi. Kemudian berjongkok di ceruk rumah sakit. Hanya ada segelintir dokter dan perawat yang lalu lalang. Selebihnya suara hening dan helaan nafas yang terdengar.

"Kau bisa pulang duluan jika mau."

Spontan berdiri tegak. Netra membuka diterpa keterkejutan. Seorang pemuda lain berdiri sambil melipat kedua tangannya di depan dada, berjalan menghampiri.

"Aku bisa menjaga Hyera sendiri. Kau bisa pulang."

"Terima kasih, tapi aku akan tetap disini," respon yang cenderung cepat. Membuat detektif disana mengangkat alis tertarik.

Wonwoo sih tidak masalah. Toh lumayan dia tidak harus duduk sendirian. Jadinya pemuda itu mengambil tempat di samping. Ikut mengamati lorong rumah sakit yang sepi. Tidak ada perbincangan, lebih tepatnya memilih diam.

Lagi, detektif itu menarik nafas dalam-dalam. Apa harus seperti ini terus setiap mereka bertemu? Tidak ada yang mau membuka suara maka dia memutuskan untuk memulai percakapan.

"Jadi, apa aku bisa mampir ke rumahmu kapan-kapan?"

Wonwoo reflek mengumpat dalam hati. Pertanyaan macam apa itu? Dia merutuki mulutnya yang langsung mengeluarkan kalimat tak berguna. Hendak meralat tapi sudah duluan dijawab.

"Iya bisa."

Menoleh cepat. Sungguh di luar prediksi. Wonwoo berpikir pemuda itu akan menolak atau paling tidak tetap menutup mulut. Dia terkekeh merasa aneh kemudian mengangguk.

"Bisa tulis alamatmu?" ujarnya menyerahkan notebook kecil dan langsung diterima pemuda itu.

Netra mengamati pergerakan orang di depannya. Bergumam terima kasih setelah membaca tulisan berisi alamat. Dia kembali memasukkan ke saku lagi.

Wonwoo memberikan secarik kertas kecil, "Siapa tahu kau butuh," celetuknya setelah melihat tatapan tanda tanya.

"Aku seorang detektif sekarang. Itu nomorku, kau bisa menghubungi kapan saja."

Sang detektif mulai terlihat lebih terbuka. Menceritakan tentang dirinya. Mulai dari pekerjaan, tempat tinggal, kegiatan harian, sampai hubungannya dengan gadis yang bernama Hyera.

Semua hanya ditanggapi anggukan dan senyum tipis. Agak kesal, karena tidak mendapat respon seperti yang ia harapkan. Tapi itu sudah bagus daripada langsung ditinggal pergi.

0563Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang