06 : Pretend

28 7 0
                                    

Satu tumpukan mendarat apik di meja kerja. Melirik tak minat beralih melanjutkan mengamati layar komputer.

"Apa lagi? Kau menyelesaikan kasus yang bukan tugasmu?"

Mendengus karena dengan jelas disinggung. Dia bergeming, menarik berkas paling atas dan suara Seokmin kembali terdengar.

"Baru kemarin. Dan mayatnya sedang di autopsi."

Dia membuka lembar kertas kedua, ketiga dan selanjutnya, "Motif?"

"Belum ditemukan, tapi menurut perkiraan karena dendam," dia menjeda ucapan hanya untuk menggeleng dan mendecak persis cicak di dinding.

"Manusia memang makhluk paling menyeramkan."

Dia menoleh, bukan ke arah Seokmin melainkan ke arah jam disana. Mengerling dan senyum yang merambat melintasi wajah yang menakutkan.

"Kemana?"

Tak di jawab karena pemuda itu sudah duluan menyambar jaket dan beranjak dari sana. Seokmin mendesah lelah, lagi dan lagi. Detektif itu selalu bertindak sendiri. Maka dengan sedikit terpaksa dia juga meraih ponsel yang tergeletak di ujung meja dan mengejar langkah Wonwoo yang bersiap masuk ke mobil.

"Hubungi ketua tim dan katakan aku sedang menuju TKP."

Bak membiarkan Seokmin yang mengekori. Dia menyalakan mesin dan melaju melewati persimpangan.

"Apa yang mereka dapatkan kemarin?"

Seokmin berdehem setelah membuka berkas, "Tidak ada yang menarik. Sepertinya dia diserang dari belakang melihat ada bekas perlawanan."

Mengangguk paham. Setelah lampu merah, mobil itu hendak berbelok ke kiri tapi sepertinya keberuntungan sedang tak berpihak.

Sesaat setelah hantaman keras dari arah berlawanan, Wonwoo spontan membanting kemudi mobil ke samping. Mereka menabrak tiang di pinggir jalan, asap keluar dari bagian depan.

Mendesis sakit, kepala pening tak karuan. Netranya buram dan dia susah payah menggerakkan badan. Namun, yang lebih buruk daripada hajaran fisik adalah hantaman di benaknya. Dia tak mampu berpikir, gambar-gambar yang terpecah dan acak meledak muncul, memudar, merekah lagi.

Ocehan orang dan sirene ambulance terdengar rungu. Dia dibantu oleh petugas medis, sempat melirik partner kerjanya yang pingsan, dia menatap sekitar. Terlalu banyak mobil, apa salah satu dari mereka?

"Apa ada yang sakit lagi?"

Menggeleng lemah, karena memang tubuhnya hampir terjembab kalau tak ditahan dua petugas medis. Dia mendongak menatap langit. Bintang pertama mengintip dari balik gelapnya malam. Sial, kenapa harus ada kecelakaan--ah tidak lebih tepatnya sengaja ditabrak. Bajingan mana lagi yang ingin menguji emosinya?

Dengan setengah hati--dan dengusan sebal memburu keluar dari lubang hidung. Karena hal tak terduga yang terjadi, Wonwoo harus menunda investigasinya. Juga setelah menimang-nimang, Seokmin ikut terluka karenanya.








Langkah sedikit terseok mengambil atensi yang lewat. Mereka bahkan menatapnya minimal 3 detik, bagaimana tidak? Wajah lebam dan tangan diperban jelas pemandangan yang aneh--tidak aneh sih mengingat pemuda itu sering melukai wajahnya.

"Kenapa kesini? Aku kan sudah menyuruhmu istirahat. Kalau inspektur melihatmu seperti ini, aku bisa dikira menelantarkan anak didik."

Langkah terhenti. Dia menunduk untuk menyapa sebelum menarik sudut bibir merespon ucapan itu.

"Saya baik-baik saja. Lagipula masih banyak tugas yang belum saya selesaikan. Saya janji akan pulang lebih awal."

Mengusap hidung dan menepuk pundak sekali. Ya bagus. Wonwoo dan ucapannya, siapa yang bisa membantah?

0563Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang