"Maaf, saya benar-benar minta maaf," menundukkan kepala berkali-kali dengan permintaan maaf berebut keluar. Tapi sang lawan bicara sepertinya tidak mau mengakhiri perdebatan ini.
"Hei kau harus ganti rugi, kau pikir aku main-main?!"
Cengkraman pada kerah baju di dapat. Pemuda itu tidak tahu respon apa yang harus dia berikan. Semua serba salah, melawan pasti akan dipukuli, sedangkan kalau diam orang di depannya ini akan terus memaki dan menghinanya.
Maka dia memilih opsi kedua. Merapatkan bibir dan pasrah saat badannya tertarik ke depan dengan telinga berdengung tatkala orang itu berteriak nyaring.
"Saya akan membayar, saya minta maaf sekali lagi," gumamnya menundukkan kepala.
Helaan nafas terdengar, sebuah tangan terulur di depannya, "Berikan sekarang."
Wajah bingung tercetak jelas kemudian orang tersebut mendecak kesal, "Uangnya, kau bilang ingin mengganti. Mana berikan sekarang!"
Tubuh itu gemetar, dia menelan ludah, "Saya tidak punya uang. Apa bisa nanti saja? Saya janji akan membayar penuh."
Nyatanya ucapan jujur itu membuat pipinya memerah. Iya, dia mendapat tamparan kencang bahkan hampir limbung. Pemuda disana memegangi pipi.
"Brengsek kau meremehkanku?! Petugas kebersihan sepertimu ingin sok melawanku hah?!"
Menggeleng ribut. Dia membantah ucapan, "Bukan begitu, tapi saya benar-benar tidak punya uang. Saya tidak pernah meremehkan siapapun. Saya hanya orang bodoh dan miskin. Saya tidak pantas melawan anda."
Dia tidak peduli jika harus merendahkan dirinya sampai di tanah. Yang terpenting dirinya tidak dipukul lagi. Yang penting dia tidak perlu merasakan sakit lagi. Dia tidak peduli jika harga dirinya diinjak.
Menghembuskan nafas kasar. Kemudian kembali melayangkan satu pukulan tepat di wajah pemuda disana. Tersungkur dan merintih. Dia tidak melawan sama sekali, bahkan sampai seseorang datang membantu. Bernegosiasi dengan orang itu dan akhirnya tinggal dia dengan orang yang membantunya tadi.
"Kau baik-baik saja? Astaga kasar sekali orang itu," seseorang membantunya berdiri. Menatap prihatin wajah lebam dan sudut bibir yang terluka.
"Yaampun pasti terasa sakit. Ayo aku bantu mengobati---"
"Terima kasih, aku akan melakukannya sendiri," dia menundukkan kepala dan menolak secara halus tawaran sosok di depannya. Memilih berjalan lunglai menjauh dengan air mata mengalir.
Dia sudah biasa hidup seperti ini. Tapi kenapa masih saja terasa sakit?
Sebenarnya dia memang sengaja mengalah tadi. Kalau tidak ingat dia butuh uang dia pasti sudah menghajar wajah jelek yang menghinanya. Sayang sekali harus terus menahan diri demi pekerjaan.
Pemuda itu berjongkok di belakang pintu. Tangannya masih gemetar menahan emosi. Dia berulang kali menghela nafas untuk mencoba tenang. Orang-orang yang datang ke club memang rata-rata brengsek. Suka berbuat semaunya hanya karena mereka punya banyak uang.
Sedikit meringis merasa perih di sudut bibir. Dia mengacak rambut sebelum kembali berdiri dan mengambil sapu. Melanjutkan pekerjaannya yang sempat tertunda. Kali ini dia akan lebih hati-hati.
Dia tidak tahu harus bersyukur atau justru mengumpati hidupnya saat ini. Di satu sisi dia harus rela menjadi cleaning service untuk mendapat uang, dia juga rela dipukul dan dihina hanya karena masalah sepele. Semua itu dilakukan agar dia tetap hidup. Tapi di sisi lain, dia masih diberi umur panjang. Walaupun mengalami hal yang tak mengenakan, dia masih mampu bertahan. Masih mampu berdiri tegak dengan kedua kakinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
0563
FanfictionKisah dimulai 18 tahun kemudian setelah takdir mempertemukan lagi kakak beradik itu. Apakah dengan kehadiran Mingyu bisa membuat Wonwoo percaya lagi pada harapan? Atau mungkin sebaliknya? *0563 = Please Don't Leave Me. ⚠️Slow Update⚠️