"Oh kak Wonwoo!"
Seruan terlampau ceria membuatnya berjengit. Belum sempat membuka mulut lengannya sudah ditarik memasuki rumah.
Aroma makanan memasuki indera penciuman. Dia sontak menyapa tatkala melihat dua orang menghampiri. Niat hati memberikan barang di tangan namun kembali terkejut dengan dekapan tiba-tiba.
"Kemana saja kau selama ini? Apa harus lewar Hyera dulu baru kau mau mengunjungi kami?" seruan itu datang dari pria paruh baya yang menepuk pundaknya. Sementara Wonwoo hanya tersenyum canggung menanggapi.
Jujur. Ini sama sekali tidak ada dalam rencana Wonwoo. Dia tidak pernah membayangkan bisa duduk tenang bak keluarga yang hangat.
Baginya, manusia itu bullshit. Semua perhatian yang diberikan hanya pencitraan semata. Dia tidak membutuhkan kasih sayang dari siapapun. Karena yang paling mengerti tidak lain adalah dirinya sendiri.
Namun, takdir berkata lain. Setelah kebetulan membantu seorang gadis yang hampir dirampok pada malam hari. Wonwoo mengantar gadis itu sampai di tujuan dengan selamat dan justru disambut dengan hangat oleh kedua orang tuanya.
Ayah dan ibu gadis itu memperlakukannya bak anak sendiri. Awalnya Wonwoo berpikir mungkin itu sebagai rasa terima kasih karena telah menyelamatkan putri mereka. Tapi lama-kelamaan Wonwoo merasa ada yang aneh. Dia bukan hanya diizinkan datang kapanpun ke rumah. Tapi juga diizinkan memanggil mereka dengan sebutan ayah dan ibu. Sungguh, membuat bingung saja.
Pemuda disana berterima kasih setelah dipaksa untuk duduk di meja makan. Dia hanya memandang berbagai makanan berjejer rapi di meja. Piring sudah siap di depan tapi sang empu masih enggan untuk bergerak.
Dia menolak dan berakhir mengatupkan bibir lagi. Kalah telak dengan perlakuan mereka. Dia menghela nafas, meraih sendok dan memakannya dalam diam.
Dia tidak menginginkan ini. Dia tidak butuh semua kepedulian ini. Tidak, harusnya tidak. Tapi kenapa hatinya terasa hangat? Kenapa jantungnya berdebar menyenangkan hingga tak sadar membuat air mata mengalir begitu saja?
Pemuda itu panik mengelap liquid bening yang mengalir. Begitupun dengan ketiga orang yang serentak bertanya khawatir.
"Apa kau tidak suka makanannya?"
Menggeleng cepat sebagai balasan. Dia mengangkat kepala dan menatap bergantian kedua orang tua disana. Berikutnya menjawab dengan suara parau karena menahan isakan.
"Maaf, aku hanya--hanya senang karena bisa duduk bersama seperti ini lagi," ujarnya masih menyeka air mata dan terkekeh sendiri.
"Ah maaf, sekali lagi maaf."
Ucapan pemuda itu sukses mendatangkan rasa iba dari ketiganya. Hyera menepuk punggung pemuda itu menenangkan. Sementara sang ibu meletakkan daging di atas sendok Wonwoo seraya tersenyum hangat.
"Makanlah, dan lupakan semua. Kau hanya harus fokus pada kehidupanmu sekarang."
Dia mengangguk dan beralih memakan makanannya. Masih dengan kepala menunduk. Diam-diam gadis disana mengalihkan pandangan dengan tatapan sendu. Sepedih apa kehidupan yang telah dilalui pemuda itu?
Setelah sedikit drama dari rumah keluarga Kim. Wonwoo menghela nafas kasar. Mengumpati dirinya yang terlalu melankolis. Apa-apaan dia tadi? Menangis hanya karena diajak makan bersama? Bodoh sekali, mau ditaruh dimana wajahnya? Kalau sudah seperti itu dia tidak akan bisa lagi berpura-pura di depan mereka.
"Kak Wonwoo suka film apa?"
Menoleh tersadar. Oh benar gadis tadi masih mengikutinya. Berjalan tepat di samping dengan tangan memegang ice cream. Dia mengintip wajah Wonwoo yang datar, berikut mengerucutkan bibir saat diabaikan lagi.
KAMU SEDANG MEMBACA
0563
FanfictionKisah dimulai 18 tahun kemudian setelah takdir mempertemukan lagi kakak beradik itu. Apakah dengan kehadiran Mingyu bisa membuat Wonwoo percaya lagi pada harapan? Atau mungkin sebaliknya? *0563 = Please Don't Leave Me. ⚠️Slow Update⚠️