09 : Keep Going

26 4 0
                                    

"Jadi, apa yang kau mau?"

Dia membenarkan tatanan rambut yang diterpa angin lalu menyulut api di batang nikotin.

Pemuda disana melirik sekilas. Agak kaget dengan tingkah sosok di sampingnya itu. Dalam hati bertanya, apa seperti ini sifat asli Jang Saerim yang terkenal itu?

"Saya butuh dukungan."

Mengangguk seakan paham. Dia menghembuskan asap sebelum berucap, "Seberapa tangguh lawanmu?"

Yang ditanya sempat berpikir sebentar, kilas wajah seseorang muncul di benaknya.

"Seberapa tangguh jika mampu membayar pengacara dan menyogok media untuk menyebarkan berita palsu?"

Sudut bibir terangkat, "Sepertinya aku tahu siapa orang yang kau maksud," ucapan itu membuat pemuda disana menoleh. Mereka berpandangan selama beberapa detik.

"Berapa banyak yang mampu kau bayar, detektif?"

Kembali menatap ke arah depan dengan kosong. Helaan nafas terdengar, "Tergantung bagaimana hasilnya."

Sosok di sampingnya terkekeh. Beralih menginjak batang nikotin dan menjulurkan tangan, "Ada batas waktu?"

Membalas jabatan tangan dan tersenyum simpul, "Sebelum pengumuman anggota legislatif."

Maka setelah mereka saling mengangguk, percakapan pun usai. Pemuda itu masih di tempat yang sama. Melipat kedua tangannya di dada dan bersandar di dinding.

Dasar sok pahlawan. Kau bukan siapa-siapa Lee Wonwoo. Berhenti bertindak seolah hanya kau yang bisa melakukannya.

Nyatanya hati dan logika berbanding terbalik. Siapa sangka seorang detektif amatir seperti Wonwoo mampu bekerja sama dengan salah satu pihak paling berpengaruh di kota? Awalnya dia juga bingung. Jang Saerim tentu bukan orang gampangan yang akan menerima tawaran bodoh dari orang asing. Tapi apa? Gadis itu justru menjabat tangan Wonwoo dengan wajah riang. Ah apa karena wajah tampannya? Mungkin saja alasan itu lebih masuk akal. Ya, mari teruskan prasangka itu. Karena lebih baik tidak tahu apa-apa daripada berpura-pura bodoh.

Omong-omong, ini hari keempat setelah pertemuannya dengan pemuda itu. Masih lekat di benaknya bagaimana wajah yang sudah lama dia rindu justru tak mau melihatnya. Katakanlah Wonwoo pengecut karena tidak mau susah-susah mencari tahu keberadaan pemuda itu. Brengsek, hatinya sedang denial. Bohong jika Wonwoo bilang tak merindukan adiknya. Lee Mingyu, kau memang bajingan.

Dia melipat lengan baju. Mengusap wajah kasar sebelum berjalan kembali menuju tempat kerja. Sapaan seperti biasa dan ya, setumpuk laporan di atas meja.

"Kasus belakangan ini," ucap ketua tim dan berlalu begitu saja.

Wonwoo mengangkat kening. Pengeboman di tengah kota? Orang iseng mana lagi ini? Dia membuka lembar kertas berikutnya, lagi, dan lagi. Meletakkan di sisi meja yang lain dan fokusnya teralih pada judul laporan dengan map berwarna biru 'pembunuhan 2 pengunjung di sebuah club'. Wonwoo membaca rentetan kalimat, ada beberapa foto korban dan bukti di lokasi kejadian. Nafasnya tertahan tatkala membaca bagian waktu, 'tanggal 18, pukul 23.14'. Pembunuhan? Di club? Bukankah itu sehari sebelum tim mereka menerima panggilan penyerangan? Tidak, tunggu.

Dia menutup map dengan tergesa. Melirik sekilas sebelum memilih menyembunyikan laporan dan bergegas keluar.

"Oh wow detektif, kenapa terburu-buru? Apa ada panggilan mendadak?"

Raut wajahnya kembali melunak saat tak sengaja hampir menabrak Seokmin. Dia menggeleng, "Tidak, aku hanya ingin memeriksa sesuatu." Jawabnya dan berjalan melewati Seokmin tanpa menoleh lagi.

0563Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang