Oke, sekali lagi.
Memutar kunci hingga berbunyi 'klik'. Ia terdiam sebentar mengamati situasi. Saat dirasa aman bergegas mendorong pintu ke dalam. Cahaya remang-remang menyapa indera. Kebiasaan banyak orang untuk mematikan lampu saat malam.
Langkah kaki terkesan pelan, berbanding terbalik dengan deru nafas yang memburu.
Mengumpat tertahan tatkala ponsel berdering. Panik, netra kelayapan kesana-kemari takut ketahuan.
"Aku sedang bekerja, nanti aku hubungi lagi," dia berbisik kecil, mematikan daya ponsel seraya menarik nafas.
Tentu saja itu bohong. Berbohong itu merupakan pembunuhan. Setelah yang pertama, yang berikutnya jadi lebih mudah.
Tidak peduli, yang terpenting dia harus menyelesaikan tugas malam ini.
Kamar dengan pintu berwarna putih gading menjadi sasaran. Memutar engsel pintu dan melongokkan kepala mengintip keadaan.
Sudut bibir terangkat. Dia makin membuka pintu dan masuk ke dalam. Wajahnya tak terlihat karena tertutup. Hanya sorot mata tajam senantiasa mengisi keheningan malam.
Tangan meraih sesuatu dari saku. Tarikan nafas ketiga hingga ia mengayunkan tangan dari atas ke bawah.
Menutup kembali pintu dan bertatapan dengan seekor anjing berbulu putih. Hendak berjongkok tapi gonggongan didapat. Dia menarik tangan lagi, mundur selangkah dan pergi dari sana.
•••
"Jangan seperti itu, mungkin saja dia ingin bertobat."
Mencebik terang-terangan. Menggebrak meja sebagai respon, "Hei, kau pikir aku bodoh? Tidak bisa mencium kecurigaan?"
Seokmin mengindikkan bahu, tidak mau berdebat lebih lanjut. Menggeser kursi ke arah Wonwoo. Berikut spontan memajukan badan membaca layar monitor.
"Heh kau mau apa?"
Kursinya di tendang menjauh. Wonwoo melirik sinis, menutup layar monitornya dengan kertas seraya mengusir Seokmin yang mendengus.
"Wonwoo tolong jangan melakukan hal gila lagi."
"Diam dan kerjakan saja tugasmu."
Seokmin kembali mendengus kasar. Memfokuskan atensi pada pekerjaan sendiri.
Sementara detektif disana sibuk membuka lembar laporan interogasi. Kursi berderit saat ia berdiri. Memacu tungkai cepat menuju salah satu sel tahanan.
Pemuda itu melihat Park Jisung duduk tenang dan sontak berdiri saat mengetahui kedatangannya.
"Detektif Lee," sapanya sambil tersenyum ramah.
Dia melipat lengan panjang dan kokohnya di dada lalu memandang lurus. Mata jernih mirip burung berkilat-kilat.
"Apa yang anda rencanakan?"
Menukik alis, masih dengan ekspresi sama, "Aku tidak mengerti maksudmu, detektif."
Ia menggeleng dan tersenyum. Ia tahu Park Jisung hanya omong kosong.
Langkah dibawa mendekat hingga tepat di depan sel. Wonwoo membuka mulut, "Apapun yang anda rencanakan, saya pastikan tidak akan berhasil. Jadi berhentilah melakukan hal sia-sia."
KAMU SEDANG MEMBACA
0563
FanfictionKisah dimulai 18 tahun kemudian setelah takdir mempertemukan lagi kakak beradik itu. Apakah dengan kehadiran Mingyu bisa membuat Wonwoo percaya lagi pada harapan? Atau mungkin sebaliknya? *0563 = Please Don't Leave Me. ⚠️Slow Update⚠️