16-1

110 7 0
                                    

Kala Anaya tersadar, kabut dan kesuraman yang menampilkan gambaran masa lalu sudah menghilang. Suasana hutan kembali seperti sediakala. Apakah itu mimpi ataukah halusinasi? Namun, rasanya begitu nyata dan rasa sakitnya masih dapat dia rasakan? Anaya memegang dadanya. Dia pun kemudian berlari menuju sungai. 

"Yanaaa! Di mana kamu, Dik?" Suara Anaya melesap di antara pepohonan. Tak Ada jawaban setelah sekian lama. Anaya menjadi semakin panik."Yanaaa, kemari! Kakak janji akan membuatkan burung dan ngasih permen cokelat untukmu!"

Hening. Tak ada suara sama sekali kecuali kicau suara burung dan desau angin yang menggesekkan ranting dan dedaunan. Anaya merasakan bulu kuduknya merinding. Namun rasa takutnya akan kehilangan Yana, membuatnya nekad memberanikan diri menerobos semak belukar menuju hutan yang lebih dalam lagi. 

Anaya melihat jejak kaki berupa rerumputan yang rebah. Arahnya jalan setapak menuju hutan lebat. Namun kiri kanan jalan tersebut dipenuhi banyak semak belukar. Anaya mengeluarkan belati lipatnya dan bersiap dengan kemungkinan terburuk. Beberapa kali dia harus memangkas semak berduri yang menghalangi jalan. 

Hutan masih terang dan cahaya matahari masih memasuki di sela-sela dedaunan dan celah pepohonan. Anaya terus masuk ke dalam dan berteriak memanggil Yana hingga tiba di sebuah lapangan yang luas berumput. Sepertinya itu kawasan padang. Banyak bebatuan terhampar dan menyembul di sela rerumputannya. 

Anaya mencengkeram belatinya. Tempat itu dipenuhi semak yang bergelombang. Banyak binatang bersembunyi di dalamnya. Mungkin ular atau babi hutan yang tiba-tiba menyeruduknya. Atau jangan-jangan ada harimau di sana. Anaya bergidik ngeri. Namun dia memberanikan diri terus berjalan sambil memanggil Yana. 

"Yanaaa .... Yanaaa...." Suaranya bergema hingga kejauhan. Anaya mendengar suara balasan. Namun tak jelas suara apa. Arahnya di depan. Anaya berlari dan menemukan ada aliran sebuah sungai dengan bebatuan. Namun tak ada siapa-siapa. 

Anaya mendengar gemerisik suara di belakangnya. Dia berbalik dan menemukan semak yang bergerak." Yanaaa jangan lari! Kak Ay gak akan marah!"  Anaya berlari dan mengejar, Namun semak tak bergerak lagi. Anaya perlahan mengurainya. Seekor kucing hutan berlari menerjangnya. 

"Aduuuuh!" Anaya jatuh terjengkang. Namun dia bergegas kembali bangun karena telinganya mendengar suara tangisan tak jauh dari sungai. Anaya berusaha menajamkan pendengaran dan memerhatikan arah suara berasal. Angin berembus ke arahnya. Anaya mengikuti arah angin berasal. 

Di tepi sungai Anaya mendengar gemuruh suara air sungai dan sayup-sayup suara tangisan yang nyaris teredam suara alam. Mata Anaya berkeliling. Sesosok tubuh terduduk menangis di tepi sebuah batu besar. 

Anaya berlari menghampirinya. Namun, saat mendekat sosok membungkuk tersebut menghilang! Anaya kaget dan ketakutan. Dia berlari dengan panik ke sana kemari sembari memanggil nama Yana. 

Anaya mulai kelelahan. Secara mental dan fisiknya. Dia sangat takut kehilangan jejak Yana dan sesuatu yang buruk terjadinya. Hutan dan sungai itu semakin lama menjadi semakin menyeramkan. Dia pun terduduk sembari menangis. Dalam hati berjanji akan menjadi istri yang penurut dan saudara ipar yang baik. 

"Tuhan, apa salah dosaku? Apakah meninggalkan rumah menjadikan ini sebagai peringatan untukku? Tuhan, kembalikan Yana padaku! Aku janji akan merawat dia dengan baik sebagai kakak ipar. Aku juga janji akan memaklumi Amar!" Anaya menangis seperti anak kecil yang tak berdaya. Dia merasa menyesal pernah bertentangan dengan keinginan ibunya dan sebelum dia meminta maaf, ibunya sudah menghilang. Jika masih ada kesempatan kedua, dia berharap semesta akan mendengar doanya dan membantunya. 

"Gusti Nu Maha Agung! Dedemit Hutan, Nungageugeuh Solokan, Guruang Gunung, saha wae! Tolong bantu aku! Aku Anaya berjanji, kelak, menurut pada suami dan ibuku! Aku janji, tolong kembalikan Yana padaku!"

Sebuah tangan yang begitu dingin, tiba-tiba menyentuh pundak Anaya dari belakang. Anaya mengira itu adalah Yana dan berbalik dengan lega. Dia mengira Tuhan mendengar doanya dan mengembalikan Yana padanya. 

"Yana!" Anaya refleks memeluknya. "Kakak Ay janji gak akan pergi meninggalkan Yana ke kota. Kakak janji akan menjaga Yana selalu. Jangan pernah tinggalkan Kakak Ay, ya. Kakak mohon." Anaya memeluknya erat-erat. 

Sedangkan sosok tinggi besar yang dikiranya Yana hanya terdiam mematung. Anaya merasakan kejanggalan. Tubuh Yana menjadi sangat besar dan dadanya keras. Anaya pun menarik tubuh dan wajahnya dan melihat sesosok wajah dengan aura menakutkan. Dia mengenakan pakaian hitam-hitam dan ikat kepala hitam. Ada luka membelah alis matanya dan sorot matanya yang dingin. "Aaaa!" dia berbalik dan berniat lari. Namun sayang, kakinya tak bisa bergerak jauh karena tubuhnya tersangkut sesuatu. Anaya menyadari jika orang tersebut menarik ranselnya. 

"Lepaskan aku!  Tolong jangan sakiti aku!" teriak Anaya kalap dan memukul-mukul ke segala arah. 

***

Catatan:

Gusti Nu Maha Agung! Dedemit Hutan, Nungageugeuh Solokan, Guruang Gunung, saha wae!

(Tuhan yang Maha Agung, Hantu Hutan, Yang Mendiami Sungai, Yang Menjaga Gunung, siapa saja!)

Terima kasih sudah berkenan membaca dan meninggalkan jejak. Yuk spam komentar, biar makin semangat update-nya. Ramaikan BB juga di Tiktok ya.

GranumaShop
Glopitaloka



DENDAM NYAI RENGGANISTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang