Special Part 1 - Hope to be Happy

5.2K 298 40
                                        

Akankah ku mampu menjalani kisah tanpa dirimu?

****


Ataya menyerahkan selembar kertas yang dipegangnya di hadapan Agam, dengan tangan gemetar Agam menerimanya. Surat Keputusan cerai Mereka. Kepalanya mendongak, menatap Ataya dengan kedua mata berkaca-kaca.

"Ta. Please jangan tinggalin Mas." Gumamnya lemah, sudah tidak ada tenaga lagi setelah Ataya memutuskan untuk tetap berpisah dengannya.

Ataya menarik napas panjang, berusaha menahan air mata yang hampir jatuh. Hatinya terasa seperti terbelah dua, tapi ia sudah mantap dengan keputusannya. Sudah terlalu banyak luka dan kekecewaan yang mereka alami. Ia yakin bahwa ini adalah yang terbaik untuk keduanya, meski begitu sulit.

"Mas Agam, ini bukan keputusan yang mudah buat aku. Tapi aku udah berpikir panjang, dan aku yakin ini yang terbaik untuk kita," Suara Ataya bergetar, tapi ia berusaha tegar.

Agam menggenggam surat itu erat-erat, seolah-olah dengan cara itu ia bisa menghentikan waktu atau membatalkan keputusan Ataya. "Apa ada yang bisa Mas lakukan supaya kamu berubah pikiran? Aku akan lakukan apa saja, Ta. Apa saja," Pintanya dengan suara serak, penuh harapan yang tersisa.

Ataya menggeleng pelan, matanya berusaha untuk tidak bertemu dengan tatapan penuh harap Agam. "Mas, kita sudah mencoba segalanya. Terlalu banyak luka yang sudah kita buat satu sama lain. Kadang, cinta aja gak cukup untuk memperbaiki semuanya."

Agam menunduk, merasakan beratnya kenyataan yang menimpanya. Semua kenangan indah mereka terlintas di benaknya, dari awal pertemuan hingga saat-saat bahagia yang pernah mereka lewati bersama. "Kamu ingat nggak, saat-saat bersama kita menghabiskan waktu? Kita masih punya banyak alasan untuk menghabiskan waktu bersama."

Ataya mengangguk, mencoba menahan tangis. "Aku ingat, Mas. Dan semua kenangan itu akan selalu ada di hati aku. Tapi sekarang, aku butuh waktu untuk menyembuhkan diri sendiri. Kita butuh ruang untuk menemukan kebahagiaan masing-masing."

Agam terdiam, tak tahu harus berkata apa lagi. Perlahan, ia mengerti bahwa cinta juga berarti harus merelakan. "Kalau itu yang kamu mau, Ta, aku akan mencoba mengerti. Aku harap kamu bisa menemukan kebahagiaanmu. Aku selalu doakan yang terbaik buat kamu dan Kaivan."

Air mata Ataya akhirnya jatuh, tapi ia tetap mencoba tersenyum. "Terima kasih, Mas. Aku juga berharap yang terbaik buat kamu."

Dengan langkah berat, Agam menyerahkan surat itu kembali ke Ataya. "Aku tanda tangan, tapi kamu akan selalu ada di hatiku. Aku hanya gamau buat kamu semakin sakit kalau tetap bertahan sama aku. Kalau suatu saat kamu butuh aku, kamu tahu di mana mencariku."

Ataya mengangguk, lalu berbalik meninggalkan ruangan itu. Setiap langkah terasa berat, tapi ia tahu ini adalah langkah pertama menuju kehidupan yang baru. Begitu juga dengan Agam, yang harus mulai menerima kenyataan bahwa perjalanan cintanya dengan Ataya telah berakhir, namun kenangan dan cinta itu akan selalu menjadi bagian dari dirinya.

***

Ataya dan Kaivan pindah ke apartemen lama Ataya sebelum menikah. Hidup tanpa Agam terasa aneh dan sunyi, tetapi Ataya bertekad memberikan yang terbaik bagi Kaivan. Meskipun Agam masih memberikan nafkah yang lebih dari cukup untuk mereka, Ataya merasa tidak nyaman jika harus terus mengandalkan mantan suaminya.

Setelah Kaivan berusia dua tahun dan sudah bisa ditinggal bersama Neneknya, ibu Ataya, Ataya memutuskan untuk kembali bekerja. Dia menolak menggunakan baby sitter demi keamanan dan kenyamanan anaknya.

Pada awalnya, Agam melarang Ataya untuk bekerja, merasa masih mampu memberikan nafkah yang lebih dari cukup. "Ta, aku masih bisa memenuhi kebutuhan kamu dan Kaivan. Kamu ga perlu bekerja," kata Agam dengan nada lembut namun tegas.

ᴅʀᴀᴡ ᴀ ʟᴏᴠᴇ | JaeroséTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang