Anak-anak asrama pagi itu saling membantu untuk membereskan dan membersihkan ranjang milik Trisha. Gadis paling muda di antara penghuni asrama dan juga pemilik wajah hampir seperti etnis barat itu benar-benar telah meninggalkan Asrama. ranjang nomor 6 itu sekarang kosong tanpa penghuni.
Erine menyerahkan keranjang yang sudah diisi dengan semua barang Trisha itu pada Marsha. satu persatu dari mereka pergi keluar dari kamar setelah menyelesaikan tugas. Erine melepas sarung tangan karet yang dikenakannya, memanggil Oline yang saat itu juga akan pergi dengan membawa tumpukan selimut.
Raut Erine berhiaskan kegelisahan, tampak ada keraguan yang sedang ia timbang, "Hari itu... malam sebelum Trisha hilang-—"
Erine menggeleng resah, rasanya terlalu bertele-tele ucapannya sekarang. ditambah melihat wajah Lelah Oline yang sepertinya terpaksa meladeninya kini.
"Aku ngeliat Trisha kemarin... dia sembunyi di bawah ranjang tidurnya.... dia agak aneh wakt—"
Erine mengingat jelas kondisi dan wajah mengerikan Trisha. tubuh Erine langsung disambar ketakutan dan bulu-bulunya meremang. yang paling utama, tatapan merah darah yang melotot total dari Trisha hingga bisa saja bola matanya itu meletus.
"Trisha... gak baik-baik aja waktu itu...." Erine bersuara jelas lagi setelah berhasil mengontrol dirinya yang sempat terguncang.
"Forget it. lupain semua hal buruk. setiap hari ada aja orang yang akan pergi. kita yang bertahan, hanya perlu melanjutkan hidup tanpa harus merasa terbebani dengan kepergian orang lain" Oline menerbitkan senyuman manis yang berhasil menenangkan Erine. telapak tangan Putih Oline mengusap rambut hitam Erine yang terurai panjang itu.
Oline menjauhkan sentuhannya dari kepala Erine. raut wajah Oline berubah datar, sorot mata sayunya menajam, "Kamu mimpi buruk dan menganggap mimpi itu nyata?"
"Terapin prinsip ini agar kamu nggak kehilangan akal di tempat ini—jangan mudah membenarkan dengan apa yang mata kamu lihat. sekalipun untuk percaya sama diri kamu sendiri. semua yang ada di sini rasanya gak ada yang nyata. cuman diisi kepalsuan dan Ilusi menyakitkan aja!"
"Kendaliin kesadaran kamu supaya gak dibodoh-bodohin dengan bunga tidur yang diberikan Asrama sunyi ini!" Tekan Oline kembali. suaranya setengah marah. benar-benar lelah dengan segala bagian gelap Asrama yang mengganggu kesadaran.
Erine memandang lemah guncangan tubuh Oline yang pergi meninggalkannya. baru kali ini Oline seolah kesal saat bicara dengan Erine. ya... manusia tetaplah manusia, tidak bisa selamanya bersikap bagai gumpalan awan putih yang amat lemah dan lembut.
⛧♛⛧
"Menulis Wishlist?"
"Bukan, itu lebih ke kayak buku diary yang kita tulis di atas batu. selesai menulis satu kisah dan harapan di satu batu, batu itu akan kita susun. dan membuang batu itu ke danau jika salah satu harapan sudah terwujud" Siang, saat matahari terik menerpa bumi, Oline berbaring di hamparan Sava hijau yang di hadapan nya juga ditumbuhi Tumbuhan Bunga Cosmos.
KAMU SEDANG MEMBACA
RED RAIN
General FictionSemenjak pindah ke tempat ini, Erine kehilangan segala perasaan sakitnya. sementara Oline terus yakin, jika semua yang mereka lihat dan alami tidak lebih dari sekedar mimpi buruk. atau mungkin, dia yang menolak kebenaran hidup bahwa mereka nyatanya...