Pagi harinya, Erine dipanggil untuk menemui Shani di ruang kerjanya.
"Mimisan kamu kambuh ya tadi malam?" Tanya Shani, menuangkan Air panas ke dalam gelas. menggeser gelas itu kehadapan Erine.
"Ke 10 murid Asrama ini, termaksud kamu, di didik agar lolos dalam pemanggilan Pelajar untuk berpendidikan di Leiden Academica yang ada di Amsterdam. tempat itu akan merubah hidup menjadi jauh lebih layak" Kata Shani, tersenyum hangat. memperhatikan sosok lemas dan pucatnya wajah Erine yang duduk disebrang Meja nya.
"Agar Lolos, kalian tentunya harus baik dalam Ilmu Pengetahuan dan fisik. Saya akan sangat senang, kalau kamu bisa Lolos dengan mengesampingkan kondisi fisik kamu yang lemah" gapaian Shani membuka Map yang didalam nya tertera Data diri dan Pas photo Erine.
"Erine, kamu akan menerima suntikan dan meminum obat khusus dari saya, supaya kamu membaik"
Erine melirik Shani, perlahan senyum tipisnya terbit, tersentuh karena kepedulian Shani.
"Terimakasih, Madame Shani" Erine berucap pelan. membiarkan saja jamuan Shani—berupa seduhan segelas Bunga Chrysanthemum yang di rendam air panas.
Shani membawa Erine kedalam sebuah ruangan Rawat Khusus di pintu lain ruangan kerja nya. didalam sana, tergeletak Ranjang Besar berserta Alat-alat medis lengkap, Erine menyimpulkan tempat ini seperti sebuah Laboratorium.
Erine hanya diam ketika Shani Membaringkan tubuh nya ke ranjang itu. kemudian Shani mengeluarkan suntikan cukup panjang dan memiliki ketebalan Jarum yang tidak biasa.
Shani terlebih dulu menatap Erine begitu teduh, bibir merahnya melengkung tipis ke atas, "Erine, Shut your eyes, feel the silenced..."
Seolah di dorong oleh angin, sepasang daun mata Erine mengatup dengan mudahnya. Jari-jari Erine meremas Sprai Kasur kala jarum menusuk tangannya. Jarum tajam itu terasa sangat menyakitkan, seakan memaksa untuk menembus tulang belulangnya. sungguh tidak nyaman dari jarum suntik kebanyakan.
Erine sontak membuka matanya dan langsung bangun setelah Shani selesai menyuntiknya. memeriksa bekas suntikan yang meninggalkan lubang cukup besar di kulit nya, namun tak lama kulit nya menyatu lagi, menutup lubang itu.
"Sekarang, minum ini"
Alis Erine bertaut mendapati sebuah pil berbentuk Bulatan kecil yang dikumpulkan dan disatukan hingga berstruktur seperti buah Rasberry berwarna Ungu Kelam di telapak tangan Shani.
Tanpa Berlama-lama, dan sudah tidak tahan lagi mencium aroma menyengat ruangan, Erine mengambil Pil itu, menelan nya langsung.
Erine bingung dengan gelagat Fritzy yang bersembunyi darinya di balik tiang lorong asrama, memutuskan untuk menghampiri.
Fritzy tertunduk, menekan kuat kuku-kuku jari tangan nya ketika Erine sudah berdiri di depan nya.
"Kamu, gapapa, Zy?" mata cantik Erine mencuri lirikan kecil ke arah seekor kelinci putih yang ada digendongan Fritzy.
KAMU SEDANG MEMBACA
RED RAIN
Fiksi UmumSemenjak pindah ke tempat ini, Erine kehilangan segala perasaan sakitnya. sementara Oline terus yakin, jika semua yang mereka lihat dan alami tidak lebih dari sekedar mimpi buruk. atau mungkin, dia yang menolak kebenaran hidup bahwa mereka nyatanya...