Chapter 08 - I wanna be with You

508 146 35
                                    

Kaki putih Erine berselonjor di atas lapangan berlapis tanah ini

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Kaki putih Erine berselonjor di atas lapangan berlapis tanah ini. Warna Alam hari ini lebih menghangat, meski matahari dikerumuni awan tipis.

Pandangan lemah Erine setia menonton kesibukan Oline yang tengah berlari sendiri memutari lapangan. sampai Oline tiba membawa gebuan nafas berat, menyudahi olahraga larinya.

Di sana, Oline menyenderkan tubuhnya pada tiang bendera setinggi 14 meter. Oline menggulung Joger pantsnya hingga batas lutut, kakinya memanjang diatas tanah, menetralkan urat-urat.

Oline yang masih mengatur nafasnya, melirik wajah pucat erine, kulit bibir gadis itu mengering serta warna kemerahan pilu di sekitar hiasan matanya yang berkedip lesu.

"Ara—kali ini dia yang pergi?" Erine bersuara tanpa tenaga pada Oline yang berkeringat.

"Pergi secara diam-diam, seperti yang lain..." Tanggap Oline, berusaha tersenyum tipis ditengah tubuh kelelahannya.

"Kamu benar...." Erine menjeda kalimatnya. debaran sesak yang terasa manis lagi-lagi bertamu pada dirinya, setiap kali nanaran lembut Oline menyorotinya.

"Setiap hari akan ada orang yang pasti pergi..." Lanjut Erine.

Oline memindahkan pandangannya ke arah depan, menembus udara segar yang di hasilkan hutan di sekeliling Willemxander.

"Kamu beneran jadiin Leiden tujuan utama kamu di asrama ini kan? bukan nya apa, kayak nya kamu gak pernah menyinggung soal Leiden selama kita kenal" Erine menggigit bibir bawah nya gusar, "Kamu berlatih keras tiap hari, itu karena Leiden-Amsterdam.... kan?"

Sorot Oline berkedip gusar setengah bingung, "Aku pernah bilang, kalau kita sama? Aku gak punya siapa-siapa lagi, selain diri sendiri. aku yatim piatu entah dari kapan. selain asrama ini, aku gak punya tempat lain untuk disinggahi. banyak yang bilang, tempat ini akan memberikan kita kehidupan. memang benar, kan?"

Oline tertawa kecil, "Disini kita dikasih tempat tidur, makanan, pakaian, pendidikan, dan-teman. lagian, setelah aku menyelesaikan studi di sana, kemana aku harus pulang?"

"Di sana kamu dapet rumah gratis sama pekerjaan kalau udah lulus" Ingat Erine.

"Bukan rumah semacam itu yang aku cari. bagi aku tempat pulang sesungguhnya yaitu seseorang yang bisa kita datangi saat kita dalam masa sulit atau senang. sedangkan aku, siapa yang harus samperin?" Timpal Oline lagi. senyuman tipis itu memancar paksaan.

Jari telunjuk Erine menggores pasir, "Semuanya yakin, kamu sama Lily akan terpilih"

"Itu hanya tebakan manusia. lagian bukan kita yang nentuin, kan?"

Erine menaikan bahunya yang sedari tadi melunglai, nafas sesaknya belum puas dengan obrolan kali ini, "Kamu gapapa, cuman pergi berdua aja sama Lily?"

Oline masih belum merespon, langsung saja Erine menyuarakan ucapan tegasnya, "Aku mau pergi sama kamu. aku mau kita hidup bareng di sana!"

RED RAINTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang