Kembali 867 M

147 31 9
                                    

Pagi menyingsing. Burung-burung bersahut riang. Begitupun rakyat Gstly Eirie, mereka sudah berkumpul di luar istana. Menyambut raja baru mereka.

Riuhnya tepuk tangan sama dengan riuhnya isi kepala. Pangeran Ion hari ini resmi menduduki tahta singgasana. Mahkota Raja Darius pun beralih sangkar. Namun, tak ada raut kesenangan Pangeran Ion yang tergambar. Benar saja, ia sekarang menjadi raja. Namun bukan begini yang dimaksud, ia ingin raja dengan permaisuri di sampingnya. Bukan orang lain, cukup Putri Risnani. Impiannya sirna, Putri Risnani telah tiada.

Sirat matanya teduh pandang. Mengapa? Mengapa Risnani yang harus mati? Bukankah aku yang pantas untuk mendapatkan semua ini? Begitu ocehan racau di dalam selubuk hati sang Pangeran bermahkota.

"Hebat sekali kau," ucap Pangeran Savier seraya bertepuk tangan. "Kau rela mengorbankan kekasihmu demi mahkota raja. Sungguh pemberani." Entah, itu terlihat seperti ledekan dibandingkan pujian. Pangeran Ion hanya memandang, tanpa bersuara. Lelah, ia tak mau menanggapi sindiran sang kakak, dan ia lebih memilih menjauhinya.

***

Hari-hari penuh renungan. Bahkan Pangeran yang sekarang bergelar Raja itu pun tak memperdulikan rakyat yang butuh uluran. Sebuah apel merah jatuh dari pohon, membuat Pangeran Ion mendongakkan kepala. Mengambil apelnya yang sedikit kotor, lalu mengelap sisinya dengan kain yang melilit tubuhnya yang kekar. Pelupuknya penuh, air matanya tak bisa ia bendung. Sampai harapan yang ia rapalkan, sampai doa yang ia langitkan, ia bersumpah jika di kehidupan yang lain ia bertemu dengan Putri Risnani. Ia berjanji akan selalu menjaga Putri Risnani sampai kapanpun.

Ia terus memutar-mutar anak panah dengan ujung berbahan emas yang Putri Risnani beri sebagai hadiah balas budi saat pertama mereka bertemu dan akhirnya mereka memutuskan menjadi kekasih.

Senyum mereka merekah kala itu, dunia mereka menjadi berwarna satu persatu. Setiap ada kesempatan, ia meluangkan waktu untuk bertemu di danau. Dan mulai bermesraan layaknya merpati menemukan belahan jiwanya.

"Saya baru mengetahui kamu adalah seorang Pangeran," ucap Putri Risnani yang tengah tidur berpangku paha milik Pangeran Ion. Meski beralas rerumputan, namun tidurannya begitu nyaman.

Sang Pangeran memainkan anak rambut wanitanya.

"Aku takut jika nanti kita berakhir seperti Rakaku yang kehilangan calon permaisurinya akibat Ayah," ucap resah sang putri, mendongakkan wajahnya hingga kerlingan mata berkaca milik gadis itu tertangkap oleh netra sang tuan.

"Aku akan memperjuangkan cinta kita Putri, bagaimanapun caranya. Aku sangat menyayangimu," tutur Pangeran membuat Putri mengulaskan senyum. "Asal, kamu juga bersedia memperjuangkan cinta kita. Dan berjanji padaku untuk tetap hidup bersamaku hingga akhir hayat," imbuh sang tuan.

Putri Risnani terkekeh, "apakah kamu tidak mempercayai rasa cintaku?"

Pangeran Ion mencubit hidung mungil Putri Risnani. "Aku mempercayaimu Putri, hanya saja aku takut kehilangan kamu."

"Baiklah." Putri Risnani mengajukan kelingkingnnya. "Kamu juga harus berjanji Pangeran."

Pangeran Ion tersenyum, kemudian menyambut kelingking Putri dengan kelingking tangannya. Dan mulai menautkan dua kelingking itu sebagai ikatan sebuah perjanjian. "Janji!"

Kenyataannya, itu hanya janji belaka. Putri Risnani memilih untuk mengorbankan tubuhnya agar sang pangeran hidup lebih lama. Sekarang hidup Pangeran hampa, tanpa seseorang yang membuat senyumnya merekah lagi.

"Pangeran? Oh maaf Raja, boleh saya kesana?" seru Pangeran Satya yang tengah melintas melewati sang Raja.

Raja tercekat. Lamunannya barusan membuyar. Ia belingsatan mencari siapa pemilik suara tersebut. Matanya sampai pada Lelaki tegap yang sudah di depannya. Lelaki itu lantas mengangguk samar, mengizinkan saudara Putri Risnani pergi ke lereng tersebut.

Pangeran Satya melewati Raja, tubuhnya membungkuk sembilan puluh derajat.

Raja hanya malas berbicara. Membiarkan Pangeran Satya berbuat sesukanya.

Saat tapakan Pangeran Satya melewati Raja Ion, sang raja kembali masuk ke dalam lamunan. Bergerilya menyusuri masa-masa indah saat bersama Putri Risnani. Sampai lamunan itu berubah menjadi keinginan. Ia rindu sosok manis yang sempat mengisi harinya.

"Apa aku juga ikut mati? Agar Putri bisa ku temui lagi," lontarnya dalam hati. Ia terus memandangi anak panah itu kemudian menancapkan ke apel yang sempat jatuh tadi. "Iya aku akan menusukkan ini ke jantungku. Agar aku bisa mati bersama Putri Risnani," kelakarnya bersama air mata yang merambat pelan.

Pangeran Satya memandangi Raja dari kejauhan. Ia merasa iba dengan kekasih adiknya. Pantas saja, ia pun pernah merasakan hal yang sama.

Mata Pangeran Satya kontan mendelik, ketika Raja Ion mulai menusukkan anak panah tepat ke urat nadi di pergelangan tangan lelaki bermahkota itu.

"Raja!! Berhenti!" pekik Pangeran Satya menghentikan. Namun naas, pekikan itu sia-sia, pergelangan tangan Raja Ion sudah berumuran darah.

Raja menengok datar ke arah Pangeran Satya.

"Kenapa Anda bunuh diri? Kita bisa bertemu dengan Putri, tetapi bukan dengan cara seperti ini?"

"Saya baru ingin bertemu Putri. Ternyata tidak sakit, saya akan mencoba menusuk ini tepat ke jantung saya," jawab Raja tanpa menunjukan ekspresi apapun.

"Tetapi tidak seperti ini, Raja. Ikut dengan saya!" ajak Pangeran Satya.

"Kemana?"

"Kita akan bertemu Putri Risnani di kehidupan yang berbeda," ungkap Pangeran Satya. Berjalan mendahului raja.

Raja Ion mengerut heran, "Kau bergurau?" tanya sang Raja. Ia lantas berdiri dari duduknya, penasaran ucapan dari tuan yang lebih tua itu.

"Tidak," singkat Pangeran membalas pertanyaan Raja Ion. Raut wajahnya serius, Raja Ion tak punya alasan lagi untuk meragukan ocehan Pangeran Satya yang terdengar tidak masuk di akal.

Akhirnya kedua laki-laki itu mulai menyusuri lembah menuju lereng gunung yang dimaksud Pangeran Satya. Bunga-bunga bersemi dengan kupu-kupu mengelilinginya. Warna-warni, indah sekali, sang Raja sampai takjub atas kuasa sang Pencipta, menciptakan bumi dan isinya.

"Ada apa?" lenguhan Raja Ion setelah tubuhnya menabrak Pangeran Satya yang berhenti tiba-tiba. Netranya mengedar panjang, lelaki itu kebingungan. Cahaya apa yang memenuhi terowongan berbunga itu?

"Disini, saya menemukan Aurora saya." Raja Ion semakin bingung.

"Kita masuk!" titah Pangeran Satya.

"Tunggu! Apa tidak berbahaya." Perasaan khawatir itu menjalar. Raja takut akan dihabisi begitu saja oleh musuh-musuhnya di dalam sana.

"Tidak," balas singkat Pangeran Satya.

Kedua pria gagah tersebut masuk dengan hati-hati. Semua ruangan penuh dengan warna oranye bersinar seri. Netranya bahkan tak bisa mengelilingi. Tak ada sudut, tak ada pintu, tak ada lampu, namun tempat itu terlihat terang-benderang. Seperti masuk ke dalam dunia bergambar yang kertasnya penuh dengan warna jingga. Tempat apa ini? Mengapa ada tempat macam ini, di sini? Di hatinya membludak banyak pertanyaan.

Raja Ion terus saja melangkah, meskipun ia tak tahu tujuannya kemana. Bahkan ia tak tahu yang ia pijak itu apa?

"Pangeran Satya..." lenguhan sang raja, pria tersebut kehilangan jejak Pangeran Satya.

Langkahnya memburu ketika Raja Ion menemukan sinar oranye yang lebih gelap dari lainnya. Selayaknya pintu dari dimensi lain, di dalam sinar itu terdapat sebuah persegi panjang yang terlihat seperti kaca. "Apa alam di sana berbeda?" cicit Raja Ion dalam hati. "Apa benar yang dikata Pangeran Satya?" Pria itu masih menebak-nebak.

Lantas Raja Ion mendekatkan tubuhnya ke sinar tersebut. Menyentuh pelan persegi kaca itu, bukan... ternyata bukan kaca. Entah apa? Namun Raja Ion seperti menyentuh air di dalam danau yang tenang. Ia semakin memperdalam sentuhannya dan akhirnya... ia terperangkap masuk, hingga tertelan oleh benda ilusi berwarna oranye.

Nanti ketemu Pretty🤭 makasih yang udah vote.

Orange Portal (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang