╔────────────────────────╗
⚠︎
Bagian ini mengandung
adegan dewasa berupa
ketegangan seksual dan
deskripsi hubungan seksual
secara eksplisit.
Harap bijak dalam membaca!
⚠︎
╚────────────────────────╝Tempat dan waktu tidak diketahui.
─────────“Kau cantik. Boleh kutahu namamu?” si iblis sunggingkan senyum terbaik. Tangan kanannya secara elegan memutar-mutar gelas tinggi berisi cairan merah gelap yang agak kental, sempurna menyandarkan tubuh pada salah satu pilar. Menatap lelaki manis yang sedari tadi sibuk mengabsen tanaman demi tanaman begitu serius.
Si pirang tak memutuskan fokusnya dari deretan bunga mawar, “Salaga.”
“Salaga?” ia menyeruput sedikit minuman merahnya, “Nama yang unik. Berasal dari bangsa peri? Hanya bangsa mereka yang punya nama khas macam itu. Kau tahu, nama di sana mengandung banyak huruf ‘a’. Aku tidak mengerti mengapa. Seperti milik ibundaku, Dawala.”
Kali ini si manis berjongkok, jemari lentiknya menggapai salah satu daun yang tertanam di tanah. Memperhatikannya seksama, “Benar—bukankah ini jahe?”
Iblis itu mengendikkan kedua bahunya, “Entahlah. Ibundaku yang mengelola taman ini.”
“Ini tumbuhan langka, hanya bisa ditanam di wilayah bangsa peri bagian selatan. Biasa diolah menjadi minuman hangat, sangat cocok untuk musim dingin. Kami biasa menjualnya untuk bagian utara. Oh, bisa juga untuk meredakan sakit tenggorokan, sangat manjur. Bagaimana bisa ia bertahan hidup di tempat ini?”
Semburan tawa ringan mengudara begitu saja, otomatis menarik perhatian si pirang. Pria manis itu menoleh ke lawan bicaranya, perlu sedikit mendongak untuk memperhatikan wajah tengil di sana.
“Ada yang lucu?” ia mengernyit heran.
“Ah, maaf, maaf,” si iblis berdeham, memutus tawanya, “Tidak ada yang lucu. Hanya saja, kau mirip sekali dengan ibundaku. Apa seluruh bangsa peri memang tergila-gila dengan tumbuhan selayaknya kalian berdua?”
Pria manis di sana mendengus, lantas berdiri, “Tergila-gila dengan tanaman jauh lebih baik ketimbang harus tergila-gila dengan darah makhluk lain seperti bangsa Anda, Tuan Daniel.”
Senyum si iblis makin mengembang, “Ah, ternyata kau sudah tahu siapa aku, ya.”
Rambut pirang di sana memberikan lirikan sinis, “Jangan bodoh. Seluruh negeri tahu identitas Anda, Tuan Iblis.”
“Tidak, tidak, tidak,” ia menggeleng-gelengkan kepala, menyempatkan diri meletakkan gelas di tangan ke salah satu meja terdekat untuk lantas menghampiri si manis, “Tak perlu memanggilku seperti itu, aku tidak sepenuhnya iblis. Asal kau tahu, aku juga punya darah bangsamu, Salaga.”
Hanya terpisah satu langkah, keduanya membiarkan diri masing-masing untuk tenggelam dalam manik lawan main. Pupil abu-abu yang berkilau kebiruan beradu dengan sepasang netra merah gelap yang berkilat garang. Helai rambut pirang yang mengembang ringan berhadapan dengan helai hitam legam yang tertata kelewat rapi. Sang putih dan sang hitam, si peri dan si iblis. Beradu bersitatap dengan caranya masing-masing. Selayaknya sebuah kutub berlawan, berhasil menarik satu sama lain tanpa tersadari.
Iblis itu mengangkat telapak tangan kanannya ke arah si pirang, “Biarkan aku memperkenalkan diri lebih baik, tamu peri cantik seperti kau di pesta ulang tahun ibundaku jelas perlu mendapatkan perlakuan sopan santun yang baik. Salam kenal, aku Daniel, putra tunggal keluarga Clovis dari bangsa iblis. Tak perlu khawatir, aku tidak gila darah separah itu macam persepsi di kepala kecilmu.”
KAMU SEDANG MEMBACA
Sayap Pena | Yeonbin
FanfictionMasyarakat kota Keijō (Seoul) akhir-akhir ini tengah sibuk bergunjing pasal salah seorang saudagar kaya raya pemilik bisnis tekstil dan perhiasan, sekaligus direktur muda bank kota, Tuan Choi. Mereka berkata bahwa saat ini Tuan Choi merupakan pria i...