Now Playing: Tulus - Tanggal Merah
"Hidup adalah perjalanan menuju keabadian yang nyata, itulah mengapa tidak ada yang benar-benar bisa kamu miliki seutuhnya di dunia, termasuk rasa bahagia."
Niscala Nawasena
Gue suka olahraga. Meskipun badan gue kurus dan nggak berotot—seperti kebanyakan orang yang suka olahraga. Gue suka basket, meski nggak sering latihan karena ekstrakulikuler tersebut baru dibuka kemarin-kemarin. Dan entah kenapa, dibanding bermain secara tim, gue lebih senang bermain one by one atau sendirian. Iya, sendirian. Cuma ada gue, bola, sama ring doang di lapangan.
Bagi gue, basket bukan sekadar olahraga yang mengasah kemampuan otot kaki dan tangan, tapi juga gimana lo mengasah rasa biar tembakan bola yang dilayangkan nggak meleset ke arah lain. Bermain basket bukan cuma harus menguasai teknik-teknik dasar permainan, tapi juga mengontrol emosi agar nggak terburu-buru dalam mengambil tindakan. Karena kurang presisi sedikit saja, bisa memengaruhi hasil akhirnya.
Gue meraih bola yang menggelinding usai lolos dari ring. Napas gue memburu, keringat mengucur dari pelipis hingga dagu. Kaus yang gue kenakan juga mencetak bentuk abstrak karena basah oleh keringat di punggung. Rasanya lengket dan nggak nyaman.
Sambil menenteng bola di genggaman tangan kanan, gue berjalan ke arah pinggir lapangan. Hari sudah semakin sore, matahari mulai bersiap-siap untuk tenggelam. Tenaga gue juga sudah mulai habis karena sejak tadi dipaksa melakukan gerak terus-terusan. Jadi dibanding gue sakit dan memaksakan diri, lebih baik istirahat dan memulihkan energi.
Nggak lama setelah duduk dan meminum sebotol air mineral, gue mengecek ponsel. Melihat apakah ada pesan penting yang masuk. Meski sejujurnya gue bukan tipe orang yang bermain ponsel setiap waktu. Entahlah, menurut gue sosial media adalah hal yang penting nggak penting.
083xxxx
halo, permisi ...Kening gue berkerut dalam saat melihat sebuah notifikasi yang baru saja masuk. Nomor nggak dikenal.
Siapa, nih? batin gue bertanya.
Karena gue nggak merasa pernah bertukar nomor ponsel dengan siapa pun, gue memilih untuk nggak membuka pesan tersebut. Gue nggak tahu siapa yang kirim, entah mau ngapain, dan yang jelas gue nggak terlalu tertarik.
Jadi, gue memutuskan untuk mematikan ponsel dan menyimpannya ke dalam saku celana. Sebentar lagi hari bakal gelap, gue harus jemput ibu dan pulang lebih cepat.
🐈
Kalian pernah punya satu hari di mana kalian selalu merasa sial? Kalau gue ada. Hari Rabu.
Sejak sekolah dasar, nggak tahu kenapa ada aja hal menyebalkan yang gue dapatkan saat hari Rabu. Entah itu tiba-tiba jatuh dari motor, kehilangan barang, terlambat dan dihukum—meski hari-hari biasanya juga emang langganan telat sih—ya ... pokoknya ada aja hal yang buat gue ngelus dada.
KAMU SEDANG MEMBACA
NISCATALA [COMPLETED]
Novela JuvenilSebab long distance relationship adalah sebaik-baiknya cara kedua insan itu saling mencintai dan mengingat satu sama lain. Niscala mencintai setitik hal yang terjadi di hidupnya yang pelik. Arutala mencinta sekelumit hal yang hadir di hidupnya yang...