06.

130 11 3
                                    

Faizan Afifudin Naf'i adalah nama dari sang Abi yang bernama Naf'i. Awalnya, Izan merasa aneh dengan namanya dan merasa iri dengan nama sang kakak, Adnan Husein. Namun, lama-kelamaan pemuda itu sudah terbiasa.

Kali ini, Izan memperhatikan Adnan yang sedang membersihkan kipas angin.

"Kenapa liat-liat?" tanya Adnan, meski cowok itu tidak melihat, ia sedikit peka dengan keadaan di sekitarnya.

"Kok bisa ya? Faiza suka sama modelan kaya lo, Bang. Iya sih, ganteng, tapi gue masih oke lah," ucap Izan, dibalas tatapan sinis oleh Adnan.

"Faiza yang rumahnya di depan itu, bukan?" tanya Adnan lagi, membuat Izan berdehem mengiyakan.

"Suka dia sama gue? Emang sih, pesona gue nggak bisa tertandingi," Adnan tersenyum tengil, membuat Izan bergidik ngeri hampir melempar sendalnya.

"Assalamualaikum," ucapan salam terdengar dari arah gerbang. Kebetulan mereka berdua sedang berada di depan rumah.

"Waalaikumsalam," begitu menoleh, ternyata Faiza. Gadis itu membawa sebuah kresek hitam.

Adnan ingin bangun menghampiri, namun Izan sudah duluan bangkit, "Biar gue aja," ucapnya.

Izan menghampiri Faiza dan membuka gerbang rumahnya. "Kenapa, Za?" tanya Izan.

Faiza menunduk lalu memberikan plastik itu kepada Izan,"Ini dari Umi."

Saat hendak pergi, Izan menahannya. Tangan mereka sedikit bersentuhan. Faiza menoleh lalu menatap izan.

Satu detik...

Dua detik...

Tiga...

Astaghfirullah

Faiza menjauhkan tangannya, hal itu membuat Izan sadar dan langsung menggaruk tengkuknya yang tidak gatal, merutuki kebodohannya sendiri.

"Maaf... Itu... Cuman mau bilang... Makasih," ucap Izan terbata-bata. Cowok itu terlihat gugup, menutupi rasa salah tingkahnya.

"Iya, sama-sama," jawab Faiza pelan.

Setelah kepergian Faiza tadi, Izan menatap tangan yang tadi bersentuhan. Jantungnya ingin meledak saat itu juga. Ingin rasanya Izan segera menarik Faiza untuk pergi ke KUA dan menikah sekarang juga.


~✿

"Jadi gimana, Zan, jadi ikut party di rumah gue?" ucap Nandra. Mereka sedang berkumpul di depan kelas, menunggu bel berbunyi. Kebiasaan setiap pagi.

"Gue sama Awan juga ikut kok, Zan. Tenang aja, lo gak sendiri," sahut Hanan. Awan yang berada di sampingnya ikut mengangguk sambil mengemil cemilan yang baru dia beli di koperasi.

"Masih pagi juga udah ngemil aja," Sera ikut nimbrung, mengomentari awan.

"Gimana ya... Lu tau sendiri kan sama sikap Abi gue kaya gimana. Nanti kalau ketahuan, bisa dikeluarin dari KK," ucap Izan ragu-ragu.

"Yaelah, party doang masa gak boleh? Kita gak minum-minum juga," kata Nandra, mencoba meyakinkan.

"Tetep aja gak boleh," jawab Izan tegas.
"Abi gue strict banget soal hal-hal kayak gini. Bukan cuma soal minum, tapi juga soal keluar malam dan ngumpul-ngumpul gak jelas."

"Sayang banget, padahal pasti seru," kata Hanan dengan nada kecewa.

"Iya, gue ngerti. Tapi gue gak bisa ambil risiko," balas Izan, menghela napas.
"Mungkin lain kali, kalau gue bisa dapet izin."

FAZANITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang