08

195 13 1
                                    

izan selalu mengingat apa yang selalu uminya bilang: "Seburuk apapun sifat perempuan, sebagai laki-laki kita harus selalu menjaga perasaannya karena dengan begitu, kita menunjukkan rasa hormat dan tanggung jawab kita sebagai laki-laki." Dan disinilah dia, sedang duduk sembari meringis sehabis ditampar oleh ibunya Sera tadi.

"Zan, sakit banget ya pasti?" Tanya Sera yang berada di sampingnya, ikut meringis.

"Pake ditanya, ya sakit lah." Jawab izan sembari pegang pipinya yang memar.

"Maaf, ibu gue kalau lagi mabuk suka hilang kontrol," Sera merasa bersalah, cewek itu menunduk.

"Dari pada Lo dipukulin lagi, mending sekalian aja kena gue," jawab izan enteng mencoba untuk menghibur Sera, membuatnya kembali tersenyum.

"Makasih ya zan, udah belain malam-malam gini ke rumah gue,"

"Santai aja, sesama teman harus saling membantu kan?" Ucap izan membuat Sera mengangguk.

Beberapa jam sebelumnya...

Izan sedang membaca buku yang tadi cowok itu pinjam di perpus. Telfon nya berdering, terpampang jelas nama Sera di sana. Izan segera mengangkat telfon tersebut jarinya menekan tombol hijau.

"Halo, Sera? Ada apa?" tanya Izan.

"Zan... bisa datang ke rumah gue sekarang? Ibu lagi mabuk dan gue takut... Yang lain udah gue telponin juga tapi ga ada yang jawab..." Ucap Sera di balik telfon dengan suara yang gemetar.

Prang... Suara benda pecah terdengar.

"IBU! UDAH BU!" Sera berteriak.

"Ser... Halo?" Telfon dimatikan begitu saja.

Tanpa berpikir panjang, Izan segera mengambil jaketnya dan bergegas menuju rumah Sera.

"Semoga Lo baik-baik aja ser," harap izan dalam hati.

Sesampainya di rumah Sera, Izan melihat pintu rumah sera terbuka sedikit. Ia segera masuk dan menemukan Sera berdiri di sudut ruangan, gemetar ketakutan. Keadaan rumah menjadi sangat kacau. Barang-barang berserakan di mana-mana.

"Tante, tolong berhenti!" teriak Izan, mencoba menghentikan ibu Sera, yang ingin melemparkan sebuah guci yang izan tahu itu adalah guci peninggalan ayah Sera. Guci itu sangat penting bagi keluarga Sera.

Ibu Sera berbalik, syukurlah guci sudah izan pegang dan kembali ia taruh ditempatnya, namun, begitu izan menoleh ibu Sera sudah menamparnya dengan keras.

Plak...

"IZAN!" Sera berteriak melihat itu.

Izan memegang pipinya, tamparan nya begitu keras membuat darah segar keluar dari bibir izan. Astaga, ini sakit sekali.

Sera langsung berlari ke arah Izan, "Zan, kamu gak apa-apa?" tanyanya cemas. Air mata bahkan sudah mengalir di pipi cewek itu.

"Tenang aja, gue gak apa-apa. Yang penting lo aman," jawab Izan sambil menahan sakit.

Izan menghela nafas berat mengingat kejadian itu tapi setelah melihat Sera yang baik-baik saja, izan merasa lebih tenang. Dari pada berlama-lama di rumah Sera, izan memutuskan untuk pamit pulang, cowok itu juga tau ajaran agamanya yang melarang berduaan dengan perempuan yang bukan muhrim lagian Ini sudah larut malam, tidak enak kalau ada tetangga yang melihat. Nanti akan terjadi fitnah yang tidak-tidak.

FAZANITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang