BAB 3 MATAHARINYA AWAN

84 27 5
                                    

Hari pun berlalu tak terasa Matahari sudah hampir seminggu bersekolah di SMA 2 Jakarta ini

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Hari pun berlalu tak terasa Matahari sudah hampir seminggu bersekolah di SMA 2 Jakarta ini. Hari ini Matahari rasanya sangat bosan berada di sekolah, Venus tidak masuk sekolah katanya kesiangan. Lalu, Aluna sibuk dengan urusan osisnya karena beberapa hari ini dia tidak mengikuti rapat osis dan ketinggalan banyak info seputar kegiatan osis. Sang Ketua Osis sampai mendatanginya ke kelas menanyakan alasan Aluna mengabaikan kewajibannya sebagai anggota osis.

Matahari juga merasa ada yang kurang hari ini karena cowok yang sering melontarkan kata-kata manisnya siapa lagi jika bukan Awan Orlando Biantara tidak terlihat dari tadi pagi hingga bel istirahat.

Awan tidak masuk kelas, entahlah kemana perginya cowok itu Matahari merasa ada yang kurang begitu. Bukan karena ada feeling ke Awan ya, hanya saja emmh ah begitulah kayak ada yang kurang karena biasanya cowok itu akan menunggunya di parkiran pagi hari sambil memberikan gombalan-gombalan mautnya tapi seharian ini Matahari belum melihatnya.

Jam Istirahat Matahari habiskan untuk membaca novel diperpustakaan, terlalu serius membaca Matahari tidak menyadari sedang diperhatikan oleh seseorang disebelahnya.

"Cantik banget sih bidadarinya Awan," Ucap Awan pelan namun masih dapat terdengar oleh Matahari. Atensi Matahari teralihkan oleh orang disampingnya yang tidak lain tidak bukan Awan Orlando Biantara.

"Lo?"

"Gue ganggu ya?"

Sebenarnya Matahari agak sedikit terhibur oleh kedatangan cowok itu, karena benar-benar rasanya sekolah hari ini tuh kayak sepi banget gitu lho, apalagi Matahari masih terbilang murid baru belum terlalu mengenal murid lain selain Venus dan juga Aluna.

"Lo udah tahu malah nanya lagi."

Awan menampilkan deretan gigi rapinya, "Awan tahu kok Matahari pasti kangen sama Awan 'kan." Kata Awan dengan percaya dirinya.

Matahari memutar manik matanya malas apalagi saat mendengar gaya bicara Awan yang tiba-tiba berubah seperti itu rasanya dia geli sendiri. "kenapa gaya bicara lo jadi berubah gitu? gue geli dengernya tahu enggak."

"Hehe, mulai sekarang cara ngomong Awan ke Matahari bakal kayak gini terus."

"Apa sih?! Gue geli dengernya mending lo kembali modelan awal kita ketemu deh."

Awan menggeleng tanda tidak setuju, "enggak mau pokoknya Awan bakal ngomong kayak gini terus dan itu cuma berlaku ke Matahari aja kok, kalau sama yang lain Awan bakalan ngomong seperti biasanya.

Matahari menghela napas berat, "terserah deh terserah."

"Oh iya Tari tahu enggak, kemarin Awan enggak masuk kelas karena males sama pelajaran Pak Tono." Kata Awan, Pak Tono itu guru fisika berperut bucit berkumis tebal. Menurut Awan pak Tono itu sangat membosankan ditambah rumus-rumus yang membuatnya mual dan ingin muntah.

"Enggak nanya." Timpal Matahari cuek namun dia sebenarnya dia dengar apa yang dikatakan Awan tadi.

"Enggak apa-apa Awan cuma bilang doang, siapa tahu kemarin Matahari nyariin Awan."

Awan dan MatahariTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang