BAB 11 JADIAN

30 6 3
                                    

Matahari menahan napas dan berkata, "Awan, maaf gue enggak bisa bohong, gue juga suka sama lo

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Matahari menahan napas dan berkata, "Awan, maaf gue enggak bisa bohong, gue juga suka sama lo."

Awan yang mendengarnya terkejut dan merasa tidak percaya dengan apa yang didengarnya.

"Serius, Matahari? Aku enggak salah denger, kan?" Awan bertanya dengan ragu.

Matahari mengangguk pelan, matanya berkaca-kaca. "Iya, Awan. Entah sejak kapan gue ngerasain ini, tapi gue takut ngungkapinnya." Matahari menjeda ucapannya, "gu-gue terlalu gengsi, untuk mengakui perasaan gue sebenarnya." Kata Matahari tidak berani menatap mata Awan yang menatapnya teduh.

Awan terdiam sejenak, mencoba mencerna apa yang baru saja diungkapkan oleh Matahari. Suara hatinya berdesir, bercampur antara rasa senang dan bingung. Dia tidak pernah menyangka bahwa perasaannya kepada Matahari akhirnya terbalas juga.

Awan tersenyum, dia masih tidak percaya dengan apa yang didengarnya barusan. "Jadi, sekarang kita...?"

Matahari mengangguk, memotong kata-kata Awan." Kita bisa coba, Awan. Kita bisa memulai hubungan ini bareng-bareng." Ucap Matahari.

Meskipun Matahari baru mengenal Awan belum lama ini, perlakuan Awan mampu membuatnya merasa nyaman. Biarlah orang menilai Matahari gampang jatuh cinta, yang penting perasaannya tulus dan apa adanya.

Matahari selalu merasa hatinya berdebar setiap kali Awan mengirim pesan singkat atau sekadar bertanya tentang kabarnya. Setiap pertemuan mereka selalu meninggalkan kesan mendalam di hati Matahari. Meskipun hubungan mereka masih baru, Matahari merasa telah menemukan tempat di mana dia bisa menjadi dirinya sendiri tanpa perlu berpura-pura.

Awan ingin memeluk Matahari, karena saking bahagianya. Tadinya dia mengira Matahari akan menolaknya dengan mengatakan tidak memilki apapun rasa apapun padanya, namun jawaban Matahari justru diluar prediksinya. "Boleh peluk?"

Matahari mendengkus, "Baru aja jadian udah mau main meluk-meluk aja lo."

Awan terkekeh melihat wajah Matahari ketika kesal seperti ini terlihat menggemaskan di matanya. "Aku cuma pengen nunjukin betapa senangnya aku, kalau enggak boleh juga enggak apa-apa kok."

Matahari memutar matanya, tapi senyuman kecil mulai muncul di sudut bibirnya. "Yaudah, sekali ini aja, ya."

Awan mendekat dengan hati-hati, lalu memeluk Matahari dengan lembut. Hangatnya pelukan Awan membuat Matahari merasa tenang dan nyaman. Sesaat mereka berdiam dalam keheningan, merasakan detak jantung masing-masing.

Namun, momen hangat itu terganggu oleh dering ponsel Awan. Awan mendengkus sebal, siapa sih yang meneleponnya, mengganggu saja. Dia ingin mengomeli namun saat melihat nama 'Mama' di layar ponsel, dia susah payah menelan salivanya. Awan ingat bahwa dia masih dalam masa hukuman oleh Papa dan Mamanya. Dia dilarang keras untuk keluar rumah selama seminggu kecuali ke sekolah, tapi dia justru melanggarnya, membohongi satpam dengan mengatakan bahwa kedua orang tuanya mengizinkannya keluar, padahal itu bohong. Kebetulan Papa dan Mama Awan sedang ke luar negeri untuk perjalanan bisnis.

Awan dan MatahariTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang