BAB 19 CAMPING PART 3

27 9 1
                                    

Mars berdiri di tengah lingkaran api unggun yang menyala terang, sinarnya memantul di wajah-wajah yang berseri-seri di sekelilingnya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Mars berdiri di tengah lingkaran api unggun yang menyala terang, sinarnya memantul di wajah-wajah yang berseri-seri di sekelilingnya. Suasana malam yang dingin terpecah oleh kehangatan api dan suara gitar yang dimainkan salah satu teman mereka. Bintang-bintang di langit seolah menyaksikan momen ini dengan penuh antusiasme.

Mars memandang sekeliling, menatap wajah-wajah yang akrab baginya. Namun, tatapannya berhenti pada satu sosok yang membuatnya tersenyum. Di seberang api unggun, Venus duduk sambil tertawa bersama Matahari dan Aluna, rambutnya yang panjang tergerai indah dan matanya berbinar dalam cahaya api.

Mars mengambil gitar dari temannya, menyetelnya sebentar, lalu menatap Venus dengan penuh arti. Suara obrolan di sekitar mereka perlahan mereda, semua orang tertarik oleh apa yang akan dilakukan Mars. Dia memetik senar gitar dengan lembut, menciptakan melodi yang menenangkan hati.

"Lagu selanjutnya gue persembahkan buat seseorang," ucap Mars, suaranya terdengar jelas meskipun lembut. "Kebetulan orang itu ada di sini."

Seputih cinta ini takkan pernah ternoda seperti hatiku cintaku hanya untukmu percayalah kasih tiada yang lain di hatiku selain dirimu yang kucinta kan ku jaga kan ku simpan di lubuk hatiku kan ku bawa dalam hidupku sampai mati hanyalah dirimu yang kucinta tiada yang lain di hatiku selain dirimu, oh yang kucinta.

Semua orang terdiam, terpesona oleh nyanyian Mars. Mereka bisa merasakan emosi tulus yang mengalir dari setiap kata yang dinyanyikan. Saat lagu berakhir, tepuk tangan gemuruh memenuhi udara malam yang dingin. Mars tetap menatap Venus, memberikan senyuman yang hanya untuknya. Entah mengapa, Venus merasakan bahwa lagu yang dinyanyikan Mars ditujukan kepadanya. Setiap kata dan melodi seolah-olah berbicara langsung ke hatinya. Dia merasakan kehangatan dan ketulusan dalam suara Mars, dan apalagi tatapan terus mengarah kepadanya. Bukan kegeeran tapi, ah sudahlah, Venus juga sulit mengartikannya.

Saat Mars menyelesaikan lagunya, seketika suasana menjadi hening. Namun, detik berikutnya, tepuk tangan gemuruh memenuhi udara malam yang dingin. Semua orang bertepuk tangan, beberapa bahkan bersiul dan bersorak, menghargai penampilan Mars yang luar biasa.

****

Malam yang dingin di hutan semakin meriah dengan tawa dan obrolan. Api unggun berkobar hangat, menerangi wajah-wajah yang penuh semangat di sekelilingnya. Matahari, Awan, Meteor, Aluna, Mars, dan Venus duduk dalam lingkaran, siap untuk memulai permainan klasik yang selalu membawa keseruan: truth or dare.

Matahari, dengan senyum ceria, membuka permainan. 'Oke, siapa yang mau mulai duluan?" tanyanya.

Awan, yang selalu penuh semangat, mengangkat tangan. "Gue dulu deh! Oke, siapa yang mau jadi korban pertama? Mars, truth or dare?"

Mars berpikir sejenak, lalu dengan senyum nakal berkata, "Dare."

Awan tersenyum lebar, sudah memikirkan tantangan yang menarik. "Oke, Mars. Kamu harus menyanyikan sepenggal lagu romantis sambil menatap mata Venus!"

Awan dan MatahariTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang