2 part menuju end 😍Dilain tempat, dada Bion bergemuruh mendapat berita dari Bram. Ia ingin segera menyelesaikan pekerjaanya di sini.
Ia juga tak mungkin menghubungi gadisnya hanya melalui telepon. Ia ingin mendengar langsung darinya.
Bion memajukan semua jadwal pekerjaaannya dan ingn segera pulang. Bahkan beberapa kali ia kehilangan fokusnya.
"Terimakasihh" Lala menutup ruangan dosen itu. Bimbingan kali ini berjalan dengan lancar. Lala benar benar bersyukur mendapat dosen pembimbing yang baik dan pengertian padanya.
Lala baru saja akan menghubungi Dito agar menjemputnya, namun ia lupa mengcharge ponselnya sehingga ponselnya mati.
Lala berencana meminjam charge kepada petugas satpam yang berada di pos. Namun baru saja ia melangkahkan kaki seorang mahasiswa menyerempet tubuhnya membuat Lala terjatuh hingga pingsan.
***
LALA POV
"Dito akan nikahi Lala maa" suaranya terdengar sesak.
"Dito kamu jangan gila yaaa!" Suara Tante Tina meninggi.
Aku membuka mataku perlahan. Suara bising itu benar benar mengangguku. Kepalaku masih terasa pusing, dan mataku masih enggan membuka lebar. Aku berusaha mengamati sekitar. Terasa familiar bagiku.
Aku mendengar tangisan yang tak asing bagiku. Rasanya sangat dekat, seperti disampingku.
"Mbakk udah mbaa udah" Suara ibu, aku dimana?
Aku membuka mataku perlahan. Orang orang mulai mengerubungiku.
"Lala?"
"Sayang kamu udah sadar?" Mama bertanya, dengan tangisannya.
Aku berusaha mendudukan tubuhku, bersandar di sofa. Ibu membantuku, perutku sudah mulai membesar dan itu sedikit menyulitkan ku.
Sialan, perutku sudah membesar. Bagaimana jika ibu tau. Sontak aku menatap semua orang yang ada disana. Mulai dari papa, mama, Baim, pakde, Bude, Mas Dito serta Vania.
Mereka semua diam, menatapku dalam. Terlebih papa . Aku yakin mereka semua sudah pasti mengetahuinya.
"Lalaa" panggil Mama lembut.
Aku menoleh, mama menatapku sedu. Matanya masih memerah, terlihat habis menangis hebat.
"Tante, Dito yang tanggung jawab. Dito yang akan nikahi Lala tante" Mas Dito berlutut pada mama. Ia menggegam tangan mama kuat.
Mama menangis, lagi. Tante Lina juga. Kesadaranku sudah penuh, namun entah kenapa aku masih belum bisa berekspresi apapun.
Tante Tina memeluk mama dari samping.
Mama memandangi Mas Dito dalam dalam. Ia memeluk Mas Dito sambil terus menangis. Keadaanya cukup keos. Vania menatapku sedu. Dia pasti juga bingung dengan keadaanya.
Seseorang mengetuk pintu membuat kami semua kompak menoleh. Vania yang duduk di dekat pintu dengan sigap membukanya.
Mas Bion.
Matanya menatapku tajam. Seolah menusukku ke titik terdalam. Ia meletakkan ranselnya begitu saja disana. Segera menghampiriku. Memeriksa keadaanku.
Mas Bion meraba kepala serta wajahku, memeriksa seluruh tubuhku. Dadaku mendadak penuh melihat kehadirannya. Kehadirannya yang benar benar aku rindukan.
"Mass" air mataku sontak tumpah. Mengalir deras membasahi pipiku.
Mas Bion merengkuh tubuh mungilku ke dalam pelukannya. Memelukku lebih erat ketimbang biasanya. Aku tak memperdulikan mereka yang menatapku. Nyatanya Mas Bion yang selama ini aku butuhkan.
"Bion, kenapa kamu bisa disini?" Tanya Tante Tina saat mas Bion melepas pelukan.Mas Bion tersenyum samar membuat Tante Tina kebingungan.
Kami semua duduk melingkar, disampingku ada mama dan tante Tina. Ayah dan pakde dihadapanku. Vania dan Baim di samping kiri. Sisa Mas Dito dan Mas Bion di samping kanan. Kami semua saling berhadapan. Suasananya sangat canggung.
Papa menghela nafas berat.
"Om, Dito akan bertanggung jawab menikahi Lala" seperti mengetahui kedatangan Mas Bion, Mas Dito mencuri start pada Papa.
Jelas hal tersebut mendapat penolakan dari Mas Bion. Ia memelototi Dito.
"Kenapa?" Mas Bion menahan tubuh Mas Dito agar mereka saling berhadapan.
"Gue yang akan nikahi Lala. Kenapa?" Tanya Mas Dito sedikit menantang.
"Calon bayi dalam perut Lala itu milik gue!" Mas Bion berdiri, menatap Mas Dito yang lebih rendah darinya.
"Bajingannnn!!" Pukulan melayang tepat di pipi kanan mas Bion. Tak mau kalah, Bion balas memukul wajah Dito. Suasana mendadak kacau. Kedua wanita di sampingku berteriak histeris membuat kepalaku kembali pusing.
"Masss udah" Baim melerai, ia berdiri diantara keduanya. Tinggi badannya hampir sejajar dengan saudara sepupunya itu.
"Asal lo tau, gue yang anter Lala periksa rutin ke dokter. Gue yang buatin susu setiap malem, gue yang pijit kakinya waktu dia kram, GUE YANG SELAMA INI JAGAIN LALA, KEMANA LOO!!!?" Mas Dito mencengkram kerah kemeja Mas Bion.
Mengingat beberapa bulan yang sudah ku lalui dengan Mas Dito membuat hatiku kembali tercabik cabik. Mas Dito mengorbankan banyak waktu untukku. Sedangkan Mas Bion entah kemana.
Mas Bion menunduk menatap lantai ruang tamu. Ia membenarkan seluruh ucapan Adiknya. Ia tak ada saat Lala membutuhkannya. Harusnya ia yang ada disana.
"Sialan lo, harusnya setelah pertemuan terakhir kita lo jangan pernah muncul di hadapannya!" Mas Bion kembali berapi api.
Lala kembali mengingat malam saat Bion kembali dengan keadaan mabuk berat. Membuat dirinya berakhir seperti sekarang ini.
Semua orang disana termasuk aku tak mengerti dengan apa yang dua orang itu perdebatkan. Bion sendiri tak menjelaskan apa yang terjadi pada malam itu.
"Jadi ini maksud lo, membuat Lala seperti ini lalu meninggalkanya!" Mama masih menangis tersedu sedu. Bude serta pakde menyimak apa yang anak mereka perdebatkan sehingga terjadi perkelahian sengit ini.
"Lala menutupinya dari gue, Kalau saja Bram ga telpon gue malam itu gue gaakan tau" Mas Bion mengontrol nafasnya. Ia mengacak acak rambutnya kasar.
"Kenapa kamu ga kasi tau mass" Mas Bion berlutut di hadapanku. Menggenggam tanganku yang terasa dingin. Meskipun Mas Dito yang selama ini menemaniku. Nyatanya Mas Bion yang sebenarnya ku butuhkan. Sosok ayah dari bayi yang dikandungnya. Bahkan seperti ikatan batin antar ayah dan anak aku merasakan gerakan dari perutku.
"Om mau bicara dengan kalian berdua" papa berdiri, kemudian berjalan ke dapur menuju halaman belakang. Pakde mengikuti kedua putranya takut terjadi hal yang tidak di inginkan.
Gasabar end guysss 😍😍