10

248 40 0
                                    

Lavella yang mendengarnya terdiam. Dia ingin mendengar Tyrone mengatakan yang sebenarnya. Mungkin kalau Tyrone mengakuinya dan memiliki alasan yang jelas atas tindakannya, Lavella tidak akan begitu membenci pria itu dan bahkan merelakannya. Lavella bisa mati sendiri, pria itu tidak perlu dibawa bersamanya. Tapi sampai akhir Tyrone tidak mengatakannya. Pria itu mengakui bersalah tapi dia tidak mengatakan kebenaran atas kelakuannya.

Lavella mempertanyakan lagi, apa sebenarnya alasan Tyrone begitu membenci ayahnya? Membenci Capeland? Sampai pria itu sendiri yang turun tangan menghabisi seluruh orang yang dicintai Lavella. Apa yang dilewati Lavella?

***

Lavella tidak sadar dia tertidur sampai dia merasakan sakit di kakinya. Dia meringis dan menatap Tyrone yang sedang mengobatinya.

"Aku membangunkanmu?" tanya pria itu yang sedang memangku kaki Lavella.

Lavella menatap ke jendela kamar, menemukan cahaya yang mengintip dibaliknya. "Sudah pagi?" tanjya gadis itu memastikan kalau itu memang cahaya alam, bukan karena Tyrone ingin membakar seseorang.

"Siang lebih tepatnya. Tadinya aku berniat menunggu sampai kau bangun. Tapi lukamu bisa bertambah parah jadi aku melakukannya dengan hati-hati. Siapa sangka kau tetap bangun olehku."

"Tidak masalah." Lavella berusaha bangun. Dia menyentuh kepalanya dan besi yang menahan gelungan rambutnya ada di sana. Dia menarik kakinya dari Tyrone karena pria itu tampak sudah selesai mengobatinya. Sepertinya pria itu memang melakukannya dengan sangat hati-hati. Lavella terbangun malah setelah kakinya selesai diberikan obat. Lavella kemudian ingat dengan Henson. "Apa kau sudah menemukannya? Henson?"

Tyrone yang mendengar gadis itu mencari pria itu merasa tidak senang. Dia menatap Lavella dengan pandangan dalamnya.

"Kau tidak melukainya, kan?" tanya Lavella memastikan.

"Mereka belum menemukannya. Kau tenang saja. Tapi berhenti mengkhawatirkan pria lain, kau akan membuat aku tidak senang, mengerti?"

Lavella terdiam dan mengangguk akhirnya. Dia tidak dapat membuat masalah dengan Tyrone sekarang. Satu-satunya yang bisa membuat dia mengakhiri kehidupan Tyrone adalah dekat dengannya, jadi Lavella akan melakukan apa pun untuk membuat Tyrone tetap ada di sisinya.

Suara panggilan dari luar memutuskan pandangan Tyrone dari Lavella. Dia meminta masuk ke kepala pengawalnya yang segera masuk dan menatap Tyrone. Juga Lavella yang gaunnya sudah berganti dengan warna putih tersebut.

"Kami menemukan Tuan Henson, Yang Mulia."

"Bagus. Berikan saja dia peringatan agar tidak mendekati ratuku. Dan dia tidak lagi boleh memasuki istana sampai waktu yang tidak ditentukan."

"Itu masalahnya, Yang Mulia."

Keduanya menatap kepala pengawal itu yang tampak resah.

Bahkan Lavella menemukan degup keras jantungnya saat mendengarnya. Seolah tahu apa yang akan dikatakan selanjutnya oleh kepala pengawal tersebut.

"Apa maksudmu masalah?" Tyrone memastikan.

"Tuan Henson menerobos masuk ke istana. Dia bersikeras ingin bertemu dengan Ratu Lavella. Kami sudah memberikan ancaman pada Tuan Henson tetap tidak mau mundur. Apa yang harus kami lakukan?"

Tyrone menekan tangannya ke kepala. Dia sudah bermurah hati tapi pria itu tampaknya sudah tidak menyayangi kehidupannya sendiri hingga membuat Tyrone berada pada ambang batas sabarnya. "Aku akan menemuinya." Tyrone berdiri.

"Tidak ...." Lavella mendongak. Memohon.

Tyrone menatap sejenak dan tahu seperti ada yang disembunyikan. Pria itu mengabaikan Lavella dan melangkah pergi meninggalkan kamarnya. Dia meminta kepala pengawalnya membawa Henson ke depannya dan melihat apa sebenarnya yang akan dilakukan pria itu.

Tidak lama Henson sudah dijatuhkan ke depan kakinya. Itu membuat Henson mendongak dan memberikan anggukan hormatnya pada Tyrone. Setelahnya Henson menatap ke belakang, menemukan Lavella dan gaunnya yang sampai menyapu lantai. Gadis itu agak terpincang-pincang mendekatinya.

"Putri Lavella, saya mohon ...." Henson hampir menangis. Pria itu memang tidak memiliki kekuatan apa pun. Tidak bisa berpedang bahkan ikut berperang dia juga akan dengan mudah dipukul mundur. Henson hanya memiliki hati yang lembut dan penyayang, itu bisa menjadi kelebihan tapi juga bisa menjadi kelemahan. Sekarang jelas hati itu menjadi kelemahannya. "Anda memikirkannya lagi."

Lavella mendekat, berdiri di depan Henson. Tapi tidak bisa lebih dekat lagi karena tangan Tyrone sudah menghadang. Tidak memberikan jalan baginya menyentuh Henson. Itu membuat Lavella menatap Tyrone kesal tapi Lavella tidak mengatakan apa pun. Dia memandang Henson dalam dan meminta pengertian lewat pandangannya. "Hen, kembalilah. Pulang dan nikmati hidupmu. Jangan membuat masalah di sini, aku tidak ingin kau terluka."

"Aku tidak bisa kehilangan anda. Aku mohon, jangan melakukannya."

"Hen, aku mohon. Ya?" Lavella membujuk dengan lembut.

Tyrone yang tidak menyukai bagaimana perlakuan Lavella pada Henson segera berteriak meminta pengawalnya menyeret pria itu. Saat Henson berhasil diambil oleh kepala pengawal dan hendak dibawa pergi, kepala pengawal lengah, tahu kalau pria itu tidak memiliki kekuatan apa pun tapi saat Henson memiliki tekad melawan, dia bisa dengan mudah lepas dari pegangan kepala pengawal dan pria itu segera meraih Lavella seperti hendak membawanya pergi.

Pupil Lavella membesar. Apalagi saat dia melihat Tyrone menghunus pedang ke arah Henson. Itu membuat Lavella bergerak dengan cepat dan segera menancapkan besi yang menggelung rambutnya ke dada Tyrone. Semua orang tercengang dengan kecepatan perubahan yang terjadi. Apalagi Henson yang segera terjatuh ke tanah saat kepala pengawal menendang kakinya.

"Kau melukaiku demi dia?" tanya Tyrone dengan wajah berang. Dia menatap ke dadanya dan melihat besi kecil itu yang jelas tidak akan memiliki dampak apa pun padanya.

***

Ready Ebook di playstore
Tamat di karyakarsa
Bisa beli pdf di aku

Sampai jumpa mingdep 😘

Rebirt The Queen (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang