BAB 13

23 8 29
                                    

Aruna mengambil jurus seribu langkah setelah turun dari motor milik Sagara. Dilihatnya kondisi dalam rumah yang seperti habis diterjang badai.

Buku majalah yang berserakan, vas bunga yang jatuh dari tempatnya, dan sebuah kotak yang isi dalamnya sudah berhamburan. Kotak itu berhasil menyita perhatian Sagara, sedangkan Aruna menelusuri setiap sudut rumah, mencari keberadaan sang mama dan adiknya.

"Mama!!" teriaknya, "Naya!!"

"Kakak!" balas Naya berteriak.

Itu dari arah dapur, tanpa membuang waktu lagi Aruna segera berlari ke sana. Tubuh gadis itu membeku melihat kondisi sang mama saat ini, berjongkok di sudut meja dengan rambut yang berantakan. Pecahan piring dan gelas di mana-mana.

Nayanika dan Bi Puput terlihat berusaha menenangkan Megumi yang sepertinya menangis.

"Ma." Dengan gerakan pelan, Aruna menyentuh bahu sang mama yang bergetar. Sentuhan itu menarik fokus Megumi. Ibu 3 anak itu menoleh ke arah si anak tengah. Detik berikutnya teriakan histeris lolos dari bibir wanita berusia setengah abad itu.

"Aaarrrrggghhhh!!!!!!" Secara spontan ia mendorong Aruna sekuat tenaga, membuat gadis itu jatuh terduduk. Telapak tangannya mendarat di atas pecahan kaca. Kulitnya tergores, walaupun banyak darah yang keluar, karena lukanya cukup banyak.

"Pergi kamu pembunuh!!" caci Megumi. "Pembunuh! Kamu bunuh anak dan suami saya!!" jerit Megumi histeris dengan mata memerah, wajahnya sembab.

Melihat itu hati Aruna seperti digores dengan besi panas. Dicaci dan melihat kondisi sang mama seperti ini dalam satu waktu adalah sakit yang sangat.

"Maafin Aruna Ma, maaf." Dipeluknya tubuh sang mama yang masih bergetar.

Megumi meronta dalam pelukan sang anak. Terus ia pukul tangan dan punggung kecil milik Aruna.

"Maaf Ma maaf," kata 'maaf' tak pernah ada spasi dari lisan gadis itu, tak peduli tubuhnya yang sakit karena pukulan dari mamanya.

Cukup lama Aruna memeluk mamanya, sampai akhirnya Megumi kehilangan kesadarannya. Sadar sang mama sudah tidak lagi meronta Aruna sedikit melonggarkan pelukannya, tapi tidak melepaskan.

"Gue bantu angkat." Itu suara Saga yang sedari tadi ada di sana melihat dengan jelas semua adegan yang terjadi.

Sagara membawa Megumi sampai di kamarnya. Diletakkannya dengan hati-hati mama dari gadis yang ia cintai itu.

Tanpa mengatakan sepatah kata pun, Aruna keluar dari ruangan yang bernama kamar itu kemudian Sagara menyusulnya. Gadis itu ternyata menuju teras rumahnya, duduk di sana dengan kepala yang menengadah.

Malam itu, bintang beramai-ramai menunjukkan eksistensinya. Bertebaran di seluruh bumantara, seolah menghibur hati Aruna yang sedang diselimuti nestapa.

Sagara ikut bergabung di sebelah Aruna, menarik telapak tangan Aruna yang terlihat banyak luka gores di sana. Dengan sangat hati-hati ia mengobati luka-luka itu.

"Mama mengidap Stress Respons Syndromes selama beberapa bulan sejak Kak Ata pergi," ujar Aruna mulai bercerita sambil memperhatikan betapa telatennya laki-laki di depannya ini mengobati lukanya. "Sempat sembuh, tapi kembali lagi setelah papa meninggal dua tahun kemudian. Penyakit itu membelenggu mama selama 2 tahun, sampai kemudian om Julian-Papa Kevin-bawa Mama terapi ke Singapura. Penyakit mama nggak pernah kambuh lagi setelah itu, tapi kenapa sekarang kambuh lagi? Apa yang salah?" Suara gadis itu terdengar bergetar. 

Sagara tetap diam, mulai memakaikan perban di telapak tangan yang kecil itu

"Mungkin bener gue memang pembunuh, mungkin bener gue emang pembawa sial." Gadis itu terisak.

SAGARARUNATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang