"Seru juga. Udah selesai dramanya, sayang?"
"You look so scared, baby. What's going on?"
"Hai, Lui. Finally, we meet, yeah."
"Calm down, L. Mereka cuma mau kenalan."
====
Karena ayah tirinya tersandung kasus korupsi yang cukup besar, Luina harus m...
Regaska buru-buru menangkap tubuh Luina yang merosot sebelum tubuh gadis itu jatuh ke aspal.
Semuanya terjadi begitu cepat. Bahkan Alex dan Zirga yang berada di sebelah Luina pun tidak menyadari pergerakan gadis itu yang tiba-tiba.
Javas menebar senyum kemenangan, sebelum kemudian berlari pergi ke motornya, dan meninggalkan Fourich yang panik melihat Luina yang pingsan karena ulahnya.
"Sial. Ngapain diem aja?! Kejar!" Zirga mengeluarkan perintah pada semua bawahannya yang ia pencar di dalam sirkuit.
Pemuda itu kemudian menghampiri Regaska yang tampak panik dan khawatir akan kondisi Luina yang sudah tidak sadarkan diri. Begitupula dengan Ardanthe dan Alex yang kini juga ikut bersimpuh di sebelah Luina yang pingsan.
Jantung mereka berempat rasanya seperti mau lepas. Pasalnya hantaman helm tersebut terdengar begitu keras.
Ardanthe meremas lembut rahang Luina dengan rahang mengeras. Ia jadi mengingat saat dimana gadis itu mengelus rahangnya yang terkena tendangan tadi pagi.
"Naa.. Hei, bangun. Please." Regaska mencoba membangunkan Luina dengan mengguncang tubuh gadis itu.
"Fuck!" Teriaknya kala tak mendapati tanda-tanda bahwa gadis itu akan sadar.
"Gue bunuh lo, Javas!!"
Ia masih ingat bagaimana gadis itu yang khawatir akan luka di punggung tangannya yang tak seberapa.
Begitupun Alex yang juga menyaksikan sendiri ketakutan Luina akan perkelahian Regaska dengan Javas. Tangannya mengepal mengingat hal tersebut.
"Bawa Luina ke mobil! Kita pulang sekarang!" Seru Alex mendahului teman-temannya untuk masuk ke bagian kemudi.
Regaska langsung menggendong Luina untuk masuk ke dalam mobil. Diikuti Zirga dan Ardanthe yang juga terlihat kalut.
***
Tampaknya Fourich tidak membawa Luina ke rumah sakit. Mereka justru memanggil dokter untuk memberi pengobatan pada gadis itu di rumah.
Terlihat, di kamar Regaska yang luas ini, —— Luina kini mengerjapkan mata, kala sinar lampu di atas sana terasa menyorot tajam pada kedua matanya yang baru terbuka.
Setelah penglihatannya mulai jelas,— barulah Luina merasakan pening dari kepala belakangnya.
Gadis itu mendesis sakit. Namun tangan kirinya yang hendak ia bawa untuk menyentuh bagian yang sakit, malah terasa ngilu dan berat.
Luina lalu menoleh ke arah kiri untuk mengecek. Dan seketika itu juga dia tertegun ketika menemukan tangan Regaska yang terluka, tengah menggenggam erat tangan kirinya yang diinfus.
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.