3. First Night 🔞

3.8K 170 10
                                    

Tepat waktu makan malam, Renjun baru terbangun dari alam mimpi setelah tenggelam dalam kubangan selimut. Sesaat ia terkesiap pada keasingan yang dialami saat ini, tidak merasa di kasur sendiri, celingak-celinguk mencari petunjuk di antara minimnya penerangan.

Oh.' Renjun menghela napas, mengingat bahwa ia ada pekerjaan menyelidiki kasus orang hilang di desa ini. Bahwa ia musti mewawancarai Jeno selaku warga tertua di kampung menurut Pak Jaeman.

Asyik melamun seraya mengumpulkan nyawa, ia terlonjak begitu menangkap suara ketukan di pintu berbahan kayu.

"Permisi Nona, makan malam sudah siap. Tuan Jeno menyuruh saya untuk memberitahu Nona."

"Baiklah, tunggu sebentar." jawab Renjun selantang yang ia bisa. Sayup-sayup derap langkah kaki menjauh dari depan pintu kamar, meninggalkannya dalam kesenyapan ruangan.

Renjun menghembuskan napas panjang, menyingkap selimut kemudian meregangkan badan. Tanpa grasah-grusuh ia mandi barang sebentar lalu bersiap mengenakan pakaian malam berupa piyama satin berlengan panjang.

Rambut pirang diikat ekor kuda, helaian yang tidak dapat menyatu tampak berguguran menghiasi bingkai wajah. Renjun merasa segar sehabis diguyur air setengah hangat, pipi tampak memerah dengan aroma sabun mawar melekat kuat menutupi bau badan aslinya.

"Silakan Nona." salah satu pelayan berpakaian rapi menyambut kedatangan Renjun yang telah tiba di ruang makan. Sangat besar dan mewah sejauh mata memandang, terutama lampu gantung berbahan kristal menerangi meja panjang tepat di tengah-tengah.

Jeno belum nampak batang hidungnya, tetapi Renjun menangkap siluet seorang remaja berambut pirang masuk mengambil tempat duduk di hadapannya.

"John, sopanlah sedikit pada tamu."

Pemuda yang disebut John itu memasang wajah datar seraya menatap Renjun tidak berminat, sama sekali tak mengacuhkan teguran lelaki lebih tua, sementara Renjun mendadak canggung bagaikan mengusik acara makan malam keluarga.

"Eum.. saya nggak papa makan di sini?" tanya dia kikuk ke arah tempat duduk Jeno. Sang tuan rumah tersenyum simpul, mengatakan kalau Renjun bebas memilih tempat duduk dimanapun.

"John memang belum terbiasa bila ada tamu di rumah ini," tutur Jeno menjelaskan perihal perilaku remaja itu. Renjun, karena bingung hendak bereaksi bagaimana, hanya ditemukan mengangguk-ngangguk mengerti. Mengucapkan terima kasih pada pelayan rumah yang datang menyajikan makan malam sembari menunggu Jeno mempersilakannya mulai menyantap. "silakan dinikmati, Nona Injun."

Bunyi denting antara sendok dan garpu bergema nan memantul di penjuru dinding ruangan. Renjun sangat fokus menghabiskan hidangan yang sangat enak menurutnya, sesekali merasakan tatapan dua arah mengarah ke dirinya. Dia lulusan psikologi, belajar tentang humanologi, lengkap sampai ke akar, tentu tidak buta tuli bila mendapati gerak-gerik ketertarikan seperti saat ini.

Begitu ia mencoba mengadu tatap, John cepat-cepat menunduk, menyuap makan malam seakan berpura-pura tidak pernah menatapi Renjun sepanjang waktu. Sedangkan Jeno, paling jelas memandangi si gadis lamat-lamat sambil mengunyah tenang.

"Jadi." pundak Renjun terlonjak sedikit, cukup terkejut mendengar suara dalam Jeno namun Jeno hanya tergelak kecil. "maaf kalau aku mengagetkanmu, aku cuman ingin bertanya, ada keperluan apa kamu datang ke Arthalena?"

Renjun berdeham, memelankan laju sendok agar tidak tegesa-gesa menjawab, "Aku seorang jurnalis dari Geogianne Town. Kudengar-dengar Arthalena menjadi salah satu tempat wisata yang harus dikunjungi para wanita yang menyukai dunia fashion."

Jeno menggumam tanda membenarkan. "Ya, karena Arthalena memiliki produksi pakaian terbesar di negara kita, dengan harga yang tergolong mudah dijangkau dan mengundang pecinta mode berlomba-lomba kemari untuk membeli langsung dibanding menunggu pasaran di kota."

COME AND SACRIFICE 🔞[21+] [NOREN]✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang