5. Such A Good Girl 🔞

3.8K 163 3
                                    

Usai wawancara mereka berakhir, Jeno mengajak Renjun bersantai di ruang keluarga sambil menikmati tontonan televisi raksasa di sana sekaligus menunggu jam makan siang tiba. Lewat jendela dinding yang menampakkan hutan sejauh mata memandang, awan-awan putih berubah menjadi kelabu disertai petir kecil-kecilan.

"Sebentar lagi hujan," Jeno mengumumkan berita cuaca seraya menyamankan duduk di sofa tak kalah besar dari di ruang kerjanya. Renjun ikut memperhatikan, bagaimana langit mendadak gelap meski hari baru memasuki pukul setengah 11 siang. "sekadar informasi, Junnie, Arthalena selain terkenal dengan tata busana, juga sering terjadi badai berhari-hari,"

Renjun mengangguk sebagai respon, baru mengetahui kalau Arthalena bisa dilanda cuaca buruk tanpa mengenal waktu. "Berarti bisa banjir, Mas?"

"Kadang-kadang iya, kadang-kadang nggak, tergantung yang menurunkan hujan," jawab si Tampan menyunggingkan senyum banyak arti. Beruntung Renjun tidak mengacuhkan, ia tenggelam dalam pikiran akan terjebak di kastil megah tanpa dapat dihubungi siapapun.

Speaking of contact.

"Di sini nggak ada jaringan, Mas?"

Jeno, yang awalnya memindah-mindah saluran televisi demi mendapatkan tontonan menarik, berhenti di salah satu acara yang menayangkan aktivitas paranormal. Seperti yang ia katakan sebelumnya, dia sangat menyukai hal-hal berbau mistis. "Hmm? Jaringan telepon maksudmu?"

"Iya." kepala Renjun miring ke kiri sebab heran, memang jaringan apa lagi huh selain telepon? "ponselku tiba-tiba nggak punya jaringan padahal aku mau kabarin temanku di kota."

"Kalau lagi badai begini, jaringan telepon nggak ada yang berfungsi, Dear." jawab lelaki rambut hitam terfokus pada layar televisi. Renjun mengatupkan mulut, benar-benar dibuat bingung setengah mampus sama keadaan di rumah ini.

Masa bangunan melebihi istana Buckingham Palace di Inggris sama sekali tidak memiliki akses layanan telepon maupun internet? Apa mereka tidak kebosanan ya? Atau sebenarnya ada tapi Renjun tidak boleh pakai sembarangan? Takut mengancam keselamatan mereka? Memang mereka kenapa? Bersembunyi dari seseorang? Atau pada dasarnya enggan berinteraksi sebagaimana manusia normal?

Renjun menghentikan laju dugaan demi dugaan yang melesat di benak tentang keanehan di penginapan sekarang. Dia bergabung menonton bersama Jeno di sofa yang sama, bersebelahan, walau terdapat jarak halal sebanyak lima atau enam jengkal.

Saking terlalu meresapi tayangan, bunyi peralatan jatuh menggema dari audio televisi membuahkan Renjun terlonjak kemudian tak sengaja memeluk figur kekar di kiri. Jeno membulatkan mata yang pasti tidak dilihat si gadis, sebisa mungkin bersikap biasa saja padahal jantung seorang hendak meledak.

"Tenang Jun," ucapnya menepuk-nepuk lengan yang menyelimuti badan, dalam hati berusaha tetap tenang lantaran aroma darah Renjun semakin tercium kuat disaat mereka terlalu dekat seperti sekarang. "cuman barang jatuh, bukan hantu yang muncul."

"Tetap aja!" kilah si gadis setia membenamkan muka di pundak kokoh, suara teredam menambah kegemasan pria tertua. "kalau sudah begitu, biasanya hantunya juga ada di situ."

Jeno tergelak, masih mengusap-ngusap lengan terbalut kemeja tipis, lalu melakukan gerakan impuls yang berhasil membekukan gadis rambut pirang itu. Ya, ia memeluk Renjun, melingkarkan lengan berotot di punggungnya, baru bertengger di pinggang berlekuk. Mengundang Renjun mendongak, menemukan mereka saling menatap.

Mata legam Jeno seakan menembus hingga tengkorak, mengukir kesan di otak agar selalu terngiang-ngiang saat mereka berhadapan. Renjun tidak dapat memutuskan pancaran, tenggelam menyelami manik elang nan memberikan aura tegas namun lembut di saat bersamaan. Pipi Renjun merona merah, menjalar ke seluruh wajah. Napas mereka saling beradu, seiring ada magnet tak kasat mata hendak mengikis jarak antarmuka. Hidung mancung sudah tak sadar bergesekkan, tinggal ada yang miring sedikit maka bibir mereka akan menyatu.

COME AND SACRIFICE 🔞[21+] [NOREN]✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang