10. His Final Words 🔞

2.6K 116 13
                                    

"Mas, aku boleh jalan-jalan keluar nggak?" Di suatu hari, bila ditelisik dari kalender ponsel, sudah memasuki hari senin ketujuh sejak Renjun terjebak di sini. Ia ingin sekali diperbolehkan keluar mansion sesekali walau tahu dia tidak dapat pergi kemana-mana.

Sambil menyuap sup daging merah, alis Jeno naik satu, "Maksudnya keluar rumah? Atau ke Arthalena?"

"Memang boleh?"

"Nggak." jawab Jeno lugas nan santai. Renjun sama sekali terkejut mendengarnya, justru memutar mata jengah. "kamu tahu sendiri kamu nggak bisa ke mana-mana, apalagi manjat tembok tinggi tanpa pijakan, atau berjalan dari teras ke gerbang."

"I know." gumam Renjun kembali menyuap, "tapi bolehkan kalau sekitar pekarangan rumah?"

"Boleh. Jangan lupa kembali sebelum makan siang, Mas mau perjalanan bisnis dari hari ini sampai besok malam." gadis itu sontak memberikan gaya hormat pertanda siap melaksanakan perintah. Jeno yang awalnya sedikit tegas kini mematri senyum manis. "but before you go out, you know what to do to earn that wish right?"

Si Cantik ingin sekali memukul muka kesemsem Jeno saat ini jua, tetapi demi menjalankan misi rahasia mencari bunga terlarang, ia memasang raut menggoda, "Iya dong Mas, bukankah itu udah jadi tugasku selama menumpang sama Mas?" tanya dia retoris sesekali mengerlingkan kelopak, Jeno tergelak melihatnya dan mendekatkan diri untuk mendaratkan kecupan.

"Kalau John macam-macam, aduin aja ke Mas."

Renjun mendengus pelan, "Macam-macam gimana? He's literally the worst between both of you." untuk apa ia mengadu jika John bersikap aneh, sementara selama ini hanya iblis itu yang memperlakukan dia lebih buruk dibanding sang majikan. Seharusnya Jeno sudah tahu kan?

Gerutuan tersebut mengundang lengkungan sabit serta senyuman lucu, tangan lelaki lebih tua mencubit hidung mungil tersebut gemas pada bibir mengerucut. Jika saja orang ini tidak berhati picik dan hitam mungkin Renjun sudah menaruh hati betulan terhadap perlakuan. Manusia terkadang benar-benar sulit ditebak.

"Baiklah, nanti Mas bilangin dia jangan ganggu kamu terus."

"Hm." itu saja respon balik si gadis sebelum menghabiskan sarapan. Dia sudah tidak sabar ingin mengelilingi pekarangan rumah. Walau sebetulnya dia sangsi, tetapi apa salahnya mencoba terlebih dahulu.

Pukul setengah 9 ia memulai pencarian. Berbekal ponsel di dalam kantong jeans, Renjun melangkah keluar pintu utama rumah itu menuju teras. Dari ruang makan ke teras aja dia berkeringatan, apa kabar kalau dia mencari ke seluruh pekarangan? Dan taman labirin dimana Renjun sempat melihat dari kaca jendela ruang keluarga pun dibuat lebat dengan semak-semak setinggi manusia normal.

Dia hanya dapat memanjatkan doa setiap kali menghadapi kesusahan. Afirmasi positif, bisikan halus dari schizophrenia yang ia alami selalu menghantui agar ia tidak cepat menyerah. Para penjaga tidak nampak batang hidungnya sesaat Renjun mencapai teras, berbelok ke sisi kanan dulu, menelusuri rumput maupun jalan setapak.

Dapatkah dia kembali sebelum jam makan siang? Memangnya di sini tidak ada kereta atau mesin pemotong rumput yang bisa dia pinjam sementara untuk menjadi kendaraannya? Seluas mata memandang pekarangan sisi kanan, Renjun tidak menemukan apapun selain pohon-pohon besar mirip beringin dihiasi akar gantung yang sangat banyak. Cahaya matahari langsung tertutup ketika ia memasuki wilayah remang tersebut, lalu melangkahkan kaki tanpa merasa penat.

Manik rubah berpendar mencari-cari, menganggap penelusuran saat ini harusnya kecil bagi seorang detektif sepertinya. Renjun sudah pernah memasuki gorong-gorong, terowongan gelap gulita bermodalkan senter, menginvestigasi mayat yang dibuang atau alat-alat dasar pembunuhan yang disimpan rapi di tempat tak dijangkau manusia. Dia merasa berlagak macam Sherlock Holmes, mengandalkan penglihatan terhadap objek, penciuman tajam terhadap aroma, pendengaran pada suara-suara kecil yang sulit ditangkap orang awam.

COME AND SACRIFICE 🔞[21+] [NOREN]✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang