10

590 78 23
                                    


Dilapangan terlihat Ice yang sedang sibuk dengan bola basketnya. Ia mendribble bola itu dan sesekali juga memasukan bola tersebut ke ring.

"Kelaz Ice! Tumben banget main basket," ujar Blaze yang tak sengaja bertemu Ice.

Seperti takdir.

Yang merasa terpanggil melirik sekilas. "Gapapa, lagi mood aja," balasnya dengan wajah datar.

Blaze yang mendengar hanya tertawa pelan. Setelahnya ia dengan cepat berlari kearah Ice, mencoba merebut bola tersebut dan dia berhasil merebut bola itu dari Ice. Seketika Ice terdiam, ia terkejut dengan gerakan tiba-tiba Blaze.

Senyuman miring terukir diwajah Blaze. Dengan cepat dia mendribble lalu melempar bola itu dan langsung tepat pada sasaran.

Buk!

"Blaze sialan!" teriak Aira yang tak jauh dari sana.

Gadis itu langsung bergegas pergi dari sana untuk menuju toilet yang jaraknya terbilang cukup jauh, meninggalkan kedua pasangan (palsu) itu.

Sang pelaku hanya tertawa puas, dengan cepat ia berlari lalu mengoper bola itu kepada Ice.

"Duluan ya babiku yang tersayang." Blaze mendekatkan tubuhnya, mengecup tipis pipi Ice lalu orang itu kembali menyengir dan berlari dari sana, bagaikan orang gila.

Ice membeku, wajahnya dalam sekejap berubah menjadi merah padam karena perilaku tiba-tiba Blaze. Ia terus-menerus memegang pipinya yang dikecup oleh Blaze.

"Ini mimpi.. ha.. sialan.. pengen gue anuin rasanya." -Ice.

"Woi."

Pikiran indah Ice seketika runtuh saat melihat siapa yang memanggilnya.

"Kenapa lo nyengir-nyengir gitu? Seneng ya mesra-mesraan sama mantan gue?" Sarkas Hali, wajahnya memasang tanda ketidaksukaan.

Dalam sekejap Ice paham mengapa Blaze melakukan hal aneh itu kepadanya. Tapi tentu saja bagi Ice cukup worth it.

Dengan santainya Ice tersenyum miring, senyuman yang dibuat untuk mengejek seseorang.

"Kenapa? Cemburu?" Tanyanya balik.

Ice nenatap tajam Hali lalu melanjutkan perkataannya. "Cemburu tanda tak mampu, iya kan, Hali?"

Hali yang merasa disindir hanya menatap tajam.

Ice yang paham dengan perilaku Hali hanya tertawa mengejek dan beranjak mendekat kepada sang empu, ia tersenyum tipis, namum terlihat menyeramkan.

"Gue berterima kasih karna lo udah mau putusin Blaze," ujar Ice.

Dengan santainya Ice menepuk pelan bahu Hali lalu beranjak jalan, meninggalkan Hali sendirian disana.

Hali menggeretakan giginya, ia merasa malu karna dipermainkan oleh Ice.

"Bangsat."

°°°°°

"Duhh bosen!" Blaze menidurkan kepalanya di bahu Gempa.

"Kerjain tugasnya, jangan ngeluh mulu," sahut Gempa, ia tak melirik Blaze, masih fokus dengan tugas yang berada didepannya.

Merasa dirinya tak dianggap, Blaze mengerucutkan bibirnya. Ia melirik kebelakang, terlihat Thorn dan Taufan yang sedang asik dengan dunianya sendiri.

Thorn yang sedang tertidur pulas dan Taufan yang asik sendiri dengan handphone nya. Sekilas Blaze dapat melihat bahwa Taufan sedang bermain angry bird.

Blaze memutar malas bola matanya lalu beranjak dari kursi, meninggalkan kelas.

Sang empu berkeliling di sekitaran rooftop sekolah melihat langit yang cerah. Dia duduk disekitar sana, menyenderkan badannya lalu memejamkan matanya menikmati udara segar.

"Blaze?" Panggil seseorang yang baru saja memasuki rooftop.

Blaze membuka matanya lalu melirik siapa orang yang memanggilnya. Ternyata itu Hali.

"Kenapa?"

"E-eh.. hehe gapapa."

Hali melangkah mendekat ketempat Blaze berada. Ia menatap intens Blaze dari bawah hingga atas, Blaze yang dilihat begitu hanya cuek.

Pemuda itu duduk disamping Blaze, memberikan space cukup jauh bagi keduanya. Hening melanda, tak ada yang membuka pembicaraan.

Merasa hawanya canggung dan tak nyaman Blaze membuka topik pembicaraan.

"Gimana hubungan lo sama Taufan?"

Hali melirik Blaze, seketika kedua mata mereka bertemu namun hanya sementara karena dengan cepat Blaze langsung memutus kontak mata tersebut.

Hali tersenyum geli melihat reaksi Blaze. "Biasa aja," balasnya.

"Lo sendiri kabarnya gimana sama dia, seru?" tanya Hali balik.

Blaze tertawa kecil. "Pacaran sama babi itu seru. Gue kira dia bakal boring banget karna lo tau sendiri dia kayak seleb gitu, ternyata dia 360° sama ekspetasi gue."

Keduanya saling bertukar cerita entah itu tentang masa lalu ataupun masa sekarang. Sampai lupa jam sudah menunjukkan waktunya pulang sekolah.

Handphone Blaze berbunyi, dengan cepat ia menggambil handphonenya lalu mengangkat telpon tersebut. Ternyata itu telpon dari Ice.

Hali terdiam dari ceritanya, dia sedikit terkejut saat melihat orang sebelahnya dengan bersemangat berdiri. Telpon pun dimatikan, Blaze melirik Hali.

"Gue duluan ya Li," ujarnya lalu langsung berlari meninggalkan Hali.

Pemuda yang ditinggal hanya menatap kepergian Blaze, lalu memejamkan matanya.

"Lo bahagia banget ya sama dia, Blaze."

Ia menutup setengah wajahnya dengan lengan, tersenyum tipis. "Andai dulu gue ngetreat lo kayak Ice, pasti gue bisa liat senyuman lebar lo. Ya, kan?" gumamnya.

Hali menghela napas berat. Penyesalan memang selalu datang diakhir.

-To Be Continued-

Thank for Reading!

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jul 13 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Fake Boyfriend [IcexBlaze]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang