Hari-hari berlalu dengan cepat, seperti aliran sungai yang tak henti-hentinya mengalir. Kehidupan terus berjalan seirama saat matahari terbit dan terbenam, mewarnai langit dengan semburat keemasan dan merah jambu. Setiap hari membawa cerita baru, tantangan, dan harapan yang terus tumbuh di dalam hati. Dalam keheningan malam, di bawah langit yang bertebaran bintang-bintang, ada perenungan tentang petualangan yang telah dilalui dan impian yang menanti di ujung cakrawala.
Malam itu, hutan terasa lebih hidup dengan rahasia dalam keheningan. Langkah perlahan terdengar di antara pepohonan yang menjulang tinggi bagaikan raksasa yang berjaga dalam kegelapan. Cahaya rembulan yang samar menembus kanopi daun, menciptakan bayang-bayang yang bergerak seolah-olah menari di bawah sinar perak. Udara malam yang sejuk didominasi aroma tanah dan dedaunan yang lembab, menciptakan kesan menenangkan namun juga sedikit mengintimidasi.
Dengan tongkat sihir di tangannya, ia menjaga langkahnya tetap hati-hati. Ia mengerti sekali bahwasanya hutan bukan tempat yang aman untuk bermalam, namun hutan juga memiliki banyak keajaiban yang tidak dapat ditemukan di siang hari. Setiap suara, mulai dari desiran angin hingga kicauan burung malam, menjadi pengingat bahwa ia tidak sendiri di tempat ini. Hewan-hewan malam mengintip dari balik semak, matanya bersinar dalam gelap.
"Seberapa jauh lagi aku harus melangkah?" tanya gadis dengan manik hijau yang menyala dalam kegelapan malam.
"Ethereal Monarchy, kenapa kalian tidak canggih? kenapa aku tidak boleh memakai kuda?" sambungnya. Ia terus berjalan melewati semak belukar yang menjalar tinggi menutup jalan.
Setelah berjalan cukup jauh, gadis itu tiba di sebuah sungai kecil yang berkilauan di bawah cahaya bulan. Ia memutuskan untuk berhenti sejenak, merasakan aliran air yang tenang memberikan irama menyenangkan. Di tepi sungai ia duduk di atas batu besar, merasakan sejuknya batu yang menyusup ke kulitnya. Sambil menatap air yang mengalir, pikirannya melayang ke petualangan-petualangan sebelumnya, dan anehnya dia tidak mengingat apa saja yang telah dilalui sebelumnya.
"Rasanya seperti déjà vu, ada apa sebenarnya?" monolognya.
Tiba-tiba, dia mendengar suara yang tidak biasa. Dari arah yang tidak bisa dipastikan, langkah ringan namun terburu-buru mendekat kepadanya. Dia segera berdiri, menyiapkan tongkat sihirnya, apa pun yang akan datang siap ia hadapi. Dari kegelapan, muncul seekor binatang yang aneh, bentuknya seperti serigala namun dengan mata merah menyala yang tampak penuh dengan amarah.
"Ini seperti, tidak mungkin?" Ia langsung merapalkan mantra, namun penyakit pelupanya timbul disaat yang tidak tepat.
"Aduh, apa mantra membuat portal? Argh aku lupa!" gerutu gadis itu, ia segera melangkahkan kakinya menjauh dari zona yang dapat mengancam hidupnya.
Dengan napas yang masih terengah-engah, ia menyadari betapa berbahayanya penjelajahan hutan malam ini. Namun di saat yang sama, dia merasa lebih hidup dari sebelumnya, adrenalin mengalir di pembuluh darah. Setelah memastikan bahwa tidak ada ancaman lain, ia melanjutkan langkahnya dengan tekad yang semakin kuat untuk sampai ke Ethereal Monarchy.
Langkahnya semakin dalam ke hutan menuju perbatasan utara, dimana pepohonan semakin rapat dan suasana semakin dingin. Dia masih terus berlari tanpa mencoba menimbulkan gesekan antara sol sepatu juga daun kering yang berserakan di tanah yang basah.
"Aku harus pergi kemana?" bisiknya.
Samar-samar dia mendengar sebuah kegiatan yang melampaui sekedar penyampaian pesan, bisikan-bisikan itu seperti kian mendekat saat dia melanjutkan langkahnya tanpa tau arah. Di balik rumput panjang yang menutupi pemandangan di depan, tak pernah ia menduga bertemu dengan dua insan yang entah apa tugasnya.
Ketika mencapai sebuah kliring kecil di tengah hutan, melihat dua sosok itu memunculkan sedikit ingatannya yang sempat terhapus dengan nahas.
Dia melangkah mendekat lalu menyapa, "Permisi."
Dua insan itu tersentak dan sempat berpelukan sambil melemparkan tatapan waspada kepadanya.
"Eh, siapa kamu? Ini arwah kah, Mar? Aku langsung merinding," celetuk seorang pria dengan rambut pirang ikal.
Sementara, pria berambut hitam panjang yang terikat rapi dengan sorot mata tajam itu langsung mendorong rekannya menjauh dari pelukannya. "Jangan buat malu!"
"Kau siapa? Ada perlu apa?" sambungnya.
Gadis itu membungkuk memberikan salam, ia memberikan gulungan kertas yang berisikan goresan tinta dari sang Master Ilara. "Saya Luna Everglen dari Valandor," jawabnya.
"Wih... Ada penyihir secantik ini ya, Mar?" tanya pria yang berambut pirang ikal.
Ditatapnya rekan di sampingnya itu, lalu menggelengkan kepalanya. "Saya Damar, dia, pelancong aneh bernama Matthew. Ada yang perlu kami bantu?" tanya Damar.
Luna mengangguk paham, lalu menjawab, "Aku butuh akses masuk ke Ethereal Monarchy. Ada hal yang harus disampaikan kepada Kaisar Regulus, ini tentang kekaisaran dan juga masa depan."
Damar sedang memeriksa isi dalam gulungan surat yang berasal langsung dari goresan tinta Master Ilara, begitupun dengan Matthew yang penasaran. Keduanya tampak fokus pada isi dalam surat itu, sambil mempertimbangkan memberi izin Luna untuk masuk ke Ethereal Monarchy.
"Damar, Matthew, bagaimana apakah izin diberikan?" Luna bertanya lagi untuk memastikan agar tidak membuang-buang waktu berharganya.
Keduanya segera menatap Luna. Matthew menggaruk kepalanya yang tidak gatal sambil mengetuk-ngetuk dagunya, berbeda dengan Damar yang benar-benar memikirkan tentang perizinan ini.
Matthew bangkit berdiri, matanya berbinar antusiasme. "Sudahlah Damar, izinkan saja. Isi suratnya juga cukup meyakinkan, bagaimana kalau kita menunda-nundanya malah membuat Ethereal Monarchy dalam kemalangan suatu hari nanti?"
Luna mengangguk sambil melepaskan tasnya, ia ingin duduk di dekat perapian namun Damar langsung memberikan daun sebagai alas saat Luna duduk. "Nanti jubahmu kotor," ujarnya.
"Terima kasih." Damar mengangguk sambil menambahkan beberapa kayu ke api. Sementara Matthew menatap dua sejoli di sampingnya dengan senyum aneh.
Helaan napas lembut terdengar keluar dari mulut Damar, ia mendongak ke atas dipandangnya rembulan yang menyembul malu-malu dari balik awan gemawan. "Luna, akan ku hantar ke Ethereal Monarchy besok pagi."
Luna menatap Damar dengan senyum manis yang lebar dengan mengucapkan banyak terima kasih. Malam itu Damar memutuskan agar Luna memakai tenda milik Matthew untuk mengistirahatkan tubuhnya dari perjalanan jauh. Entah bagaimana ketiga insan itu dapat bercengkrama dengan waktu singkat, cerita dibagikan oleh ketiganya sambil menikmati angin malam yang bisa saja membuat meriang. Berbagai cerita tentang perjalanan masing-masing, menghidupkan kembali kenangan dalam sekilas ingatan Luna. Malam itu dihabiskan dengan obrolan dan perencanaan, dengan api unggun yang menghangatkan mereka di bawah langit malam yang penuh bintang.
Pagi itu hadir dengan kelembutan yang menyegarkan, membangunkan dunia dari tidur lelapnya. Sinar mentari yang lembut merambat perlahan melintasi cakrawala, menaburkan emas di setiap daun dan setiap tetes embun yang masih menempel di sana. Udara pagi yang sejuk dan segar diiringi kicauan burung-burung yang riang, menciptakan melodi alami yang menenangkan hati.
Luna, Damar, juga Matthew, mereka bersiap untuk melanjutkan perjalanan bersama. Perjalanan baru untuk Luna di mulai kembali, dengan semangat yang masih sama seperti dulu, namun energi yang ia berikan lebih tersebar disekitarnya. Dengan tas selempang yang berisikan buku-buku juga kristal biru kecilnya, ia melangkah ke arah Ethereal Monarchy dengan kepercayaan diri, siap mengahadapi budaya baru yang asing baginya yang hanya tinggal dalam gua dibalik nama Valandor.
_____
slepet digidaw aweu aweu
MWEHEHE, ini mikir keras banget karena menambahkan beberapa adegan agar tidak awikwok.
seperti biasa jangan lupa (⭐) and (💬)
.☘︎ ݁˖Sapa Elysium, Jemput Keajaiban di Setiap Halaman!.☘︎ ݁
KAMU SEDANG MEMBACA
Silkara
FantasyDi persimpangan takdir antara kekaisaran dan kerajaan yang berperang, Luna Everglen, seorang penyihir muda yang skeptis, dan Aldric Shadowheart, ksatria yang bertarung dengan pedang keberanian, menemukan persahabatan yang tak terduga. Di bawah bayan...