Namtan ajak Film ke kampus dulu, temenin katanya nyusul mata kuliah dia yang kata Papa tadi telat. Betulan telat, tapi Film bisa lihat dosennya seenak jidat suruh masuk tanpa konsekuensi apapun. Antara kasian karena mahasiswa bangkotan atau karena anak orang kaya yang Mamanya salah satu civitas akademik besar di kampus-kampus alias anak profesor.
Film tunggu Namtan di luar kelas itu sekitar 1 jam, karena aslinya anak itu terlambat kan ya, jadi hitungannya kelas terasa super cepat. Kelas bubar nggak lama setelahnya. Namtan keluar-keluar, langsung hampiri dan berdiri di depan Film yang duduk, puter mata malas dia, sedangkan anak orang kaya itu senyum melulu dari tadi.
"Nggak kering itu gusi lo, senyum terus, lama-lama bikin takut." Film berdiri pongah.
Namtan garuk tengkuk salah tingkah, senyumnya ikut luruh. "Sori," habis bilang itu, taunya banyak mahasiswa datang untuk sekedar sapa Namtan dan saling tos ala-ala anak tongkrongan sekali. Itu pun nggak sedikit.
Film sampe duduk lagi di kursi tunggu depan kelas.
"Nanti ada rapat anggota, ikut nggak?"
Namtan terdiam pas temannya tanya itu, sempat lirik Film yang kelihatan cuek bebek sibuk mainin ponsel padahal aslinya nggak buka apa-apa. "Kayaknya gue absen dulu ketua. Ada kejar kelas nanti sore." Namtan bohong, ya karena dia punya agenda ajak anak orang jalan-jalan kelar kelas, udah janji pula dia.
"Masih juga ngutang mata kuliah ya lo,"
Namtan ketawa, Film geleng kepala dengarnya.
"Yaudah, untuk aksi nanti jadi orasi ya!"
Film agak-agak kesal dengar itu. Padahal Namtan mau ngapain juga terserah dia.
"Btw, cewek baru ya?"
Ah, ceplosan kawanan Namtan bikin Film dalam heningnya pun berusaha fokus mau dengar. Nggak tau kenapa.
"Namanya Film." Kata Namtan, senyum kelihatan gusinya muncul lagi.
"Terus yang kemarin gimana?"
"Ngaco ah!" Namtan ketawa basa-basi. "Udah cabut sana cabut!"
Kawanan berdandan perkemejaan ala anak-anak kampus itu pergi dari sana. Film berdiri malas, "Anter gue pulang aja ya, gue capek."
"Kok gitu?" Namtan deham, senyumnya luntur, apalagi muka nggak ada mood nya Film itu, "Gue udah janji sama nyokap buat ajak lo jalan, nggak lama kok."
Film buang napasnya, rada gusar. "Yaudah, kan Mama lo minta jalan-jalan ini buat ajang kenalan kan? Lo udah kenal gue, begitu sebaliknya." Film tarik jengah napasnya, kayaknya benar-benar simpan kesal yang setengah mati sama Namtan. "Inget ya! Gue nggak pernah suka dan setuju soal perjodohan kita. Jadi kita nggak akan pernah bisa lebih di atas status paksaan itu."
Namtan ngangguk pelan. "Semua terserah lo." Lirik jam tangan kemudian senyum lemah, "Makan dulu yuk,"
"Terserah lo."
Namtan ajak Film makan di kantin kampus. Kantinnya lumayan besar, nampung berpuluh mahasiswa yang datang istirahat makan atau sekedar bersantai bikin tugas dan numpang wifi kampus.
Film kayaknya nggak bakal bosan bilang Namtan ini banyak kenalan. Roman-roman orang baik karena rasanya dia terlalu disegani bahkan diluar anak sefakultasnya. Sepanjang jalan, bahkan sampe dalam kantin banyak yang tegur sapa dia. Dihormati banget kesannya. "Lo seterkenal itu kah di kampus sampe kayak jadi artis gini banyak yang sapa?" Film dibalik nasi goreng nggak tersentuh miliknya nanya, nadanya sarkas. Mirip orang naik tensi, emosi terus.