SU.6 Pansa

794 106 12
                                    

















































































Pas pulang dari pertemuan itu, Film kunci diri dalam kamar terus nangis kejer nggak jelas. Jangan tanya kenapa, Film nggak ngerti apalagi paham yang dia rasakan sekarang. Marah, kesal, benci, sedih campur aduk. Benci Namtan Tipnaree, Pansa Vosbein, dan semua Kakak Adek belagu Tipnaree lainnya.

"Ini 'kan yang lo mau?"

Film nggak pernah nyangka, Pansa Vosbein bahkan lebih kejam dua kali ketika orang itu menawarkan diri buat anterin Film pulang tanpa bisa Film menolak.

Semua ucapannya berputar-putar di kepala Film, jelas dan keras sepanjang jalan pulang berdua dalam mobil ditemani keheningan tegang.

"Gue nggak pernah mau ini!"

"Bokap lo?"

Film telan bantahannya dalam-dalam. Pansa Vosbein kayaknya akan menjadi oknum hebat lainnya yang bisa mematikan ucapan Film, selain Papa.

"Gue nggak ada daya buat tolak."

"Begitu juga kami, anak-anak Tipnaree."

Seperti raja dalam catur, selalu ada kata sekak yang telak di setiap ucapannya.

"Terus mau kalian apa? Kita berada di posisi sama-sama tersiksa."

"Nggak juga. Kita bisa aja tolak, dan semua harga berlian keluarga kami yang diserahkan cuma-cuma bisa ditarik kapan saja."

"Tapi Namtan bilang dia juga nggak bisa tolak."

"Jelas. Dia nggak punya prestasi yang bisa menyibukkan sampe nggak mikirin soal nikah."

"Nggak adil buat dia. Cuma karena kalian sudah kerja dan sukses? Pengecut juga bisa."

Mobil terasa sedikit laju setelah ucapan Film melayang emosi. Pansa Vosbein tertawa tipis. Tau senyum miring seperti di adegan-adegan film? Terlalu psikopat, Film mengakui kini dirundung ketakutan.

"Lo bisa dengar kata Kinan, ada gue, dan semua saudara Tipnaree yang bersedia. Namtan nggak akan pernah cukup sama cewek yang nggak menghargai dia sama sekali."

Pansa Vosbein menampar Film tanpa melayangkan tangan sedikitpun. Film harus tersinggung, itu jelas untuknya. Pansa Vosbein tersenyum menang. Apalagi Film terdiam karena merasa bersalah. "Jangan karena lo pikir ada perbedaan karir bikin lo besar kepala. Lo nggak se-istimewa itu. Cewek dengan spek lo ini, bukan hal spesial di jajaran cewek Namtan Tipnaree."

Film nangis tanpa suara. Memang orang kaya nggak akan pernah lepas dari rasa sombong dan belagunya itu. Tapi kalo betul kata Pansa, Film malu luar biasa. Apalah dia di depan Namtan, berlagak besar, mengutuk Namtan dan ketidakmampuannya sebagai mahasiswa onar, padahal Film cuma angin lalu baginya.

"Model, pengacara, CEO, anak hartawan, jadi lo bukan satu-satunya, hanya salah satunya. Namtan dengan segala kehidupannya itu nggak membuat kaum hawa kabur."

"Lo nggak se-spesial itu berlagak jauh di atas Namtan."

"Lo di mana?"

Film nggak tau, tapi penjelasan Namtan adalah solusi dari segala pikirnya ini. Namtan Tipnaree di telepon tanpa pikir panjang.

"Lo nangis?"

"Gue tanya di mana!"

Namtan Tipnaree, terdengar narik napasnya lelah di seberang sana. "Di rumah temen."

Semester UsangTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang