SU.26 Malam Bertemu

730 78 5
                                    












































































Jam berjalan, hampir pukul 9 malam Namtan sama Pansa di lokasi desa tempat tinggal Kiku. Mereka sebenarnya lagi sembunyi dari beberapa rumah, agak jauh dari rumah Kiku. Menunggu jengkel. Namtan bilang dia terlalu dendam sama suara bacot entah siapapun orang dari dalam rumahnya Kiku. Mau cari Namtan untuk diingetin katanya, sok lah ketemu langsung, Namtan terlalu bugar untuk sekedar baku hantam bogem, apalagi kobaran dendam dan efek lama nggak baku hantam, sekalian terkumpul dalam dada.

Meski Pansa di samping terus yakinkan, dia ragu kebangetan, perut Namtan memang belum sembuh betul. Bukan Pansa takut, Pansa nggak pernah peduli Namtan terlibat pertengkaran, Kakaknya selain lihai baku hantam, dia juga jago menghindar, cuma orang-orang di dalam itu emang halal dihajar.

Namtan Tipnaree di kejadian malam itu, di malam dia nggak kepikiran, di keroyok hampir koit. Pansa ikut dendam.

"Jangan dimatiin anak orang!" Pansa ngingetin, kekuatan anarkis Namtan ini bakal berperan banyak, mendominasi jantung juga adrenalin, ngeri, dari tadi adu geraham, bogemnya mengepal keras. Pansa nggak heran kenapa di lapangan banyak yang keder ketemu Tipnaree satu ini. Kalo lagi marah, emang nakutin banget. "Balas aja. Kita ancam balik, tanya yang suruh di kejadian lo di keroyok itu siapa."

Pas banget, ternyata ada 3 kepala, baru aja keluar dari rumahnya Kiku. Mahasiswa ber-almamater abu-abu muda. Masih belia dan nggak kelihatan muka-muka mahasiswa semester tua tukang ngutang mata kuliah. Namtan sama Pansa saling pandang. Bukan kampusnya Namtan, si almamater merah darah. Sudah dipastikan ini aliansi gabungan yang lain.

Sialan, Namtan desis, musuhnya banyak betul!

"Hajar!" Dapat aba-aba meyakinkan dari Pansa setelah 3 manusia itu berbelok persimpangan, Namtan berlari kencang, melompat, beri tubrukan kasar pada ketiganya, sekaligus layangan kaki terarah langsung ke dada salah satu mahasiswa, kena si gondrong, dia jatuh seketika. Satu diantara 3 tumbang menghantam aspal. Namtan bagai kesetanan, berdiri di atas sang gondrong, wajahnya langsung diserang bogem berkali-kali.

Kesempatan lebih terbuka untuk membabi-buta apalagi jalanan beneran terasa lengang, dan beberapa rumah terlihat sudah mematikan lampu, tanda umum perumahan ketika empunya beristirahat. Nggak ada yang bakal menginterupsi apalagi jadi pahlawan dadakan malam ini.

Pansa terpaksa ikut walaupun dia benci berantem. Pansa Vosbein bukanlah tipe pengadu otot dijabanin, dia bukan yang lihai gulat, tapi bogem besarnya terarah mantap di muka mahasiswa berambut ikal. Kerahnya diremas kencang, tahan pergerakan melepas dan Pansa mungkin berhasil mengirim 5 kali tinjuan. Sampe bunyi tulang kepalan menghantam daging wajah, terdengar sangat-sangat renyah. Bikin salah satu, dari 2 tertumbang teramat panik. Dua orang dihadapannya kelihatan tinggi perkasa, dan brutal tanpa kasian.

Inikah si Namtan itu?

Manusia obsesi pada pemerintah, politik, dan koruptor?

Semua orang kenal Namtan terlebih di kalangan sesama aktivis, tapi malam ini dia bisa lihat dari jarak sangat dekat. Mode sadis seperti pas turun beraksi di lapangan.

Mukanya memang nggak asing. Dia selalu punya pelipis yang terluka, dan itu betul. Lampu kuning sepanjang jalan menyorot terang di muka itu. Muka manis yang sebenarnya cukup brutal punya kemampuan kritis dan anarkis. Ternyata betul bukan lawannya rupanya, salah satu teman pernah mengingatkan untuk jangan gila. Dia menyesal sekarang.

"Kak! Kak! Tolong dengerin dulu!" Namtan datang tanpa ragu pada mahasiswa terakhir. Namtan tarik kerahnya, dia memohon, tapi tetap Namtan angkat, hampir melayang di udara sembari diperhatikan dengan muka benci, sebenarnya sekali lagi ngomong, Namtan siap tinju. "Bukan kami Kak di malam Kak Namtan di keroyok! Sum--.." Namtan udah janji 'kan? Tinjunya mengarah ke perut, satu kali, dua kali, tiga kali, sampe kali ke 7, di mana kemudian Namtan sadar ujung bibir mahasiswa beriris cokelat terang itu keluarin darah segar.

Semester UsangTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang