SU.24 Saingan?

577 78 2
                                    































































































Namtan. Manusia paling nekat dengan keberanian patut diacungi jempol. Di suatu sore jelang tiga hari beristirahat di kos pilihan Pansa, dia akhirnya pergi ke markas besar gerakan aliansi Megapolitan. Seolah tau jadi topik hangat, puluhan mata-mata kebingungan dari otak penggerak utama di ruangan persegi nggak terlalu luas itu memberi atensi penuh. Namtan masih sering pegang perutnya, nyeri kadang timbul tiba-tiba dan itu luar biasa bikin teriak.

Namtan datang seorang diri. Anak-anak lain, geng sekampusnya menjauh, Namtan yang minta, karena Namtan mulai mencium bau pengkhianat diantara kumpulan penggerak berbasis keadilan rakyat ini.

Ada juga yang nggak suka, beri Namtan tatapan benci, remeh bahkan jijik. Meninggalkan komunitas seperti tanda nggak setia, dan mereka paling nggak suka ditinggalkan tiba-tiba.

"Aneh sekali, para polisi mencari puluhan nama pemimpin gerakan, berhasil membawa 30 nama, tapi nggak ada satupun pemimpin bahkan anggota yang tertangkap." Deret meja di depan serta orang yang duduk disebaliknya terkejut. Kaget Namtan datang. "Gue dilumpuhin, sengaja dibikin cedera dengan teror malam yang hampir membunuh gue, biar pergerakan polisi nggak bikin gue kabur."

Namtan duduk di meja paling depan, silang tangan depan dada, gayanya angkuh beraura. "Lalu polisi itu terus mencecar rumah gue, bikin sakit kepala orang rumah. Satu pertanyaan gue. Gue mundur sebagai anggota, bahkan pemimpin salah dua dari beberapa aliansi di sini, jauh sebelum gerakan Megapolitan kemarin, kenapa gue masih di cecar?"

Salah satu, bisa dibilang pemimpin utama pergerakan angkat bicara. "Nama lo nggak asing, Namtan Tipnaree. Lo langganan demo, polisi hafal di luar kepala nama lo. Jadi mereka nggak akan segan datangin lo, kapan aja, apapun itu yang berbau demo."

"Betul!" Namtan angguk kepala. "Tapi lo, termasuk 47 nama mahasiswa di gerakan besar 4-3 tahun lalu, yang bolak-balik keluar dan ditahan polisi."

Champu, mahasiswa semester usang mirip Namtan, pemimpin gerakan Megapolitan, terhenyak.

"Lo, dan nama-nama mahasiswa itu diluar kepala gue." Namtan senyum, respons kaget itu yang dia tunggu-tunggu. "Gimana bisa gue lengah pada 47 orang berbahaya dalam gerakan ini?" Champu beradu rahang, Namtan kesenengan. Dia berbalik, menatap banyaknya puluhan mata. "Kalian harus tau, para ketua gerakan kita dari tahun ke tahun berhasil tertangkap karena 47 nama ini. Champu salah satunya."

"Berengsek!" Meja digebrak, Champu berdiri keberatan. Telunjuknya mengarah emosi. "Lo membawa narasi nggak masuk akal karena lo terjepit situasi. Lo jangan pernah membawa masalah lo sendiri ke orang lain!"

Puluhan mahasiswa dan eks mahasiswa di sana terbagi dua kubu secara langsung. Namtan membawa fakta mengejutkan dari mulutnya, cuma kekuatan ketua Champu nggak semudah itu diragukan.

"Lo diem!" Namtan berdiri, berjalan tanpa ragu menuju Champu. "Lo hanya mahasiswa korup yang ingin memanfaatkan situasi!" Telunjuk Namtan nggak kalah kesal terarah pada muka Champu. Katanya lagi, "Gue bisa bawa nama lainnya kalo lo mau bukti!" kesal sekali lagak Namtan. Champu jelas seperti hilang bantahan, suaranya tenggelam di tenggorokan. "Lo bilang sama polisi-polisi berbayar yang meneror gue, dan politikus nggak berguna itu buat berhenti cari orang yang salah, atau lo.. gue jerujikan sendiri."

Namtan pergi dari sana. Dia menyadari banyak lengah dari awal.












































Semester UsangTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang