part happy ><🧢
**"Ma-maksudnya..?"
Fio mengernyitkan keningnya heran, hatinya terasa seperti dipukul oleh sebuah batu besar karena terlampau kaget oleh pengakuan Airysh. Tangannya mengepal lemah, Fio menghela napasnya dalam, ia tidak ingin terbawa emosi.
"Je.. Maafin Ay.." bocah enam tahun itu berujar lirih pada Jean yang kini tengah terdiam, si bungsu nampaknya sedang berusaha keras mencerna segalanya.
"Aunty Ema gak mau kasih tau Papa dan Mama," Airysh menunduk sedih, cepat-cepat Jean kembali memeluknya erat.
"Je, Jean tahu, kan, seberapa dekat Ay dan Aunty-nya? Jangan marah, ya? Kita semua tidak ada yang tahu, sayang." Al nampak mencoba menjelaskan agar Jean tidak memarahi putrinya. Begitu pula dengan Azka yang mengangguk menyetujui.
"Iya, sayang. Mungkin Aunty Ema terlalu kangen dengan Ay."
"Maafin Ay.. hiks Ay gak mau Je marah.." Gadis kecil itu mulai menangis terisak. Jean menggeleng, mengecupi surai Airysh beberapa kali sebelum membuka suaranya.
"Je gak marah. Mama sudah tau Ay sudah pulang?" Tanya Jean lembut. Airysh sontak mengangguk sebagai balasan.
"Jangan nangis, sayang. Je gak suka lihat Ay nangis. Je gak marah. Oke? Sini lihat Je," Pipi memerah si kecil Jean tangkup dengan lembut. Airysh cemberut, membuat Jean tertawa kecil karena gemas.
"Masuk, yuk. Dingin, loh. Udah mau hujan." Azka menuntun kedua anak itu untuk masuk ke dalam, karena sejak tadi mereka mengobrol di teras mansion. Tanpa tahu Fio masih memperhatikan dengan mata yang sudah memerah menahan tangis. Anak itu memutuskan untuk berlari mendekati Jean serta Airysh.
"Apa maksud Ay?"
Lengan Airysh dicekal kuat oleh Fio, tatapan si mungil terlihat nyalang. Fio memang tidak tahu reaksi Jean seperti apa sekarang, tapi yang jelas, Adiknya itu pasti tidak terima. Airysh mengerutkan kening seraya menatap Fio dengan bingung. Ia berusaha melepaskan tangannya meski usahanya berakhir sia-sia.
"Kenapa Ay gak kasih tau semuanya?! Kenapa Ay diam saja?!" Fio bertanya dengan nada membentak. Azka yang hendak mendekat untuk menarik kasar sulungnya itu dihentikan oleh Al.
"Aunty Ema gak bolehin Ay! Kenapa kamu pegang-pegang Ay! Ay gak suka! Lepas!" Cekalan Fio secara sengaja ia renggangkan, Fio hanya takut Airysh kesakitan. Fio yang memang dasarnya adalah anak yang lembut mana bisa menyakiti seseorang. Apalagi Airysh adalah seorang wanita.
"Aku dipukulin gara-gara itu!--
"Itu bukan urusan Ay! Lepasin Ay!" Isakan si putri tunggal dari paman serta Bibinya itu semakin mengeras. Fio dengan mata yang berair menatap Jean, yang justru kini memandangnya tajam.
"Lepasin Airysh." Tekanan dalam suaranya nyatanya membuat si sulung sedikit gentar. Namun mau tak mau, Fio harus melanjutkan ucapannya. Fio marah, dan ia ingin meluapkannya. Fio tidak ingin terlalu dalam memendam rasa benci itu sendirian.
"Enggak--
"Kamu memang pantas dipukulin! Kamu bodoh! Itu semua bukan karena Ay!" Ucapan tajam dari Airysh itu membuat Fio menegang. Rasa amarahnya semakin bertambah. Fio kehilangan kesabaran. sampai..
Plak!
"Kenapa Ay bilang gitu?!" Fio berdiri menantang di hadapan tubuh Airysh yang kini tengah menunduk takut setelah mendapatkan satu tamparan dari si sulung. Tampa disangka, Jean mendorong Fio hingga terhuyung ke belakang, lantas mengumpati Kakaknya dengan berbagai kata-kata kasar.
"Dasar gila! Dia perempuan, bodoh! Kakak punya otak, gak, sih?! Hah?!" Airysh kembali menangis mendengar pertengkaran itu. Fio seketika terdiam. Ia.. baru saja menampar seorang perempuan? Fio menggeleng keras, ia berusaha bangkit sekuat tenaga, ingin mengejar Airysh dan Jean yang sudah masuk ke dalam lebih dulu, sebelum tangannya dicekal oleh Al.
KAMU SEDANG MEMBACA
Pio ; The Unwanted Eldest
Teen FictionFio hanyalah Fio. Si anak polos yang tidak tahu bahwa sebenarnya, keberadaannya mereka anggap sebagai beban. Semua orang tidak menyukainya, Mommy dan Daddy juga membencinya. Tidak ada yang bisa Fio jadikan sebagai sandaran. Tangan mungil itu nyatany...