-14- Si anak lemah.

3.5K 302 55
                                    

**

"Bodoh! Awas, jangan menghalangi jalanku!"

Lengannya dengan sengaja di senggol keras oleh salah satu maid yang memang tengah berlalu lalang di dapur. Fio yang masih berusaha menyelesaikan pekerjaannya sekarang; mengelap meja makan, menghela napasnya lelah. Punggung dan kakinya mulai terasa sakit karena terus-terusan di paksa bekerja sejak pagi.

"Maaf."

"Pengacau." Umpat si maid sebelum berlalu pergi dari sana. Fio buru-buru menyelesaikan sisa kegiatannya yang tadi sempat tertunda, setelah berhasil membuat permukaan meja berbentuk oval itu terlihat kembali mulus, Fio akhirnya bisa keluar dari mansion dengan perasaan lega.

Melewati lorong mansion yang terlihat begitu elegan dan mewah, Fio hanya mampu menundukkan kepalanya saat banyak pasang mata mengarah ke arahnya dari para kolega bisnis sang Ibu yang memang tengah bertamu ke sana. Mereka datang untuk merayakan kelulusan Jean, juga atas undangan dari Raina kemarin yang menjanjikan akan mengadakan acara makan-makan di sore hari ini.

"Dia putra sulung mu?" Seorang wanita dengan balutan dress mahalnya menyenggol lengan Raina pelan. Si nyonya Biantara yang tadi tengah sibuk mengobrol dengan yang lain nampak tidak fokus, sampai pandangannya bertemu dengan netra teduh sulungnya, Raina baru bisa tersadar dan mendadak gugup.

"Hei, sini!" Fio menghentikan langkah kakinya dengan ragu-ragu, ia menunjuk ke arah dirinya sendiri yang kini menjadi pusat perhatian. Wanita itu-- Cheryl, menganggukkan kepalanya dengan senyuman lebar.

"Ya, Kamu. Sini."

Fio perlahan mendekat, ia tidak mengerti-- bahkan tidak melihat sedikitpun ke arah Raina yang sejak tadi berusaha memberinya kode untuk tidak menuruti permintaan Cheryl. Anak itu tersentak kaget saat secara tiba-tiba Cheryl menarik tangannya, membuat jaraknya dengan sang Ibu menjadi lebih dekat lagi.

"Dia Putra sulung mu?" Tanya Cheryl sekali lagi. Ia hanya ingin memastikan. Lagipula Cheryl yakin anak di hadapannya bukankah Putra sulung dari seorang Raina Avezelin Biantara. Dari tampilannya saja, Fio tidak terlihat seperti Jean, si bungsu. Mereka terlihat jauh berbeda.

"Tidak mungkin, kan?" Cheryl bertanya dengan sedikit tawa meledek. Raina hanya mampu membisu, sampai Fio yang sejak tadi hanya terdiam memutuskan untuk buka suara.

"Sa-saya.. salah satu anak maid di sini, Nyonya."

Deg..

Raina yang mendengarnya seketika pias. Seolah sebuah pisau tajam habis menghunus jantungnya hingga terbelah menjadi dua, Raina mematung. Tidak bisa sama sekali bereaksi atas apa yang telah Fio katakan di hadapan teman-temannya. Ia tidak pernah menyangka sulungnya akan mengorbankan diri untuk berkata seperti tadi.

"Sudah ku duga. Astaga, Nak, maafkan Aku, ya." Tanpa rasa bersalah, Cheryl justru tertawa-tawa setelahnya. Fio tersenyum polos, ia menunduk dengan tawa kecil yang terdengar canggung dan hambar. Wajahnya kembali mendongak, hanya untuk sekedar melihat reaksi adiknya.

Sebuah senyuman manis Fio berikan. Jean yang menatapnya datar tidak menghiraukan itu. Ia justru lebih memilih mengikuti langkah teman-teman barunya; anak-anak dari kolega bisnis sang Ibu, yang sejak tadi sibuk berlarian menyusuri mansion.

Fio tersenyum puas sembari melangkahkan kaki meninggalkan area mansion sore itu. Ia pulang ke kamarnya untuk mandi dan berganti pakaian. Fio bangga pada aksinya tadi. Benar-benar bangga. Setidaknya, Mommynya tidak perlu malu untuk mengakui kehadirannya sebagai sulung Biantara, kan?

**

Dor! Dor!

Brak!

"FIO!"

Azka menggedor pintu kayu yang nampak rapuh itu dengan penuh emosi. Si sulung yang tengah menata barang-barangnya di dalam bergegas membukakan pintu meski rasa takut menguasainya.

"Dad--

Plak!

Pandangan Fio langsung terlihat buram. Kepalanya menoleh ke samping kanan setelah Azka menamparnya dengan keras. Pria itu memandangnya nanar, napasnya memburu. Fio yang sadar ayahnya tengah emosi pun memundurkan langkahnya perlahan, memegangi pipinya sendiri seraya berusaha untuk tidak menangis.

Pipinya perih, sungguh.

"Daddy.."

"Menjijikan! Kenapa kamu harus berkeliaran di luar mansion tadi siang, hah?!" Azka bertanya sengit. Fio mengernyit tidak mengerti. Ia hanya menjalankan pekerjaannya seperti hari-hari biasanya di mansion ini. Hanya itu. Apa yang salah?

"Kamu mempermalukan Ibumu sendiri, Fio!"

Ah, masalah tadi?

Fio mengusap sejenak sudut bibirnya yang terdapat sedikit bercak darah di sana, kemudian baru berani mendongak, menatap ayahnya datar.

"Maaf. Tapi Aku enggak bilang kalau Aku anak Mommy." Fio mencoba membela dirinya sendiri. Ia sedang tidak ingin di pukuli sekarang. Tubuhnya terasa sakit di seluruh bagian. Terutama di bagian punggung.

"Kamu tetap salah! Sekali lagi Kamu berani keluar mansion dan keluyuran seperti tadi di luar jam kerja, habis kamu."

"Pekerjaan Aku udah selesai tadi." Fio masih berusaha menyanggah. Azka seketika bungkam. Ia berdecak kesal, menyadari bahwa Fio seolah baru saja mengalahkannya.

"Brengsek! Kamu mau Saya hukum?!" Tangan Azka melayang di udara, gesturnya yang seperti hendak memukul Fio membuat si sulung secara spontan melindungi kepalanya sendiri.

"Ampun, maaf."

"Argh! Dasar idiot! Benci Saya sama Kamu." Azka mengacak surainya kasar sebelum memutuskan untuk berbalik, hendak pergi dari sana. Namun, pertanyaan Fio yang baru saja bocah itu lontarkan seolah terus berputar di kepalanya.

"Daddy gak jadi pukul Aku..?"

**

"Hai, Ikan!"

"Tahu, gak?"

Fio dengan rusuh mendudukkan dirinya di pinggir kolam ikan. Mencoba agar seimbang dan tidak terjatuh saat duduk di pinggiran ternyata lumayan susah. Sesaat setelah berhasil duduk dengan baik di sana, Fio bertepuk tangan bahagia.

"Pio mau ceritaaaa~"

"Masa tadi Pio hebat banget, Pio gak malu-maluin Mommy!" Serunya antusias. Bunyi gemericik air mengiringi ceritanya. Tidak ada yang mendengar, tapi setidaknya, beban di bahu Fio dapat sedikit berkurang.

"Ih, ikan, tapi.."

"Kayaknya Pio mulai benci diri Pio sendiri.. hehe~"

"Pio sakit terus belakangan ini, kemarin juga di kamar mandi hidung Pio keluar darah sedikit, itu kenapa, ya? Pio kesal tau." Fio cemberut, memainkan tangannya ke dalam air kolam yang tidak terlalu dalam itu dengan iseng.

"Ah, iya.. Ay.. gimana, ya?" Fio bergumam lirih. Ia baru ingat Airysh masih belum di temukan hingga sekarang. Tapi, tunggu.. kenapa Ibunya malah mengadakan pesta tadi sore?!

"Kenapa semuanya jadi aneh.." Fio menunduk lesu. Tanpa sadar, semua kelakuannya tadi terekam jelas oleh penglihatan tajam dari si bungsu yang mengintip di balik jendela kamarnya. Jean hanya mampu mengawasi, rasa gengsi dan marahnya masih tersisa. Dan Jean harap, perasaan itu akan segera menghilang.

**

13.06

|🦋🦋🦋|

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

|🦋🦋🦋|

Pio ; The Unwanted EldestTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang