**
Flashback
(two weeks ago) ;;"Jangan biarkan mereka tahu tentang masalah ini lebih dulu."
Di seberang sana, jawaban singkat dari sang bawahan berhasil membuat Gerald menghela napas lega. Pria itu berlalu dari area free smoking rumah sakit setelah mematikan sambungan teleponnya. Langkahnya dengan lesu ia bawa menuju ke depan ruangan PICU.
Setelah beberapa saat berada di IGD sejak tadi siang, Fio berakhir dipindahkan ke ruang PICU karena anak itu dinyatakan koma.
Gerald terduduk lesu di bangku tunggu dengan tubuh yang lelah. Ia belum sama sekali pulang dari sini. Berbanding dengan Isabella yang sengaja ia suruh untuk pulang ke rumah sejenak mengambil pakaian ganti mereka.
Berulang kali Gerald menghela napas karena dadanya terasa semakin sesak. Ini situasi yang sangat buruk. Gerald tidak bisa berbuat apa-apa selain berdoa agar kondisi Fio bisa semakin membaik dan kunjung stabil. Gerald berjanji akan segera mengurus masalah tentang pengadopsian mereka terhadap Fio jika itu terjadi.
**
"Ibu? Gimana? Keadaan Fio gimana?!"
Alisa masuk ke dalam panti dengan seribu satu pertanyaan Rafa yang tidak bisa secara langsung ia jawab. Wanita itu memilih untuk menggeleng, lantas mendudukkan diri di sofa ruang tamu dengan kedua tangan yang menutupi wajahnya sendiri.
"Ibu ...?"
Rafa berlutut, ia ikut menangis bersama Alisa yang kini kelihatan sangat frustrasi.
"Kai di mana?" tanya Alisa pelan.
"Ibu, Jawab dulu pertanyaan Rafa."
"Ibu gak bisa kasih kepastian, Keadaan Fio masih dinyatakan koma." Alisa beranjak bangkit. Bersamaan dengan itu, bahu Rafa terasa begitu melemas. Tatapannya kosong tak tentu arah. Sebuah pandangan sendu yang penuh akan keputusasaan.
"Ke kamar Kai, ya? Adik-adik sama Mama Sara, kan?" Ia ulurkan tangannya agar Rafa bisa menjadikan itu sebagai tumpuan untuk dirinya bangun.
"Iya."
Sementara di dalam kamar, keadaan Kai tak jauh berbeda buruknya dengan Rafa tadi. Kai tidak memendamnya sendiri, ia menangis bersama kekhawatirannya yang kian menumpuk. Di atas kasur lantai milik Fio, Kai meluapkan semua rasa takutnya lewat sebuah tangisan pilu.
"Hei?"
"Sayang, dengar Ibu ..." Tubuh Kai dibangunkan secara lembut oleh Alisa. Ia pegang kedua sisi bahu anak itu agar menghadap ke arahnya secara sempurna.
"Fio enggak akan kenapa-napa, percaya, ya? Fio anak yang kuat. Kai jangan kayak gini, gak boleh. Fio gak akan suka Kai kayak gini. Lebih baik Kai berdoa untuk Fio agar keadaannya cepat membaik, Nak." Alisa mengatakannya dengan suara yang gemetar. Yang tentu dapat membuktikan seberapa terlukanya wanita itu sekarang.
"Sini, peluk Ibu, ya."
Rafa yang sejak tadi hanya terdiam di ambang pintu ikut Alisa bawa ke dalam dekapan hangatnya. Keduanya Alisa rengkuh bersamaan dengan tangis mereka yang seketika pecah mengisi keheningan kamar.
**
Keesokan hatinya, pukul sebelas pagi. Gerald termenung, kini ia tengah menunggu Isabella untuk datang menemuinya di kantin rumah sakit. Fio masih dalam keadaan komanya sejak kemarin. Terhitung sudah hampir dua puluh empat jam anak itu hilang kesadaran.
"Makan dulu. Jangan terlalu stress. Kasihan Fio nanti kalau sadar harus lihat Kamu dengan keadaan yang kayak gini," ujar Gerald selepas Isabella duduk di kursi sampingnya. Wanita itu menggeleng pelan. Wajahnya nampak sukar. Namun, setelah Gerald menyodorkan satu piring berisi makanan lengkap dengan sebotol air yang tadi Pria itu beli, Isabella akhirnya memilih mengalah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Pio ; The Unwanted Eldest
Novela JuvenilFio hanyalah Fio. Si anak polos yang tidak tahu bahwa sebenarnya, keberadaannya mereka anggap sebagai beban. Semua orang tidak menyukainya, Mommy dan Daddy juga membencinya. Tidak ada yang bisa Fio jadikan sebagai sandaran. Tangan mungil itu nyatany...