(12)

159 11 24
                                    

.
.
.
.
.
.
.
.
.
.

Dari balik panggung pelaminan, terlihat para tamu undangan sedang asik makan-makan prasmanan yang ada di acara pernikahan ku ini. Namun, di sisi lain, terlihat beberapa para penjaga ku menahan orang-orang yang sedaritadi berteriak memanggilku.

"Orang-orang konyol itu lagi," ketusku saat melihatnya.

"Untung saja aku sudah menindas mereka semua sekarang." Ucapku penuh kemenangan.

Mereka berteriak memanggilku untuk meminta maaf dan permohonan dengan air mata maupun amarah, namun itu tidak akan membuatku untuk mengasihani mereka semua. Karena sebentar lagi hanya perusahaan ku saja yang berdiri di kota ini.

"Persetan untuk kalian semua." Ucapku yang langsung pergi begitu saja.

Daripada melihat orang-orang seperti itu, aku memilih untuk pergi dan mencari keberadaan adikku bersama istriku. Kebetulan juga acara ku ini sampai sore, jadi mungkin sebentar lagi acaranya akan selesai.

"Untung saja waktu begitu cepat." Ucapku sembari melihat jam tangan ku.

Saat mencari keberadaan mereka, tidak jauh dari tempatku berdiri, terdengar suara adikku yang sedikit berteriak dengan nada terkejut. Membuatku langsung mencari dan menghampiri sumber suaranya.

"Hei, ada apa Astra?" tanyaku menghampiri mereka.

"Ini kak, orang-orang kuliah," ucapnya mencoba menjelaskan kepadaku.

"Apa maksudmu?" tanyaku meminta penjelasan lebih.

"Banyak pesan masuk di handphone ku tentang acara pernikahan kakak ini, mereka tidak percaya kalau kakak seorang pengusaha kaya raya," jelasnya padaku yang membuatku terkekeh.

"Biarkan saja Astra, mungkin mereka hanya memastikan saja." Lirihnya istriku pada adikku.

Istriku, Seven. Ia terlihat mencoba menenangkan adikku yang tengah sibuk menatap layar handphone nya, sepertinya orang-orang yang di tempat kuliahnya sudah melihat berita terkini. Hingga pada akhirnya terlihat wajah murung terpampang jelas di adikku.

"Ada apa, adikku?" tanyaku cemas kepadanya.

"Ternyata mereka hanya ingin memanfaatkan ku, karena mereka tiba-tiba ingin berteman dengan ku," murungnya ia menjelaskan kepadaku.

"Begitu ya? ... Ya sudah, biarkan saja jika seperti itu, setidaknya ada kakak dan juga istri kakak menemanimu sepanjang waktu," lirihku kepada adikku dengan niat menghiburnya.

"Baiklah kak." Jawabnya walaupun wajahnya dalam keadaan murung.

Tidak ada semangat ataupun senyuman darinya, hanya sebuah perasaan sedih dan cemberut terpampang jelas di wajahnya. Walaupun istriku, Seven, sudah mencoba untuk menghiburnya kembali.

Saat sedang mencoba menghibur adikku, seseorang datang begitu saja menghampiriku untuk berbicara hal penting. Membuatku menggerutu kesal dan langsung menanggapinya walaupun merasa terganggu karenanya.

"Ada apa?" ketusku kepadanya.

"Maaf menganggu waktu bapak, izinkan saya untuk menjelaskan," mintanya padaku.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Aug 29 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Paksaan berujung MencintaiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang