(05)

119 15 9
                                        

.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
Malamnya kemudian

Kotak kayu kuno yang indah, dihiasi dengan cat lukisan yang mengukir sebuah bentuk. Andai saja pemilik kotak ini masih hidup, mungkin aku tidak akan pernah merasa kesepian. Walaupun hanya kotak kayu yang kuno, aku masih merasakan kenangan yang banyak dan indah di dalamnya.

Kenangan yang tidak bisa diulang kembali, sangat indah bila selalu bersamanya. Hingga tidak terasa air mataku terjatuh, bertetesan membasahi kotak ini. Tidak sanggup menahan rindu dan sedih, perasaan ku bercampur aduk menjadi satu.

"Astra?" suara seseorang memanggilku dari balik pintu kamarku.

"Masuk saja." Lirihku menyuruhnya.

Saat pintu terbuka, aku hanya bisa menghapus air mata dan berlaga tidak ada yang terjadi. Ternyata yang masuk adalah dirinya, kak Seven. Ia menutup pintunya dan berjalan menghampiriku, hanya ia seorang saja yang tahu tentang kehidupan ku dan kakak ku yang terjadi.

"Apa kamu menangis lagi, Astra?" tanyanya lirih yang langsung duduk bersebelahan dengan ku.

"Bagaimana aku tidak menangis, kak? ... Dia saja masih belum siap untuk membuka kotak ini," balasku yang kembali bergelimang air mata.

"Kakak tahu ini berat untuknya, apa tidak bisa lain waktu saja?" ucapnya dengan memelukku.

"Kak Seven, ibu memintaku untuk memberikan kotak ini diumur 30 tahunnya dan bulan kelima ini ... Sebentar lagi bulan akan berganti." Jelasku padanya.

Tidak ada sepatah kata yang dikeluarkan olehnya, tetapi pelukan ini membuatku merasakan kehangatan dan ketenangan secara perlahan. Sepertinya, aku benar-benar masih rindu dengan ibu yang sudah lama tiada semenjak kakak menginjak masa kuliah. Sedangkan ayah, ia sudah tiada semenjak aku terlahir ke dunia ini.

Suasana ini hanya terisi oleh tangisan ku yang tiada habisnya, hanya bisa bercerita dan bercurhat ria padanya. Walaupun masih awal kenal bersamanya, tetapi sikap dan sifatnya mencerminkan ibuku di masa lalu.

"Pesan apa yang ibumu sampaikan, Astra?" tanyanya lemah lembut.

"Ibuku berpesan saat kakak ku umur 30 tahun, dia sudah harus memiliki pasangan hidup," ucapku padanya.

"Di dalam kotak ini berisikan sepasang cincin dan sebuah kertas riwayat penyakit yang di deritanya," lanjutku yang langsung merubah raut wajahnya.

"Penyakit apa yang di derita oleh kakakmu?" tanyanya yang penuh penasaran.

"IED dan mungkin kadang hal dia erotomania." Jelasku seketika membuatnya terdiam mematung.

Walaupun kakak ku seperti itu, ia masih memilih untuk hidup di dunia ini dan menemaniku selalu, padahal penyakitnya sudah hampir menghabisi mentalnya. Terlihat ia tidak dapat berkata apa-apa, aku sudah menebak hal itu akan terjadi karena pasti orang-orang berpikir kalau kakak ku adalah orang gila.

"Apa kakakmu tahu tentang penyakitnya sendiri?" tanyanya.

"Tidak kak, karena itu ibuku menyuruhku memberikan kotak kuno ini," jelasku padanya.

"Sebaiknya cepat atau lambat, kamu harus berani untuk melawan rasa amarahnya agar pesan ibumu tersampaikan." Kata semangat yang diberikan kepadaku.

Kata-kata semangat yang dilontarkan kepadaku, ada benarnya juga kalimatnya. Cepat atau lambat, pesan ini harus tersampaikan kepadanya. Aku berterima kasih karenanya, sepertinya aku sudah memutuskan apa yang harus aku lakukan sekarang.

Beberapa jam kemudian

"Sepertinya keputusan ini sudah tepat," ucapku pada cermin yang memantulkan bayangan ku.

Paksaan berujung MencintaiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang