(08)

131 19 22
                                        

.
.
.
.
.
.
.
.
.
.

Sesuatu itu benar-benar terjatuh tepat di depan ku, hingga terlihat sebuah air kental dan berwarna merah pekat mengenai sepatuku. Bangkai seekor burung gagak, seketika aku perlahan melihat ke atas, dan terlihat sekelompok burung gagak mengitari diriku di atas sana.

"Persetan apa lagi yang dunia perbuat padaku!" Ketusku yang memutuskan untuk langsung pergi begitu saja.

Menghiraukan sekelompok burung gagak itu, aku berlari dengan perasaan bercampur aduk. Sepertinya marabahaya akan datang bila terlalu lama di sini, saat berlari cukup lama. Perlahan aku melihat siluet mereka, membuatku langsung memperingatinya.

"Kalian berdua cepat pergi dari sini sebelum hal buruk datang!" Teriakku pada mereka.

Seketika raut wajah mereka berubah dan langsung menuruti apa yang aku katakan, mereka berlari dan aku hanya mengikuti mereka dari belakang. Keajaiban dunia apa lagi yang akan terjadi sekarang.

Saat melarikan diri, terdengar suara burung gagak itu yang semakin menyaring dan menusuk indra pendengaran ku. Setiap berlari, bangkai burung gagak satu persatu berjatuhan begitu saja. Namun, salah satu bangkai mengenai pundak ku hingga membuatku terjatuh.

"Sialan, bangkai ini," ketusku yang mencoba berdiri.

"Aku harap mereka lebih dulu keluar dari sini." Seketika aku kembali berlari.

Siluet mereka sudah tidak terlihat kembali, mungkin aku sudah tertinggal jauh oleh mereka. Tetapi aneh sekali, terasa sangat jauh pintu keluar pemakaman ini. Sepertinya sesuatu akan menimpa ku, sehingga aku kembali berlari dan menahan diri untuk tetap terjaga walaupun sudah banyak bangkai burung mengenai diriku.

Darah bangkai ini benar-benar sangat menjijikan, darahnya membasahi pakaian ku ini. Aroma busuknya sangat menyengat, sungguh persetan dunia ini. Namun, sesuatu benda tajam mengenai pundak ku.

"Persetan! ... Menyingkirlah burung sialan!" Seekor burung gagak menancapkan cakarnya.

Secara bergantian sekelompok burung itu memberikan serangan padaku, cakar mereka berhasil tertancap di kedua pundak ku, bahkan di lengan dan tangan ku. Darah keluar begitu banyak, bersatu dengan darah bangkai burung di pakaian ku. Sungguh, menyakitkan dan perih.

Tidak sanggup menahan serangan sekelompok burung gagak ini, membuat kedua kakiku gemetaran dan terjatuh begitu saja. Aku dapat merasakan cakar dan paruh mereka tertancap sangat dalam di tubuhku.

Perlahan pandangan ku buram dan kabur, tidak dapat melihat secara jelas. Tetapi cakar dan paruhnya masih terasa sakit di tubuhku, sehingga aku mencoba untuk melawannya walaupun tidak ada hasilnya. Hingga akhirnya seseorang datang padaku.

"Tuan! ... Bertahanlah!" ia berlari dan mencoba membantuku untuk berdiri kembali.

"Apa yang kamu lakukan di sini! ... P-pergilah sebelum burung itu menyerangmu!" ketusku dengan menahan rasa sakit.

"Apapun yang terjadi, tuan harus bisa selamat!" Keras kepala sekali dirinya yang menolak perintah ku.

Tak lama itu, berkat bantuannya, aku berhasil selamat dan pergi dari sana. Walaupun dibantu olehnya, burung gagak itu tetap saja mengitari kita dari atas sana. Sebelum mereka menyerang, dengan tenaga seadanya. Menggenggam tangannya dan menariknya berlari bersama pergi dari tempat ini.

Tidak menghiraukan darah yang bercucuran karena yang terpenting sekarang adalah pergi dari pemakaman ini. Sekuat tenaga aku berlari sembari menarik tangannya, hingga terlihat siluet gerbang pemakaman ini. Sehingga pada akhirnya langkah kita melebihi kecepatan serangan para sekelompok burung gagak itu.

Paksaan berujung MencintaiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang