(10)

183 14 56
                                        

.
.
.
.
.
.
.
.
.
.

Dalam perjalanan menuju perusahaan ku, terdengar suara pesan masuk yang begitu banyak di handphone. Suara bising yang ditimbulkan membuatku sangat marah karena merasa orang-orang itu tidak ada sabarnya.

"Ada-ada saja." Ketusku yang langsung mempercepat kecepatan mobilnya.

Dalam kecepatan tinggi, tidak selang beberapa jam, akhirnya sampai juga di perusahaan ku. Seketika langsung memakirkan mobilnya dan pergi keluar menuju masuk ke dalam gedung. Berlari-lari hingga hentakan kaki ku mengisi kekosongan lorong gedung ini.

"Pesan yang menyebalkan." Ketusku saat berlari sembari mengecek pesan yang masuk di handphone ku.

Hingga akhirnya, saat sampai di lantai yang dituju, aku langsung masuk begitu saja ke ruang rapat dan terlihat mereka semua sudah berada di sana.

"Selamat datang, pak," serentak mereka memberikan sambutan padaku.

"Langsung ke intinya saja, jangan membuang waktu saya," ketusku langsung duduk di kursi khusus untukku.

"Izin saya untuk menjelaskan pak," berdirinya ia untuk meminta izin menjelaskan kepadaku.

"Silahkan." Ucapku sambil meletakkan koper ku di atas meja.

Perlahan-lahan, ia membuka mulutnya untuk menjelaskan apa yang telah terjadi di perusahaan ku semenjak diriku libur berkerja untuk beberapa hari. Mendengar dari penjelasan dan pernyataannya membuatku langsung memotong perkataannya.

"Cukup, tambahkan syarat untuk memenuhi kerja sama dengan kita," ketusku langsung padanya.

"Dan batalkan semua kerja sama yang kita jalani sekarang, bila perlu jadikan hutang untuk membayar dana yang pernah kita pinjamkan," jelasku padanya.

"Tapi pak, bagaimana kalau ada seseorang yang tidak terima?" tanyanya padaku.

"Suruh hadap langsung kepada saya, lagipula perusahaan kita akan terlihat indentitas aslinya nanti." Ucapku penuh dendam pribadi.

Seketika mereka mengangguk kepalanya yang menandakan setuju atas pilihan ku, rapat pun berakhir begitu saja. Mereka keluar dari ruangan ini untuk langsung mengerjakan pekerjaannya seperti biasa. Hari ini sepertinya adalah hari yang buruk untuk perusahaan ku.

Tidak biasanya perusahaan ku mengalami kerugian besar tentang dana dan juga hampir bangkrut karena pencurian masal dari kerja sama ini. Hal itu membuatku pusing kepala dan ingin sekali meledak, andai saja tidak ada peraturan untuk membunuh sesama orang. Mungkin aku sudah membunuh banyak orang di kota ini.

"Nasib, nasib ...." Ketusku yang langsung membuka handphone ku.

Pesan masuk yang begitu banyak belum di baca sama sekali olehku, namun pesannya juga berhubungan dengan pernikahan ku. Hanya sekedar kabar dan pemberitahuan saja, selebihnya tidak ada.

Hendak ingin pergi ke kantor ku, seseorang menelpon ku begitu saja. Sehingga aku langsung mengangkatnyanya, dan terdengar seseorang mengamuk padaku.

"Kakak kebiasaan tidak memakan sarapannya!" marahnya adikku di telepon.

"Maafkan kakak, Astra ... Tadi karyawan membutuhkan kakak mendadak," ucapku mencoba menjelaskannya.

"Awas saja kakak bohong, sehabis pulang dari kerja ... Kakak harus makan, ya!" ketusnya padaku.

"Baiklah, nanti kakak makan makanannya." Ucapku yang hanya bisa mengalah saja.

Selepas dari itupun, telepon berakhir. Aku menghela napas lega setelah diamuki oleh adikku sendiri, hanya sekedar tidak sarapan saja diamuki seperti itu. Sedangkan diriku memang sudah kebiasaan tidak sarapan pagi, mungkin itu menjadi pemicu ia menjadi marah.

Paksaan berujung MencintaiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang